Chapter 3

Curr...

Cairan manis membasahi rambut. Tapi, untungnya rambut itu bukan milik Anna. Ia berhasil menepis kotak jus sebelum sempat tumpah di kepalanya. Justru orang itu yang rambutnya basah dan lengket. Tepat seperti bumerang yang pada akhirnya menyerang orang yang melemparnya.

Wajah orang itu terlihat merah padam, antara malu dan kesal. Ia melayangkan tamparan keras di pipi Anna. Bekasnya meninggalkan rona merah menunjukan betapa kasarnya sentuhan itu.

Anna hanya diam meski sorot matanya tetap tajam. Melihat korbannya hanya diam tak berani membalas, orang itu menambahkan cibirannya.

"Oops, maaf. Siapa suruh wajahmu terlalu polos. Aku jadi tak tahan untuk menaruh sedikit perona di pipimu. Tapi, aku tak membawa tas make-up ku."

Orang itu bangkit untuk pergi. Ia sudah tak tahan untuk membersihkan dirinya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Anna menjulurkan kakinya membuat orang itu terjatuh. Anna tak berniat membalas lebih lanjut kali ini. Terlalu mudah jika hanya dibalas dengan penindasan balik.

"Ingat baik-baik. Ini baru permulaan saja. Kedepannya akan lebih menyakitkan. Kau yang memulai, maka jangan salahkan aku bertindak kejam", ancam orang itu berlalu pergi menahan sakit di lututnya.

Anna tak terasa terusik sedikitpun. Ia tetap tenang tanpa merasa takut atau cemas sedikitpun. Ia justru mengingat baik-baik wajah orang itu, untuk menambahkannya dalam daftar hitam. Ia tak dapat mengetahui namanya. Orang itu tak mengenakan pin nama. Secara peraturan sekolah, seharusnya sekarang kredit poinnya sudah berkurang 5.

Disekolah ini, ada sistem yang diberi nama kredit poin. Setiap siswa baru, akan punya 300 kredit poin awal. Bila seorang murid melanggar peraturan, kredit poinnya akan berkurang sesuai ketentuan. Begitupun sebaliknya. Seorang murid yang mendapatkan prestasi bisa menambah jumlah kredit poinnya.

Jika kredit poinnya sudah dibawah 50, sekolah akan mengeluarkan surat peringatan. Apalagi kalau sampai minus, bisa-bisa diskors atau bahkan dikeluarkan.

Namun, semua hal itu seringkali tak berlaku bagi mereka anggota OSIS. Karena mereka yang bertindak di lapangan, seringkali berbuat semena-mena. Bahkan, seorang murid bisa tanpa sebab dikurangi poin kreditnya kalau membuat mereka tak senang.

Meski sangat sering terjadi terang-terangan, sekolah tetap menutup mata akan pelanggaran muridnya itu. Kepala sekolah takut hal yang sudah dianggapnya sepele dan biasa itu, menyebabkan orang tua mereka menghentikan aliran dananya. Ya, mereka yang terpilih menjadi anggota OSIS sudah pasti adalah anak donatur besar sekolah.

Setelah menyusuri lorong sekolah selama 5 mnt, Anna berhasil menemukan ruang loker. Ia mampir ke toilet sebentar untuk cuci muka dan langsung kembali ke kelas. Ia tak mau telat masuk dan sampai dihukum lagi. Poin kreditnya sekarang sudah tinggal 100.

***

"Anna, kamu dari mana saja?", tanya Doona. Anna baru sampai 2 menit sebelum bel masuk berdentang.

"Ah, bukan waktunya menanyakan soal itu. Kau sudah mengerjakan PR belum?", lanjut Doona.

"PR yang mana?", tanya Anna balik.

"Aduh, masa kau lupa. PR matematika fariabel pekan lalu. Jangan-jangan kau belum mengerjakannya?", jawab Doona melihat sahabatnya bingung.

"Cepat sudah aku sudah kirim salinan jawaban punyaku. Cepat kirimkan ke email Mister Jae-Hwa", lanjut Doona panik. Anna langsung mengirim jawaban ke email gurunya itu.

Ting!

Terdengar suara notifikasi handphone dari pintu kelas. Rupanya gurunya yang terkenal killer itu sudah tiba. Pria itu membuka layar handphonenya menatapnya sekilas. Tertera email siswanya dari kelas yang akan diajarnya. Setiap siswa memiliki akun email khusus sebagai murid. Dengan format unik mencakup nama lengkap dan kelasnya. Email itu digunakan untuk mengirim tugas seperti yang Anna lakukan tadi.

Pelajaran dimulai. Kelas senyap dan tenang. Tak ada satupun yang berani bersuara. Saking heningnya, yang terdengar hanyalah suara Mister Jae-Hwa dan detak jam dinding.

"Siswa no. 12 tolong jelaskan apa itu inflasi."

Di tengah pelajaran, tiba-tiba Anna ditunjuk untuk menjawab pertanyaan. Itu bukan hal aneh sebenarnya. Yang aneh justru kenapa gurunya itu bertanya sesuatu yang belum pernah diajarkannya. Terlihat jelas sekali sedang berusaha menyusahkan.

"Kau tahu jawabannya?", tanya seseorang berbisik.

"Entahlah. Kita tunggu saja si bodoh itu dihukum", jawab temannya amat sangat pelan.

"Dengar-dengar, Mister Jae-Hwa kalau potong poin lumayan besar", sahut temannya lagi dengan suara semakin pelan. Khawatir terdengar.

Di sekolah ini, para murid belajar dua kali lebih cepat dari sekolah biasa. Itu saja sudah cukup membuat kewalahan. Jarang sekali ada murid yang mau belajar lebih dari kurikulum sekolah. Tentunya Anna yang dulu tidak mungkin termasuk di antara mereka. Karena semua teman sekelasnya tahu kalau Anna selalu menempati rangking terakhir di kelas.

Sebenarnya bagi Anna pertanyaan itu sangat mudah sebagai mantan agen mata-mata yang harus serba bisa. Tapi, ia tak berniat untuk menjawab. Demi menghindari terlihat unggul hingga waktunya nanti. Melihat muridnya hanya diam tak menjawab, Mister Jae-Hwa mendesak.

"Kenapa diam saja? Poinmu akan ditambah 50 kalau menjawab benar. Tapi jika tak mau menjawab atau jawabanmu salah, poinmu akan dikurangi 100", ancam Mister Jae-Hwa dingin.

Anna bertanya pada Doona berapa jumlah kredit poinnya terakhir kali. Mengingat bahwa kredit poinnya sudah tinggal 100 saja, dalam hati ia mengutuk dirinya yang sebelumnya. Baru awal semester genap kelas 2, tapi poinnya sudah hampir sekarat. Anna mau tak mau harus menjawab. Kalau tidak nanti ia bisa dikeluarkan. Sekarang ia belum boleh pergi. Ia masih belum membalas dendam.

"Inflasi adalah keadaan dimana harga jual barang maupun jasa terus menerus mengalami kenaikan dalam jangka waktu tertentu. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin."

Anna menjawab dengan tenang. Karena merasa jawabannya sudah cukup, ia berhenti berbicara. Semua siswa dibuat terkejut. Anna, siswa terbodoh di kelas mereka?, pikir mereka dalam hati. Hanya Mister Jae-Hwa yang masih dengan ekspresi datarnya.

"Baik, itu sudah cukup. Nanti saya akan berbicara dengan bagian kredit poin untuk menambahkannya ke akunmu", ujar Mister Jae-Hwa.

"Boleh saya minta 50 poin lagi?", pinta Anna memanfaatkan kesempatan.

"Beri alasan kenapa saya harus menyetujui usulan mu", sahut Mister Jae-Hwa tidak menyetujui namun juga tidak langsung menolak.

"Kalau Anda bertanya, sudah sewajarnya Anda memberi apresiasi bagi murid yang menjawab benar, bukan? Jadi, masuk akal bagi saya meminta lebih untuk kompensasi pertanyaan pelajaran yang belum Anda ajarkan?", jawab Anna santai.

Plok-plok-plok...

Mister Jae-Hwa tak berbicara dan hanya bertepuk tangan. Anna tak mengerti apa yang dimaksud oleh gurunya itu. Apakah sebuah persetujuan? Atau justru penolakan? Kalau menebak dari raut wajah, tentu akan mengira penolakan. Sebelumnya, dahi pria itu memang sempat mengerut sekilas.

...----------------...

Bersambung...

Apakah Anna akan dihukum karena terkesan melunjak?

Ikuti terus kisahnya!

Mohon maaf late post. Lagi sibuk banget pekan kemarin (**)

Terpopuler

Comments

EnSu Chan

EnSu Chan

ashiapp

2023-01-10

0

Cellestria

Cellestria

tetap semangat thor🔥

2023-01-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!