Kirana menutup matanya sambil menghelakan nafasnya, ia berusaha untuk menenangkan pikirannya.
"Lalu bagaimana kata tuan Kandaga?" tanya Kirana.
"Tuan Kandaga tidak mempermasalahkan hal itu, dia mengijinkan dokter Arthur untuk menangani pasien tersebut." jawab Vano.
"Baiklah, kau bantu Arthur untuk mempersiapkan operasi."
"Baik dokter Kirana." Vano membungkukan badannya lalu pergi meninggalkan Kirana.
Gadis itu membuang nafasnya dengan kasar. "Aku ingin sekali mengoperasi pasien itu." gumamnya
Suara ponsel yang berdering membuat perhatian Kirana teralihkan, gadis itu membawa ponsel yang ia simpan di saku jas putihnya.
"Halo mami?"
"Sayang, kamu sibuk?" tanya Kala disebrang sana.
"Tidak mami, Kirana senggang."
"Baiklah kalau gitu, nanti malam pulang ke rumah terlebih dahulu, mami sudah memasakan kuah pangsit kesukaanmu."
"Baik mami."
Kirana memutuskan panggilan tersebut secara sepihak lalu kembali menyimpan ponsel di saku jas putihnya.
***
Kirana dan juga Tuan Kandaga selaku atasannya memasuki ruang pengawasan operasi yang sedang dilakukan oleh dokter baru tersebut.
"Operasi ini akan memakan waktu 1 jam, kau tidak pulang saja?" tanya tuan Kandaga kepada Kirana.
Kirana menggelengkan kepalanya dengan mata yang masih fokus ke depan.
"Aku ingin melihat cara kinerja dokter baru itu." ucap Kirana
Tuan Kandaga terkekeh mendengar ucapan dari Kirana. "Aku sudah tahu kau pasti ingin mengambil operasi inikan?" tanya tuan Kandaga.
Tetapi Kirana diam saja tidak menjawab pertanyaan dari atasannya itu.
"Arthur, dia laki laki yang ambisius. Dia memaksaku untuk mengijinkannya mengambil operasi ini, aku menyukainya."
"Kau menyukai Arthur?" tanya Kirana kaget.
"Maksudku, aku menyukai sikapnya yang ambisius."
Kirana hanya menganggukan kepalanya. "Belajar lah dari Arthur agar kau..."
"Aku akan pulang." potong Kirana langsung pergi dari ruang pengawasan.
Tuan Kandaga menggelengkan kepalanya, seolah sudah terbiasa dengan sikap Kirana itu.
"Selalu saja aku dibanding-bandingkan dengan dokter lain."
"Jika saja dia bukan atasanku sudah aku..."
Kirana sangat kesal sekali kepada atasannya itu, ia mengumpatnya dalam hati.
Saat sedang berjalan menuju tempat parkiran, di lobby rumah sakit Kirana melihat Danial yang tadi ia periksa kesehatannya.
"Bukankah itu Danial? kenapa dia keluar dari kamarnya." gumam Kirana kebingungan lalu dengan segera pergi menghampiri Danial.
"Danial, sedang apa kau disini?" tanya Kirana.
"Ah Kirana, aku sedang berbicara dengan sahabatku." ucapnya sambil menunjuk kearah seorang pria yang sedang menatapnya dengan intens.
"Sahabatmu? kenapa tidak dikamar saja?"
"Tidak apa-apa, aku ingin mencari udara segar saja. oh iya perkenalkan ini sahabatku namanya Rezvan."
Kirana langsung mengerutkan keningnya begitu mendengar nama tersebut, ia langsung menatap laki-laki itu.
"Ada apa Kirana?" tanya Danial.
"Ah tidak, a-aku harus kembali kerumah. jika kau sudah lelah pergilah ke kamarmu."
Danial menganggukan kepalanya dengan senyuman hangat yang masih ia pancarkan.
"Baiklah, hati-hati."
Kirana menganggukan kepalanya lalu pergi meninggalkan Danial dan sahabatnya di lobby rumah sakit.
Saat sampai di parkiran Kirana langsung memasuki mobilnya dan memasang sabuk pengaman.
"Mungkin namanya saja yang sama, dia tidak mirip dengan laki-laki yang ku kenal dulu." gumam Kirana langsung menyalakan mesin mobilnya.
"Kenapa kau menatap Kirana seperti itu?" tanya Danial.
"Tidak, hanya saja namanya sangat mirip dengan gadis yang aku temui saat kecil."
"Gadis?"
Rezvan menganggukan kepalanya. "Ayo akan aku antarkan ke kamarmu" ucapnya sambil mendorong kursi roda yang sedang di duduki oleh Danial.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments