Pagi menyapa, cahaya matahari mulai menembus celah jendela kamar seorang gadis yang masih terlena dalam mimpinya. Perlahan gadis itu mengerjapkan matanya saat dia merasa sesuatu yang hangat mengusik tidurnya.
Tak berselang lama, sebuah ketukan pintu terus berulang dan sontak membuat gadis itu membuka matanya dengan lebar.
“Freesia Lovina, bangun!” teriak Anne dari balik pintu. “Dalam hitungan ke lima kau tidak bangun, jangan salahkan bibi jika tidak ada jatah sarapan untukmu,” ancam Anne, wanita itu lalu mulai menghitung mundur. “Lima... empat... tig...” Anne tak melanjutkan hitungannya karena sebelum hitungan ke tiga pintu kamar terbuka lebar dan menampilkan seorang gadis dengan penampilan yang sangat berantakan. Kancing piyama yang tak terpasang pada tempatnya, rambut panjang yang lebih mirip dengan rambut singa, serta noda putih bekas air liur masih menempel di sudut bibirnya.
“Kenapa bibi selalu mengancamku dengan makanan. Tidak bisakah bibi membiarkanku tidur lebih lama lagi. Ini hari minggu bi, waktunya bermalas-malasan,” protes Freesia dengan suara serak, tak lupa tangannya yang sedang sibuk membersihkan kotoran di matanya.
“Tidak ada yang namanya hari malas-malasan. Sekarang cepat mandi dan bantu bibi di toko bunga!” seru Anne dengan tangan berkacak di pinggangnya.
“Kalau orang tuaku masih hidup mereka pasti tidak akan segalak bibi,” keluh Freesia, sebuah keluhan yang bahkan tak mempan lagi untuk meluluhkan hati Anne.
“Jika mereka masih hidup, mereka pasti malu memiliki anak malas sepertimu!” sahut Anne tak mau kalah dengan keponakannya.
“Ya ya, karena itulah mereka memilih meninggalkanku,” celetuk Freesia, gadis itu lalu kembali masuk ke dalam kamar dan pergi ke kamar mandi, sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Freesia menghentikan langkahnya, gadis itu lalu menoleh pada bibinya . “Bi, kau masih berhutang padaku soal kematian mereka,” ujar Freesia, gadis itu lalu mengerlingkan matanya ke arah Anne.
Sementara itu Anne hanya bisa menghela nafas yang terdengar begitu berat, sejak Freesia mulai tumbuh remaja gadis itu kerap menerornya dengan pertanyaan yang sama, yaitu mengenai penyebab kematian kedua orang tuanya.
Selama ini Anne bungkam dan menyimpan rahasia kematian kakak serta kakak iparnya, baginya tak perlu lagi mengungkit luka lama yang bahkan belum mengering.
Di meja makan, Anne telah menyiapkan roti serta segelas susu hangat untuk keponakannya.
“Roti lagi, susu lagi. Bosan bi,” rengek Freesia seraya menatap malas roti dan segelas susu yang ada di hadapannya.
“Kalau begitu tidak usah makan,” Anne menarik piring yang berisi roti itu menjauh, namun tangan Freesia dengan sigap menahan piring tersebut.
Dengan sedikit terpaksa akhirnya Freesia menjejalkan roti ke dalam mulutnya.
“Katanya bosan,” sindir Anne sambil terekeh saat melihat mulut keponakannya menggembung karena sesak anak makanan.
“Terpaksa, dari pada tipesku kumat,” sahut Freesia kesal.
Meski memiliki darah Belanda, namun Freesia lebih menyukai sarapan ala orang Indonesia, dari pada selembar roti tawar beroleskan selai dan segelas susu hangat, Freesia lebih memilih nasi uduk dan teh tawar hangat sebagai menu sarapannya.
Kedua wanita berbeda generasi itu menikmati sarapan mereka dalam hening.
Seperti biasanya, setelah sarapan Freesia bertugas mencuci piring. Setelah pekerjaan rumah selesai, keponakan dan bibi yang jarang akur itu pergi ke Anne Florist.
Freesia mengayuh sepedanya sambil tersenyum, embusan angin menyapu wajah serta mengibarkan rambut panjang berwarna cokelat miliknya, membuat gadis itu tampak bersinar secerah mentari pagi ini. Jangan lupakan earphone yang menggantung di kedua sisi telinga gadis kecil itu, bibirnya yang mungil berkomat-kamit ikut menyanyikan lagu yang tengah di dengarnya.
Saking asyiknya bersepeda dan bernyanyi, Freesia sampai tak menyadari jika ada sebuah mobil yang melaju kencang dari arah bersamaan. Di sebuah pertigaan Freesia membelokkan sepedanya, namun di saat yang sama sebuah sedan mewah juga berbelok dan tak sengaja menyerempet sepeda Freesia.
Brak...
Freesia terjatuh bersama sepedanya, kaki kirinya tertimpa badan sepeda sementara kaki kanannya seolah melayang di udara, gadis itu mengalungkan earphone nya di leher lalu menatap tajam mobil yang telah membuatnya terkapar di pinggir jalan.
“An**jing, babi, sapi, kutu busuk, kamvret,” umpat Freesia kesal, gadis kecil itu lalu berusaha berdiri dan tidak menyadari jika mobil yang telah menyerempetnya juga menepi.
“Are you okay?” tanya seorang pria dengan nada rendah dan terkesan berat, suara bass dari pria itu terdengar sexy.
“Mata loe buta, nih lihat kaki gu...” Freesia tak melanjutkan kalimat makiannya, gadis itu terpaku di tempatnya dengan bola mata yang hampir keluar. Freesia lalu mengedipkan matanya berulang kali, memastikan jika dia tidak sedang berhalusinasi.
“Hey, are you okay?” ulang pria itu seraya menjentikkan jari di depan wajah Freesia.
“Eh anu, gu.. maksudnya saya baik baik saja,” jawab Freesia gugup, bagaimana tidak, jika pria yang baru saja di makinya adalah Josh, kapten tampan yang di claim menjadi miliknya.
Josh membantu mengangkat sepeda yang menimpa kaki Freesia, dengan hati-hati Josh juga membantu Freesia berdiri.
"Kita harus ke rumah sakit, sepertinya kakimu terluka," ajak Josh khawatir.
Sementara Freesia fokus menatap wajah pria pujaannya yang begitu dekat, bahkan Freesia bisa mencium aroma vanila dari tubuh pria yang sedang membantunya itu. Freesia seolah terhipnotis, gadis itu melongo saat melihat dengan jelas pahatan wajah tampan milik Josh.
"Hey, kita harus ke rumah sakit," ajak Josh lagi, kali ini pria itu menatap wajah Freesia yang terlihat seperti gadis bodoh.
"Josh, ayolah. Aku hampir terlambat!" teriak seorang wanita dengan nada kesal, mau tidak mau Freesia menjauhkan diri dari Josh.
"Auw," pekik Freesia keras, saat dia menggeser kakinya, dia merasa kesakitan.
"Kakimu pasti cedera," ucap Josh yang kembali fokus pada Freesia setelah sempat menoleh ke belakang di mana seorang wanita tengah menunggunya.
"Josh, cepat!" teriak wanita itu tak sabaran.
Pria bernama Josh itu menoleh setelah mendengar teriakan dari wanita yang sedang menunggunya di samping mobil. "Jen, bersabarlah. Gadis ini terluka," jawab Josh.
"Beri saja beberapa uang untuknya, aku tak bisa menunggu lagi Josh!"
"Saya baik-baik saja, sebaiknya anda pergi sekarang," sela Freesia, gadis itu sedikit kesal pada wanita yang mengganggu momen nya bersama Josh, namun sebisa mungkin Freesia menunjukkan sikap lemah lembutnya di hadapan pria yang di idamkannya itu.
"Tapi kakimu terluka!" ujar Josh ragu meninggalkan Freesia.
"Tidak papa tuan, tujuan saya sudah dekat," jawab Freesia.
"Baiklah kalau begitu. Aku sungguh minta maaf,"Josh mengeluarkan dompet dari sakunya, pria itu lalu memberikan kartu namanya kepada Freesia. "Hubungi aku jika kakimu terluka parah."
Freesia hanya mengangguk kaku, di tatapnya punggung Josh yang sudah menjauh.
"Joshua Janszen," Eja Freesia seraya menatap kartu nama yang berada di tangannya.
"Kau milikku, bim salabim!"
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Nenieedesu
sudah aq favoritkan kak
2023-06-13
0
Sakura_Merah
waduh... isi kebun binatang ikutan keluar
habis keselek lebah neng 🤭
2023-01-21
0
👑Ria_rr🍁
aku rasa² si Frey ini suka makan bon cabe
2023-01-18
0