2

Upacara kelulusan pun selesai. Aku minta izin kepada ayah untuk pergi sebentar bersama Saddam, Abi dan Maryam. Kita akan ke hutan Nevan, hutan para hewan-hewan. Hutan Nevan hanya mengizinkan orang-orang yang suci dan bersihlah yang dapat memasukinya, tidak ada hal-hal yang jahat di hutan ini.

“Apa kau lelah?” tanya Abi ketika melihatku terengah berjalan bersama mereka. Meriam dan Saddam pun hanya melirik ke arah kami.

“Aku baik-baik saja, hanya saja Gaun ini sangat merepotkan untuk dibawa berjalan” jawabku dengan membenarkan gaunku yang terserak-serak di tanah, bisa dilihat di sana ada bekas-bekas tanah yang ternoda di gaunku.

Siang terik ini tertutup oleh lebatnya hutan. Kami duduk di akar pohon yang sangat besar dengan tinggi sekitar 30 meter, memiliki daun berwarna hijau lumut, udaranya pun sangat sejuk walaupun mataharinya sedang terik-teriknya.

Abi memetik buah di salah satu pohon yang ada di sini. Buah itu berbentuk seperti apel dan berwarna ungu, buah itu terasa manis-manis asam, teksturnya pun seperti buah semangka agak berair.

“Karin apa kau siap untuk ke holywings” Maryam menatapku sambil memakan buahnya di tangannya. “Kau 3 tahun lebih muda dari yang seharusnya, apa kau siap?”

“Siap tidak siap aku harus siap” mereka bertiga menatapku dengan tidak yakin. Aku tersenyum dan membuang sisa buah yangku makan tadi “bukankah aku memiliki Penjaga, jadi apa yang harus aku khawatir kan”

“Apa kau pernah bertemu dengan Penjaga Karin?”

Seketika aku terdiam laluku jawab “tidak” aku belum pernah bertemu dengan Penjagaku tapi aku tahu sedikit tentangnya.

“Bagaimana kalau Penjagamu itu gendut, hitam, dan jelek” sahut Saddam

“Sepertinya kau sedang mendeskripsikan dirimu sendiri Saddam” Abi melempar sisa makanan tadi ke Saddam. Saddam membalas dengan melempari batu.

“Seperti apa Penjaga kalian? apakah menyenangkan?” aku sangat penasaran, apakah menyenangkan memiliki teman seumur hidup.

Usia Abi, Saddam dan Maryam sudah 18 tahun, mereka sudah terikat dengan Penjaga mereka ketika usia 17 tahun tapi Penjaga mereka belum boleh bersama tuannya kalau mereka belum menyelesaikan pendidikan tingkat dasarnya.

Saddam berhenti melempari Abi dengan batu. “Penjagaku dia perempuan bernama gadis , ya seperti itulah biasa wanita dia cepat mengeluh”

“Aku juga, dia bernama Erly. Yang kudengar dia ini sangat aneh, terkadang aku sebal dengannya” sambung Maryam

“Penjagaku laki-laki, dia enak diajak ngobrol terkadang dia juga membantuku ketika ujian, biasa menggunakan telepati” dengan bangganya Abi menceritakan Penjaganya.

“Terkadang aku mengubah Erly menjadi seekor burung agar dia berhenti berbicara”

“Benar Maryam, terkadang aku mengubah gadis menjadi seekor burung agar aku bisa terbang”

Mereka tertawa bersama sebenarnya bukan jawaban yang aku inginkan. Bukankah seorang Penjaga memiliki hati tapi kenapa para Penyihir melakukan memperlakukan mereka seenaknya. aku rasa para Penjaga tidak memilih untuk dilahirkan menjadi Penjaga seorang Penyihir.

Obrolan menjadi tidak menyenangkan, jujur aku tidak suka dengan jawaban mereka tapi bagaimanapun juga. Merekalah yang punya hak atas Penjaga mereka sendiri.

Suara dentingan sendok dan piring kini memenuhi ruang, di piringku tersaji nasi dengan ayam bakar. Sesekali aku tersenyum dan sedikit tertawa ketika melihat ayah dengan lahap makan makanannya.

Ayah terlihat sangat lelah, rambutnya yang hitam kini berganti dengan warna putih, tubuhnya pun tidak sekuat dulu namun senyumnya selalu ada di wajahnya.

“Ayah apakah kau tidak rindu padaku nanti, aku akan pergi selama satu setengah tahun” aku merasa sedih harus meninggalkannya. 1 tahun 6 bulan bukan waktu yang sebentar untuk meninggalkan rumah dan ayah, sesak rasanya tidak ada kamar yang nyaman, tidak bisa melihat senyum dan tawa ayah, dan pergi bersama ayah setiap akhir pekan.

“Aku akan sangat merindukanmu sayang, tapi tenanglah ada karan Penjagamu di sana, dia akan mengajakmu pergi setiap akhir pekan, dia akan menuruti semua perkataanmu sayang” suara seraknya itu mencoba menenangkanku.

Aku tersenyum dan menggenggam tangan ayah “Bagaimana kalau kami tidak cocok? bagaimanapun juga dia orang asing. Bahkan melihatnya saja aku belum pernah” mataku mulai berlinang air mata.

“Dua hari lagi kalian akan bertemu dan dia tidak akan menjadi orang asing , bahkan dikala kamu sakit dia siap menerima rasa sakit itu jadi bersahabatlah dengannya, dan jangan perlakukan dia seperti yang lain” ia mengelus rambutku dengan lemah lembut.

“Berjanjilah”

“Baiklah aku berjanji”

***

Satu koper besar berwarna hitam kecokelatan dan tas ransel berwarna ungu gelap ada di hadapanku, isinya hanya baju-baju, buku dan beberapa fotoku dan ayah foto yang bisa bergerak. Aku mengelus foto itu, aku akan sangat merindukan senyum dan tawa.

Seketika air mataku membasahi pipiku ini kan pertama kalinya aku pergi dari rumah tanpa ayah selama ini.

“Karin apa kau sudah siap sayang” ayah yang muncul dari balik pintu, dia melihatku menangis dan langsung menghampiriku dan memelukku. Aroma khas tubuhnya akanku rindukan “Sayang jangan menangis, percayalah padaku kau di sana adalah tempat yang paling menyenangkan”.

Tangisku mulai menjadi, suara Isak tangisku mengisi kamar kecilku “Dan di saat kamu membutuhkan pelukan atau bahu untuk menangis ingatlah Karan akan selalu ada disisimu, dia tidak akan pernah pergi meninggalkanmu sendirian” pelukan hangat melepas, ayah mengusap air mataku dan mengelus rambutku.

Ia berdiri dan membawa koper keluar “Ayo sayang teman-temanmu sudah menunggu di pusat kota”

Aku mengucapkan salam perpisahan kepada kamar kecil ini dan rumah yang ke tempat dari kecil. Aku keluar rumah sudah melihat ayah dengan karpet terbang andalannya, aku sedikit tertawa melihat karpet itu. Sudah berulang kali untuk membeli karpet yang baru dan ayah tidak pernah mau, dia berkata karpet itu memiliki banyak kenangan bersama ibu.

Aku berjalan menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Ia tersenyum dan memujiku sangat cantik tapi memang tidak salah. Aku memang cantik, banyak pria yangku tolak cintanya.

Ayah menepuk karpet ini seketika dia melayang dengan mudah. Kutatap sekali lagi rumah yang akan aku tinggal selama 1 tahun setengah. Rumah yang sangat aku rindukan nantinya.

Karpet yang kunaiki ini, berwarna merah kehitaman dengan pola-pola indah. Didunia sihir ini juga memiliki beberapa peraturan, kita hanya boleh memakai sapu terbang, karpet terbang dan lainnya ketika urusan jauh tapi kalau tidak kita akan memilih transportasi darat, seperti jalan kaki, menaiki kuda dan lain-lain

Karpet tua ini melaju akhirnya sampai di stasiun teleportasi. Aku sudah Abi, Saddam dan Maryam.

“Karin kau sangat lambat” protes Maryam yang menunggu lama di stasiun.

“Seperti biasa” Abi bangun dari duduknya dan salam kepada ayah “Calon ayah sudah datang, selamat pagi ayah”

Aku langsung melotot kepada Abi, selama 2 tahun terakhir aku tahu dia menyukaiku namun aku tidak begitu menanggapinya. Abi pria yang baik tapi aku berpikir aku masih terlalu dini untuk mengenal laki-laki.

Ayah sedikit tertawa karena sapaan Abi. Ayah Abi dan ayahku memang sangat dekat, mereka suatu profesi di pusat kota.

“Aku akan merindukanmu , walaupun hanya 10 hari tapi bagikan 10 bulan” suara dramatis dari Saddam. Saddam memang anak yang periang. Dia ssuka sekali membuat kami tertawa.

Karena usia teman-temanku sudah 18 tahun, mereka sudah terikat dengan Penjaganya dan tinggal aku sendiri yang belum. Aku bertemu mereka 10 hari lagi ketika di Hollywings untuk melanjutkan tingkat 1 kami.

Tidak terasa 10 menit sudah berlalu, tawa kami terpaksa berhenti karena aku harus pergi. Aku memeluk mereka semua dan mengucapkan selamat tinggal.

Ayah mengiringku ke dalam, ada banyak tabung bening yang diameternya sekitar 2 meter dan tujuanku ke desa Chora.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!