"Afdhal...? tumben kesini? mau beli sesuatu? maaf yah, dah tutup tokonya" Kaniya memberikan pertanyaan beruntun pada Afdhal yang hanya tersenyum, menunggu sampai Kaniya berhenti bicara.
"tanyanya satu-satu dong Put, akukan jadi bingung mau jawab yang mana dulu"
"Hehhe.. Sorry yah, kamu jawab yang mana aja deh... "
"Tan, Nindya pulang duluan yah, gerah mo segera mandi" tanpa menunggu jawaban tantenya Nindya segera meraih tangan tantenya, menciumnya dengan khidmat "Nindya pamit yah Om" Nindya hanya menunduk hormat pada Afdhal, lalu berjalan menuju rumah yang hanya berjarak beberapa meter dari toko.
Kaniya hanya mengerjapkan mata, melihat tingkah keponakannya yang seperti orang kebelet, cepat sekali perginya.
"Put...." Afdhal yang dari tadi memperhatikan Kaniya segera memanggil untuk menyadarkan Kaniya atas kehadirannya di tempat ini. Bukan hal yang baru bagi Afdhal, bahwa Kaniya sering hilang fokus. Bisa-bisa, Kaniya lupa kalau dia ada disini.
"yah...?. eh... Dhal, maaf yah, tadi sampai mana yah... oh iya, kamu kesini buat apa?" tanya Kaniya lagi dengan wajahnya yang menggemaskan bagi Afdhal. Meskipun sudah cukup berumur, sikap kekanakan Kaniya terkadang masih hadir.
"Ha..haa... Putri..Putri..dari tadi kamu bertanya terus deh, yang tadi saja belum kujawab. tapi inti pertanyaannya sama sih" Afdhal menjeda ucapannya lalu melihat sekitar "Put, kayaknya gak enak deh kita berbincang disini, ke cafe yang di desa sebelah yuk" ajak Afdhal, mengingat banyak hal yang harus didiskusikan nya dengan Kaniya.
"hmmm..." Kaniya tampak berpikir. Dia dan Afdhal memang berteman dari kecil, tapi sekarang mereka sudah dewasa dan ini baru pertemuan kedua mereka setelah Afdhal kembali ke desa.
" Gak usah takut, aku kesini sama teman kok, jadi kita gak bakalan berdua saja, mereka menunggu di mobil" Afdhal menunjuk ke jalan di mana mobilnya terparkir. Kaniya melihat seorang laki-laki dan perempuan di dalam mobil.
"Oh.... ok deh" mereka akhirnya melangkah bersama menuju mobil Afdhal.
Sebelum masuk mobil, mereka terlihat berkenalan, berbincang sedikit dan bertukar posisi. Laki-laki yang duduk di belakang, pindah ke depan, ke kursi samping kemudi, lalu Kaniya naik ke kursi belakang.
Kaniya meminta hal ini untuk menghindari gosip. Pergi dengan Afdhal di satu mobil saja bisa menimbulkan fitnah, apalagi kalau sampai duduk disampingnya, ditambah ada pasangan lain di belakang. bisa-bisa, mereka dianggap lagi doble date.
Gosip tentang Afdhal yang berniat melamar Kaniya pun masih terasa segar. Jadi Kaniya tidak mau menambah formalin untuk mengawetkan gosip tersebut.
Kaniya, seperti biasa terhanyut dalam pikirannya sendiri. Afdhal yang memperhatikannya dari cermin, hanya mampu geleng-geleng kepala.
'kebiasaannya tidak pernah berubah, selalu saja hanyut sendiri dalam dunianya. entah apa yang dipikirkan. huftt... andai saja lamaranku diterima..' Afdhal terus saja memperhatikan Kaniya, sehingga fokusnya ke jalan teralihkan, untung saja jalanan di desa sangat sepi dari kendaraan lain.
"Dhal, cafenya lewat tuh.." peringat Andi yang dari tadi fokus memperhatikan jalanan, namun masih bisa melihat sepupunya yang dari tadi memperhatikan Kaniya.
'chittt....'
"Au...." suara teriakan bersamaan dari Kaniya dan istri Andi karena Afdhal berhenti secara tiba-tiba.
"Put, kamu gak papa ? maaf yah.." tanya Afdhal, mengulurkan tangannya hendak memeriksa kening Kaniya. Namun Kaniya secara refleks menghindar
"eh..maaf.." cicit Afdhal salah tingkah. dia segera menarik tangannya.
"gak apa-apa kok. tadi hanya kaget dan gak siap, mobil tiba-tiba berhenti.
"Yang, kamu gak apa-pa kan? kalau ada yang sakit, ntar kita minta Afdhal tanggung jawab. berhenti kok mendadak, kalau istriku luka bagaimana, mana dia lagi hamil" Andi terus menggerutu menyalahkan Afdhal.
"gak apa-pa kok sayang, aku baik-baik saja, baby juga aman" ucapnya sambil mengusap perutnya yang masih terlihat rata.
Kaniya hanya memperhatikan, tanpa berniat menimpali. Diapun tadi hanya kaget saja dan kesulitan menjaga keseimbangannya saat mobil berhenti mendadak.
Tanpa berkata lagi, Afdhal yang merasa bersalah, hanya menatap mereka dengan tatapan menyesal. Lalu memundurkan mobil dan membelokkannya ke halaman parkir Cafe .
Mereka berempat akhirnya turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam cafe. Tampak Andi merangkul istrinya dengan posesif sambil terus bertanya keadaannya setelah kejadian tadi. Sesekali terlihat dia menyentuh perut istrinya.
Di dalam cafe, mereka duduk di kursi yang kosong, yang berada di dekat jendela, lalu memesan makanan dan minuman.
"Ok, aku cuma punya waktu setengah jam nih, harus pulang sebelum jam enam. jadi kita langsung aja yah" Kaniya segera membuka percakapan agar suasana canggung karena kejadian di mobil tadi bisa terlupakan.
"sebenarnya, aku mau mengajukan proposal.." Afdhal menghentikan ucapannya, lalu menatap Kaniya. Kaniya yang heran ditatap oleh Afdhal hanya mengerutkan kening. mengetik proposal penelitian mahasiswa, sudah biasa untuknya. Tapi, buat apa Afdhal membuat proposal, diakan sudah menyelesaikan S1nya.
"untuk...?? " tanya Kaniya, tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.
"untuk nikah sama kamu sih sebenarnya.."
"Yah...? " Kaniya membulatkan mata, mendengar ucapan Afdhal. Andi dan istrinya pun yang tadinya asyik dengan dunia mereka, menoleh mendengar teriakan Kaniya, meskipun tidak terlalu besar.
"hehhe... itu kan yang sebenarnya. tapi, berhubung karena kamu menolak, aku hanya akan mengajukan proposal untuk penelitan untuk S2 ku. berhubung karena aku sibuk bekerja, aku butuh bantuanmu" Kaniya menatap takjub pada Afdhal yang sedang berbicara. Dia tidak menyangka, Afdhal yang semasa S1 ogah-ogahan kuliah, malah lanjut S2 sekarang, saat usianya tak lagi muda.
"Ohhh..gitu yah. tapi Dhal, aku gak bisa membuatkan yah. Aku cuma bisa mengetik, dan merangkaikan kalimat dalam proposalmu. Bahan-bahan yang dibutuhkan, dan segala data di lapangan harus kamu sendiri yang kumpulkan. Disini, aku cuma bertugas membantu yah". Ucap Kaniya dengan tegas. meskipun kerapkali membantu mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir, tapi, Kaniya tidak pernah berniat membuat secara full. Mereka tetap harus memasukkan ide-idenya, dan Kaniya yang akan merangkainya ke dalam tulisan. Mereka melengkapi bahan-bahan yang dibutuhkan, terutama bahan yang tidak tersedia di perpustakaan mini Kaniya yang ada di toko Mereka tetap harus melakukan penelitian, hasilnya yang akan diberikan pada Kaniya untuk dianalisis. Jadi, meminta bantuan Kaniya bukan berarti mereka terima beres. Kaniya hanya membantu meringankan tugas mereka, tentunya dengan bayaran yang sesuai kesepakatan.
"Iya, aku paham kok. sudah biasalah dengar itu dari anak-anak yang kerja tugas ditempatmu" Afdhal sesungguhnya tidak terlalu peduli dengan bantuan Kaniya, dia bisa saja menyelesaikannya sendiri. Apalagi, selama pindah kembali dari kota sebelah, pekerjaannya tidak terlalu banyak dan ada asisten yang membantunya. Hanya saja, kesempatan ini bisa digunakannya untuk kembali dekat dengan Kaniya. ditolak berkali-kali? Afdhal belum mau menyerah, baginya itu tantangan tersendiri untuk nya menaklukkan Kaniya, cinta masa kecilnya.
"ok kalau gitu, aku bersedia membantu" mereka akhirnya melanjutkan pembahasan mengenai harga, tata cara pembayaran dan ketentuan-ketentuan lain.
Saat jam menunjukkan pukul 17.40, mereka memutuskan pulang. Kaniya diantarkan kembali ke rumah, setelah dia menerima pembayaran awal untuk kesepakatan pembuatan tugas akhir dari Afdhal.
Kaniya melangkahkan masuk ke rumah dengan perasaan gembira karena mendapatkan tambahan pekerjaan yang artinya tambahan pendapatan. Sementara Afdhal kembali ke rumah dengan perasaan senang, karena kembali memiliki celah untuk dekat dengan Kaniya, yang selalu dipanggilnya Putri.
Entah sampai kapan Afdhal akan mengejar Kaniya yang tidak pernah menganggapnya lebih dari teman. Bahkan saat dia kembali ke kota ini, agar tempat kerjanya dekat dengan kampung halamannya, orang tua dan orang yang dicintainya yaitu Kaniya yang tak kunjung peka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
poor,afdhal....
2024-10-03
0