Kasih Sayang Aliyah

"Aliyah Sayang, sebelumnya aku minta maaf ya!" ucap Hafiz dengan perlahan.

Aliyah tersenyum. Dia sudah tahu apa yang ingin dikatakan Hafiz setelah ini. Aliyah sudah berbesar hati untuk menerimanya.

Hafiz membuang nafasnya dengan berat. Hafiz berusaha mengolah kata dengan sebaik mungkin agar Aliyah tidak sakit hati dan bisa kembali menerima keputusannya.

"Aku belum siap Sayang!"

Aliyah memejamkan matanya mendengar perkataan suaminya. Ternyata benar dugaannya. Suaminya sampai detik ini belum siap punya anak.

Aliyah memang bisa menerima keputusan ini. Namun, ia ingin sekali bertanya dengan serius kenapa sampai detik ini Hafiz belum siap.

"Kalau boleh tahu, kenapa sampai saat ini Mas Hafiz belum siap?" tanya Aliyah dengan perlahan.

"Mas Hafiz tidak ingin menjadi Ayah?" lanjutnya.

Hafiz tersenyum tipis. Dia membayangkan bagaimana jika nantinya menjadi seorang ayah. Ingin, Hafiz ingin.

Aliyah mengubah posisinya menjadi duduk berhadapan dengan suaminya.

"Aliyah tidak memaksa Mas. Kebahagiaan Mas Hafiz itu adalah yang terpenting bagi Aliyah. Bagi Aliyah, yang penting Mas Hafiz bahagia. Udah itu cukup!" tutur Aliyah yang tidak ingin hal ini membuat suaminya terbebani.

Hafiz tersenyum, lalu menggenggam erat tangan Aliyah seolah takut kehilangan istrinya.

"Kenapa sih kamu kok baik banget jadi istri?" tanya Hafiz kepada Aliyah dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Aliyah langsung cemberut melihat suaminya yang ingin menangis.

"Mas Hafiz, Aliyah tanya gini nggak ada niatan bikin Mas Hafiz nangis. Aliyah nggak maksa loh. Seriusan!" ucap Aliyah dengan wajah yang menggemaskan menurut Hafiz.

"Tuhan baik banget sih ngasih aku istri sebaik kamu. Padahal aku juga bukan laki-laki yang baik. Aku dikasih bidadari secantik dan sebaik ini sama Tuhan." ucap Hafiz.

Aliyah hanya tersenyum.

"Aliyah!" panggil Hafiz.

"Iya?" jawab Aliyah dengan lembut.

"Kamu tahu kan kalau sejak kecil aku kurang kasih sayang keluarga? Sejak bayi aku nggak pernah ketemu ayahku. Ibuku juga tidak begitu menyayangiku. Duniaku ini seolah gelap Aliyah. Terus kamu datang memberikan cahaya yang sangat terang. Kamu itu cahayaku. Kamu memberikan aku kasih sayang, perhatian, dan kamu memperlakukanku dengan sangat baik. Ada ayahmu juga yang membuat aku merasakan bagaimana rasanya punya ayah. Ada keluarga besar mu juga yang sangat menerima kehadiranku dengan baik. Hari-hari ku terasa lengkap dan hangat Aliyah. Semua ini karena kamu!" jelas Hafiz dengan tatapan yang teramat dalam kepada Aliyah.

Aliyah membalas tatapan itu dengan tatapan yang penuh kasih sayang.

Suaminya ini memang anak yang malang. Kehadirannya tidak pernah diharapkan oleh ibunya. Ayah dan ibunya dulu menikah karena kecelakaan yang mengakibatkan ibunya hamil di luar nikah.

Ayah dan ibunya dulu bukanlah sepasang kekasih. Masing-masing dari mereka sudah memiliki kekasih.

Namun, karena mereka terlibat dalam pergaulan yang salah yang menyebabkan kehadiran Hafiz, yang katanya kehadirannya tidak pernah diharapkan oleh semua orang. Terpaksa ayah dan ibunya harus menikah.

Setelah ibunya melahirkan, mereka bercerai.

Lalu ibunya pergi jauh untuk bekerja, sedangkan ayahnya juga pergi entah kemana. Tidak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi.

Hafiz tinggal bersama neneknya. Ibunya tidak pernah menyayangi Hafiz. Ibunya selalu berkata jika Hafiz adalah penyebab masa depan ibunya rusak. Menyebabkan ibunya ditinggal oleh kekasihnya juga.

Hafiz juga tidak berusaha mencari ayahnya karena timbul rasa kebencian kepada ayahnya karena tega menelantarkan anaknya begitu saja.

Namun, lima tahun yang lalu, Aliyah mengajak Hafiz untuk mencari ayah Hafiz. Aliyah tidak ingin Hafiz menyimpan rasa dendam kepada ayahnya.

Tentu saja mencari itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi ibu Hafiz juga enggan memberikan informasi atau bantuan yang bisa Aliyah dan Hafiz jadikan modal untuk pencarian.

Mencari informasi tentang siapa dan dimana keberadaan ayahnya membutuhkan perjuangan yang keras.

Hingga pada akhirnya, perjuangan mereka bisa terbayar lunas setelah Hafiz bisa mengetahui wajah dan dimana ayahnya berada.

Akhirnya Hafiz tahu bagaimana wajah ayahnya. Setelah sebelumnya ia hanya tahu namanya saja dari akta kelahiran yang ia punya.

Hafiz jadi mengerti jika ternyata wajahnya mirip ayahnya. Walaupun sayangnya Hafiz hanya bisa melihat wajah ayahnya dari foto peninggalan yang berada di rumah saudara ayahnya.

Wujud secara nyata Hafiz tidak bisa bertemu, tidak bisa bersalaman untuk pertama kalinya, dan tidak bisa memeluk untuk pertama kalinya juga.

Hafiz hanya bisa memeluk nisan ayahnya. Ayahnya telah tiada karena sakit. Katanya sudah meninggal sejak tiga tahun yang lalu.

Jika dihitung sampai detik ini. Itu artinya ayahnya sudah meninggal enam tahun yang lalu.

"Aliyah Sayang. Aku sudah terbiasa dengan segala kasih sayang yang kamu berikan. Kamu selalu menomor satukan aku." Hafiz menghentikan ucapannya.

"Aku hanya takut. Takut kalau kita punya anak nanti, aku bukan yang satu-satunya lagi. Apalagi kata teman-temanku di kantor, sejak mereka punya anak, istrinya lebih sayang kepada anaknya. Ya, aku tahu kalau kamu pasti seimbang memberikan kasih sayang. Tapi hanya saja aku belum siap berbagi kasih sayang itu!" lanjutnya.

Aliyah tersenyum gemas mendengar perkataan suaminya. Bisa-bisanya suaminya berpikir seperti itu.

"Aliyah kamu tahu kan kalau dari dulu aku kurang mendapat kasih sayang. Terus kamu hadir di hidupku. Cinta dan kasih sayangmu ke aku full . Jadi aku sangat terlena dengan kasih sayang itu. Aku jadi rakus akan kasih sayang itu Aliyah!" jelas Hafiz lagi.

Aliyah mencubit gemas kedua pipi suaminya.

Jadi ini alasannya suaminya belum siap punya anak. Belum siap cintanya terbagi untuk anak.

"Mas...," panggil Aliyah dengan lembut.

Hafiz menjawabnya dengan anggukan seperti anak kecil.

Hm, sungguh, Aliyah sangat gemas kepada suaminya jika sudah seperti ini.

Hafiz memang kepala rumah tangga. Dia yang memimpin rumah tangga ini. Dia imamnya Aliyah.

Tapi bukan berarti Hafiz selalu bersikap selayaknya seorang pemimpin yang tegas. Ada kalanya dia bersikap seperti anak kecil yang ingin dimanja-manja oleh Aliyah.

Aliyah akui jika Hafiz memang rakus akan kasih sayang dari Aliyah. Aliyah juga bahagia akan hal itu. Suaminya sangat membutuhkan Aliyah sama seperti halnya Aliyah yang sangat membutuhkan suaminya.

"Aliyah janji nanti kalau kita udah punya anak, suami Aliyah yang ganteng ini nggak bakalan Aliyah cuekin." ucap Aliyah sembari menangkup wajah suaminya.

"Masa suami seganteng ini mau dianggurin. Nanti kalau diambil perempuan lain gimana? Kan nanti Aliyah juga yang jadi sedih!" lanjutnya.

Hafiz tersenyum dengan manis. Rasanya begitu nyaman saat tangan Aliyah menangkup wajahnya.

"Iya gapapa, Aliyah nggak maksa kok. Gapapa kalau Mas Hafiz belum siap. Aliyah akan nunggu sampai Mas Hafiz siap. Walaupun misalkan itu masih membutuhkan waktu yang lama. Nggak papa Sayang!" lanjut Aliyah lagi.

"Aliyah sedih nggak?" tanya Hafiz sambil menangkup wajah istrinya juga.

Aliyah menggeleng sembari tersenyum.

"Aliyah bahagia. Aliyah akan selalu bahagia asalkan ada Mas Hafiz di sini!" jawabnya dengan sangat manis.

Hafiz tersenyum lebar. Ia langsung menciumi wajah Aliyah tanpa tertinggal satu inci pun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!