Diancam

Perih tapi tidak sebanding dengan perihnya luka di hatiku ketika mendengar kabar orang tua yang aku sayangi sepenuh jiwa masuk penjara.

“AYAH KETERLALUAN, AYAH JAHAT, AYAH EGOIS. AYAH TEGA PADA BAPAK, AKU MENYESAL KETEMU SAMA AYAH. AYAH BUKAN AYAHKU.”

Aku memukul lengan ayah dengan keras, namun yang dipukul seolah tidak terjadi apa-apa.

“Aku mohon cabut tuntutan ayah pada bapak, aku akan lakuin apapun asal bapak tidak dipenjara yah, aku mohon..hiks..hiks.”

Kali ini aku memeluk lutut ayah, aku melihat mata ayah berkaca-kaca tapi aku tidak tau arti dari mata itu. Yang aku tau ayah sangat egois, ayah hanya mementingkan dirinya sendiri.

“Aku akan tinggal di rumah ayah, aku akan patuh dengan perintah ayah asal ayah cabut tuntutan ayah terhadap bapak. Hiks..hiks.”

“Baik, ayah akan cabut tuntutan ayah pada bapakmu tapi kamu harus mau menikah dengan pilihan ayah.” Ucap ayah pelan tapi menusuk.

“Yah, apa tidak ada syarat lain?, menikah adalah jalan hidup masa depanku ayah, dan aku tidak mau menikah tanpa mengenal calon suamiku siapa.” Ucapku dengan nada tinggi.

“Baik kalau begitu jangan salahkan ayah jika bapakmu mendekam di penjara.” Ayah berdiri hendak keluar.

“Baiklah aku akan menikah dengan pilihan ayah. Tapi setelah menikah nanti jangan pernah anggap aku anakmu, anggap ayah hanya punya anak laki-laki.”

Mungkin aku dibilang anak durhaka, tapi kelakuan ayah betul-betul keterlaluan, entah motif apa dia memaksakan kehendaknya untuk menikahkanku dengan pilihannya.

“Baiklah, 10 menit kedepan menelponlah di kampung. Kamu akan mendengar kabar bahwa bapakmu telah bebas, dan sekalian ajak mereka menyaksikan pernikahanmu minggu depan.” Ucap ayah seraya meninggalkan ruangan.

Sebelum betul-betul keluar dari ruanganku, aku sempat melihat jari ayah menghapus air mata yang keluar.

“Fahmi, tolong temani Nayla sampai pulih. Urusan kantor untuk sementara biar aku yang urus.” Ucap ayah memegang bahu kak Fahmi.

“Iya pak.”

Kak Fahmi berusaha membantuku untuk kembali ke ranjang, namun aku menepis tangannya dengan kasar.

“Jangan sentuh aku, aku mau pulang di kos. Aku tau kak Fahmi dan kak Dirga pura-pura baik padaku padahal sama seperti ayah.”

“Maksud kamu apa Nay?, aku tidak mengerti.” Kak Fahmi pura-pura bingung.

“Jangan belaga bego, tadi kak Fahmi biacara sama kak Dirga soal perjodohan ini kan?, Kak Fahmi sebelumnya sudah tau dengan perjodohan ini, apa kalian sengaja ingin menjebakku?, apa sebenarnya aku ini bukan anak kandung dari orang tua yang sangat egois itu.” Aku masih belum terima dengan jalan hidupku sendiri.

“Astaghfirullah Nayla, kamu istighfar. Tidak baik bicara begitu sama ayah sendiri. Banyak diluar sana yang ingin melihat wajah orang tuanya, kamu beruntung bisa dapat dua ayah dan dua ibu sekaligus.” Jelas kak Fahmi dengan mata berkaca-kaca.

“Aku tidak mau punya ayah seperti dia, kalau kak Fahmi mau, ambil saja dia sebagai ayahmu.” Bentakku lalu berlari keluar ruangan, tidak peduli suster berusaha mencegahku.

Saat tiba di depan pintu rumah sakit, tidak sengaja aku menabrak seseorang.

Brukk.. aku terjatuh tepat di depannya.

“Maaf kak aku…” Aku kaget setelah melihat siapa yang telah aku tabrak. Rasanya dunia betul-betul sempit.

Sejak kejadian di rumah sakit, aku menjadi sosok pendiam dan lebih menyibukkan diri dengan kegiatan kampus. Tapi tidak saat aku bersama teman-teman pengurus lembaga, saat bersama mereka aku tetap ceria. Tak jarang aku juga ketiduran di sekretariat saking lelahnya. Setiap hari rasanya kaki terasa berat untuk pulang ke rumah, rumah mewah yang menurutku bagai neraka dunia.

“Nayla, sebentar malam calon suamimu beserta keluarga akan datang ke rumah. Kamu jangan telat pulang.” Pesan ayah melalui WA, namun aku enggan untuk membalas.

Saat aku hendak menyimpan ponsel dan beralih pada laptop, tiba-tiba ponselku berdering pertanda telpon masuk. Dengan malas aku meraih kembali ponsel itu, nama kak Fahmi tertera disana.

“Assalamu’alaikum!” Sapaku malas.

“Wa’alaikumsalam, kamu dimana? Pak Anton minta aku untuk jemput.” Ucap kak Fahmi dingin.

“Ya elah, baru juga jam empat. Tidak usah jemput, bilang sama bosmu itu kalau aku akan pulang tepat waktu.” Ucapku dengan nada tinggi, sehingga mengalihkan perhatian teman yang ada dalam sekret.

“Tinggal bilang aja kamu dimana? Tidak usah ngebentak gitu.”

Kali ini aku heran dengan kak Fahmi, bukannya yang marah itu harusnya aku malah dia yang dingin bangat.

“Aku di sekret dan akan pulang jam lima, jadi kak Fahmi tidak usah jemput.” Jawabku mematikan telpon.

“Kamu kenapa sih Nay? Belakangan ini marah-marah mulu. Kamu lagi PMS ya?” tanya Rio ketua lembagaku.

“Nggak. Aku hanya kesal saja.” Jawabku kembali menatap laptop.

“Kesal ya pasti ada sebabnya lah, Nay.”

“Ya, nggak usah dibahas, nggak penting. Aku mau lanjut kerja Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) kegiatan kemarin.”

Saat aku kembali menatap laptop, masuklah 6 orang pria yang merupakan pengurus lembaga juga.

“Rio! Nayla! Sebentar malam ada acara di rumah ketua lembaga Fakultas Teknik dan kita semua diundang hadir disana.” Ucap Yahya seraya mengangkat undangan berwarna biru.

“Malam lagi?” tanyaku.

“Iya, Nayla. Malam, emang kenapa? Jangan bilang kamu tidak bisa. Ini undangan khusus loh.” Ucap Yahya duduk di kusri kebanggaannya.

“Bukan itu, soalnya aku sekarang tidak pakai motor jadi tidak bisa kesana.” Kilahku.

“Kamu sama aku aja Nay.” Timpal Arkan.

Seketika tawaku meledak dikala mendengar tawaran Arkan. “Ha ha ha! Kamu niat mau bunuh aku? Atau kamu udah bosan pacaran sama Ririn?” jawabku terpingkal. Pasalnya, pacar Arkan sudah kaya nenek lampir, cemburuan.

“Kamu tau kan? Ririn itu cemburunya kuat. Jangankan kamu boncengin aku, setiap kali aku nitip minuman saja sama kamu mukanya sudah kaya orang kepedasan.” Lanjutku membuat teman yang lain tertawa.

Saat kami asyik tertawa, tiba-tiba kak Fahmi datang.

“Assalamu’alaikum.” Salamnya yang dijawab serentak oleh kami semua.

“Cari siapa, mas?” tanya Yahya.

“Nayla, dek.” Jawabnya sopan.

Sebenarnya aku melihatnya dan tau dia mencariku tapi biarkan saja Yahya yang temui. Namun sebelum Yahya balik padaku, aku lebih dulu menghampri mereka.

“Kamu ngapain sih? Sudah dibilang tidak usah jemput.” Ucapku kesal pada kak Fahmi.

“Aku hanya menjalankan tugasku.”

“Ya sudah, aku masih ada kerjaan. Kalau kamu masih ngotot mau jemput, silahkan menunggu.” Aku berbalik hendak melanjutkan kerjaan.

“Nggak boleh gitu, Nay. Kamu sudah di jemput. Kan bisa lanjut di rumah itu laporannya.” Yahya menimpali.

“Di rumah otakku buntu, Ya. Tidak bisa berpikir buat nyelesaiin laporan.” Jawabku acuh dan meninggalkan mereka di depan pintu.

“Ya sudah, mas, tunggu di dalam aja. Nayla memang gitu akhir-akhir ini, maklumlah dia cewek mungkin lagi PMS.” Yahya mengajak kak Fahmi masuk.

“Sembarangan kamu, Ya! Memang tadi kamu tidak lihat aku ke mushola? Pake bilang aku lagi PMS.”

Saat aku mengerjakan laporan, kak Fahmi bersama para pengurus lembaga lainnya ngobrol sambil menikmati gorengan yang di bawa oleh Arkan, Yahya, Andri, Yudi, Edo dan Andi. Mereka memang gampang berbaur dengan orang sehingga tidak kaku saat bersama kak Fahmi yang terlihat lebih dewasa daripada mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!