"Ini boleh dimakan sekarang kan, Mas?" tanya Aliyah sambil menunjuk makanan favorit yang ada di depannya.
Hafiz mengernyitkan dahi, lalu tersenyum. "Kenapa masih tanya sih Sayang? Ya boleh lah!" jawab Hafiz.
Istrinya ini memang menggemaskan menurut Hafiz. Lebih tepatnya terlihat menggemaskan saat di depan Hafiz.
Sebenarnya usia mereka tidak jauh berbeda. Saat ini Aliyah berusia 25 tahun, sedangkan Hafiz berusia 26 tahun. Dulu saat kuliah juga mereka satu angkatan.
"Oke, Aliyah akan menghabiskan makanan ini!" ucap Aliyah dengan bersemangat.
"Cuci tangan dulu, Sayang!" Hafiz mengingatkan Aliyah yang tiba-tiba mengambil secuil ikan panggang.
Aliyah menghentikan aksinya, lalu tersenyum kepada suaminya.
"Iya iya, Pak Suami. Maaf ya!" ucap Aliyah, lalu berdiri bersiap mencuci tangan di wastafel yang ada di dapur.
Kebetulan dapur mereka berada di sisi meja makan. Rumah mereka ini tergolong rumah minimalis, sederhana, tetapi sangat nyaman menurut Aliyah dan Hafiz.
Rumah ini juga mereka beli sekitar enam bulan yang lalu. Sebelumnya mereka berdua tinggal bersama ayah Aliyah.
Hafiz mengikuti Aliyah untuk mencuci tangan.
"Sebentar Aliyah mau ambil penjepit rambut dulu Mas!" ujar Aliyah setelah mencuci tangan.
Aliyah berlari menuju kamarnya.
Hafiz tersenyum sembari menggeleng. Istrinya ini memang sangat aktif.
Setelah Aliyah kembali ke meja makan. Ternyata Hafiz sudah duduk dengan rapi di sana.
Aliyah langsung menyiapkan piring untuk Hafiz. Mengambilkan nasi juga. Aliyah sudah paham seberapa banyak nasi yang dimakan oleh Hafiz.
"Lauknya ambil sendiri ya, Mas. Ambil sesuka hati. Ambil sebanyak-banyaknya!" ucap Aliyah sembari meletakkan piring yang sudah berisi nasi di hadapan Hafiz.
Sebenarnya Hafiz tidak pernah menyuruh Aliyah untuk mengambilkan nasi atau biasanya juga dengan lauk lengkap saat Hafiz makan.
Akan tetapi, hal ini adalah inisiatif Aliyah sendiri sejak mereka menjadi pengantin baru. Dan sekarang sudah menjadi kebiasaan bagi Aliyah.
"Jadi ceritanya rambutnya diamankan dulu ya biar nggak ganggu saat makan?" canda Hafiz kepada Aliyah sembari dia mengambil ayam panggang.
Aliyah yang sedang mengambil nasi tersenyum kepada Hafiz.
"Diamankan dulu. Dijepit dulu, biar makannya bisa tenang. Kan nggak lucu kalau nanti rambutnya ikut kemakan!" jawab Aliyah.
"Selamat makan suaminya Aliyah!" ucap Aliyah dengan romantis kepada Hafiz.
"Selamat makan juga istri cantiknya Hafiz!" jawab Hafiz tak kalah romantis dari Aliyah.
***
Aliyah sangat bersyukur bisa menikah dengan lelaki yang ia cintai. Dan pastinya juga lelaki yang mencintai dirinya.
Rasanya begitu bahagia saat mencintai dan juga dicintai. Aliyah menilai jika dirinya termasuk ke dalam jajaran wanita yang beruntung.
Kisah cinta mereka bersemi saat mereka masih sama-sama menjadi Maba saat ospek.
Hafiz yang tergolong pria tampan dan pandai menunjukkan sinyal jika dia menyukai Aliyah. Walaupun sayangnya, hari itu Aliyah sulit untuk peka.
Wajar saja jika Aliyah sulit untuk peka, karena sebelumnya Aliyah belum pernah berpacaran. Hafiz adalah pacar pertamanya. Keren kan? Dan yang lebih keren lagi, pada akhirnya Hafiz lah yang menjadi suaminya.
Seandainya kisah cinta mereka digambarkan dengan lirik lagu. Pasti lirik lagu yang cocok adalah "Kau cinta pertama dan terakhirku"
Dengan berbagai perjuangan yang dilakukan Hafiz untuk mendapatkan hati Aliyah yang masih polos. Akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih.
Selama menjalani kisah asmara, mereka sempat putus tiga kali. Ya, putus nyambung seperti itulah.
Namun, faktanya mereka berjodoh. Setelah mereka wisuda, Hafiz langsung melamar Aliyah. Lalu, enam bulan setelahnya mereka menikah.
Walaupun dulunya mereka sama-sama dari jurusan manajemen bisnis, setelah lulus kuliah mereka memiliki pekerjaan yang berbeda.
Hafiz bekerja sebagai karyawan di kantor, sedangkan Aliyah terus melanjutkan usaha toko roti milik keluarga.
Dulu mendiang ibu Aliyah sangat pandai dalam hal membuat roti atau kue, sehingga ibunya membuka toko roti.
Ternyata hal tersebut juga menurun kepada Aliyah. Sehingga, saat Aliyah kelas dua SMA. Tepatnya setelah ibunya meninggal. Aliyah dibantu oleh ayahnya yang melanjutkan toko roti tersebut.
Jika sebelumnya Aliyah hanya suka membantu ibunya. Setelah kepergian ibunya, mau tidak mau Aliyah menggantikan posisi ibunya menjadi orang yang terdepan dalam mengelola toko roti tersebut.
Toko rotinya memang tidak terlalu besar dan mewah. Tapi sudah banyak pelanggan.
Sedangkan ayah Aliyah adalah seorang kepala sekolah di SMP yang ada di kota mereka.
Aliyah dan Hafiz sama-sama bekerja. Hafiz juga tidak menghalangi Aliyah untuk terus berkarir.
Setelah mereka dinner tadi, mereka bersih-bersih lalu bersiap untuk tidur.
"Mas!" panggil Aliyah yang tengah bersandar di dada suaminya. Mereka sudah berada di atas ranjang. Hafiz bersandar di kepala ranjang.
"Hmm," gumam Hafiz yang maksudnya adalah menjawab panggilan Aliyah.
"Apa harapan Mas Hafiz untuk pernikahan kita kedepannya?" tanya Aliyah.
Begitu tenang rasanya bersandar kepada suaminya seperti ini.
Hafiz mengecup kepala Aliyah sekilas.
"Ingin kita terus bersama-sama sampai akhir hayat nanti!" jawab Hafiz.
Aliyah mengangguk. "Aku juga Mas!"
Hening terjadi di antara mereka.
"Mas!" panggil Aliyah lagi.
"Iya Sayang?" jawab Hafiz.
Aliyah mengembuskan napasnya dengan berat.
"Apa Mas Hafiz belum siap punya anak?" tanya Aliyah dengan pelan dan ragu.
Hafiz terkesiap. Hening kembali terjadi di antara mereka.
Aliyah juga masih tetap bersandar di dada suaminya. Tidak berani melihat ekspresi suaminya. Apalagi sampai wajahnya saling berhadapan.
Aliyah takut suaminya marah atau nantinya Aliyah yang kecewa mendengar jawaban dari Hafiz.
"Mas, Aliyah pengen deh ngerasain rasanya jadi ibu!" ucap Aliyah dengan pelan.
Itulah alasan mengapa diusia pernikahan mereka yang ketiga tahun belum ada anak di tengah-tengah mereka.
Bukan karena masalah kesehatan yang menyebabkan mereka lama punya anak. Tetapi karena murni keinginan Hafiz belum siap punya anak.
Sejak dahulu Hafiz menolak untuk punya anak dengan cepat dengan alasan karena mereka menikah setelah lulus kuliah. Masih tergolong fresh graduate. Masih ingin mencari uang terlebih dahulu. Masih ingin menabung.
Hal ini juga sudah mereka bicarakan sebelum menikah. Aliyah juga tidak keberatan dengan keputusan ini.
Lalu, saat usia pernikahan mereka memasuki usia kedua tahun, Aliyah mencoba menanyakan apakah Hafiz siap untuk punya anak. Ternyata belum. Katanya setelah mereka punya rumah sendiri.
Aliyah tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Lalu, sekarang diusia pernikahan yang ketiga tahun. Mereka sudah berhasil punya rumah dan mobil. Aliyah mencoba bertanya kepada Hafiz. Apakah Hafiz sudah siap punya anak?
Jika urusan finansial, Aliyah rasa finansial mereka sudah cukup baik. Mereka hidup dengan cukup. Bisa menabung juga. Sisa uang mereka juga bisa digunakan untuk jalan-jalan.
Entahlah jika berurusan dengan mental. Jika Aliyah sebetulnya siap dan sangat ingin punya anak sejak usia pernikahan mereka memasuki usia kesatu tahun.
Tapi Aliyah kan harus bertanya kepada suaminya juga. Harus menyesuaikan dengan suaminya juga.
"Sayang...," panggil Hafiz dengan pelan.
Aliyah tersenyum. Aliyah siap menerima apapun keputusan dari Hafiz setelah ini.
Aliyah sangat mencintai suaminya. Jika Hafiz tenyata belum siap juga, ya tidak mengapa. Aliyah tidak pernah memaksa.
Bisa hidup bahagia dengan Hafiz seperti ini Aliyah sudah lebih dari cukup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments