Sinar matahari membangunkan Soni dengan badan yang terasa remuk. Semalam dia tertidur di lantai dengan posisi tubuh meringkuk memeluk lututnya. Dingin dan kerasnya lantai membuat sekujur tubuhnya sakit.
Pakaian pun masih pakaian yang sama yang dia gunakan kemarin, kemeja dan celana bahan, semakin membuatnya tidak nyaman.
Perlahan dia duduk, bersandar pada tempat tidurnya. Soni melihat jam di atas meja sudah menunjukan hampir pukul 08.00 pagi. Baru pagi ini dia sangat terlambat bangun dan melewatkan waktu shalat shubuh. Biasanya Nina yang akan selalu membangunkannya sebelum adzan shubuh berkumandang.
Soni teringat kejadian kemarin malam. Dia tidak pernah menyangka talak yang dia ucapkan pada Nina, menjadi boomerang untuk dirinya saat ini. Baru satu hari, tapi raganya seakan mati.
'Apakah rasa cinta untuk Nina tumbuh kembali?'
Dulu Soni pernah sangat mencintai Nina, namun rasa itu harus dikubur mati-matian, karena ditentang oleh ayahnya. Soni yang selalu menurut apa kata ayahnya, memilih menjauh dengan meneruskan pendidikan di luar kota. Saat itulah dia bertemu Indah, adik tingkatnya, yang selalu menempel kemanapun Soni pergi.
Setelah mengumpulkan tenaga, dia pergi ke kamar mandi, sejak kemarin dia belum mengganti bajunya. Soni mandi secepat kilat, karena perutnya terasa perih. Kemarin malam, dia tidak makan malam karena menunggu Nina yang malah berujung pertengkaran.
Nina sudah selesai sarapan, dia tidak lagi membuat sarapan untuk Soni. Dia hanya membeli untuk dirinya sendiri. Ada rasa khawatir di hatinya, karena sudah lewat pukul 07.00, tapi Soni tidak keluar dari kamarnya, ingin melihat kondisinya namun saat teringat status mereka dan rasa kecewa yang teramat dalam pada Soni, membuatnya mengurungkan niatnya.
Selesai merapikan meja makan yang memang sudah rapi, lalu mencuci piring bekas makannya, Nina kembali ke kamarnya, tak lupa mengunci pintu dari dalam. Nina menajamkan telinganya, untuk mendengar pergerakan Soni di luar.
Keluar dari kamar mandi, dia baru sadar, jika kamarnya saat ini tak ubahnya seperti kapal karam, berantakan. Tidak ada lagi Nina yang selalu membuat kamarnya rapi dan bersih, tidak ada lagi baju yang disiapkan Nina di atas tempat tidur.
Soni menarik baju asal, sehingga baru lainnya ikut berjatuhan, tidak ingin direpotkan masalah baju, Soni memasukan baju-bajunya asal.
Keluar kamar, Soni mendapati rumahnya sangat sunyi dan sepi. Pandangannya mengarah pada pintu kamar Nina yang tertutup rapat. Soni menghela nafas, lalu berjalan ke arah meja makan, yang ternyata bersih tidak ada satupun hidangan di sana.
'Sudah dua hari, Nina tidak menyiapkan sarapan, aku rindu memakan masakan Nina,' Soni berucap dalam hatinya.
Soni membuka lemari di dapurnya, dia mendapati roti tawar dan selai. Soni mengambil dua lembar roti lalu mengoleskan selai di atasnya, Soni makan dengan tangan gemetar, karena rasa lapar yang teramat sangat. Meski seret, dia tetap mengunyahnya hingga roti ditangannya habis. Soni langsung meninggalkan rumahnya, setelah meminum segelas air putih.
Nina mendengar dengan jelas suara-suara yang Soni timbulkan, hatinya sedikit lega. Tak lama dia mendengar pintu depan dibuka dan di kunci. Yang Nina yakini, jika itu adalah Soni yang baru saja berangkat ke tokonya.
Nina tetap berada di kamarnya, selepas Soni berangkat, entah kenapa sudah beberapa hari dia merasa sering mengantuk di pagi hari, Nina yang memainkan ponsel sambil tidur, akhirnya terlelap sangat pulas.
¤¤FH¤¤
Soni kaget, begitu sampai di tokonya sudah ada Indah yang memandangnya dengan tatapan kesal. Soni langsung membawanya ke ruangan kosong yang digunakan sebagai gudang menyimpan stok barang-barang.
Karyawan Soni bisik-bisik, penasaran dengan wanita yang baru saja bosnya ajak ke dalam, apalagi wanita itu menunggu kedatangan bosnya cukup lama. Semua karyawan di toko Soni hanya mengenal Nina sebagai istri Soni.
"Abang kemana saja, kenapa susah dihubungi? kemarin sore nggak datang ke rumah, telepon dan pesan aku nggak dibalas!" sembur Indah begitu Soni menutup pintu gudang.
Soni yang memang sudah pusing, makin pening mendengar Indah yang datang justru untuk marah-marah.
"Maaf, hape abang sepertinya di silent, jadi abang nggak tahu kamu nelpon. Abang langsung pulang ke rumah dan tidur, nggak enak badan, lagian kemarin pagi, abang sudah ke rumah kamu." ujar Soni sambil memijat kepalanya yang tiba-tiba terasa berat.
"Kenapa datang ke toko?" sambung Soni bertanya alasan istri sirinya mendatanginya.
Soni tahu, Indah tidak mungkin akan datang ke toko jika tidak ada maunya.
"Aku mau minta uang," suara Indah melemah, berubah manja.
'Bahkan Indah tidak menanyakan aku sakit apa, sudah makan atau belum, yang dia mau hanya uang dan uang.' Soni tersenyum miris, meratapi nasib hidupnya. Penyesalan kian bertambah dalam hatinya sudah menalak istri sebaik Nina.
"Baru beberapa hari yang lalu abang kasih uang!"
"Udah habis, bang. Ini untuk beli vitamin agar kandungan aku sehat." Indah beralasan, menggunakan kehamilannya untuk membuat, Soni luluh.
"Bukannya harus periksa dulu ke dokter agar tahu vitamin yang bagus untuk janin? Dan lagi, Abang minta mulai saat ini kamu berhemat! abang mau bercerai dengan Nina, otomatis nanti abang harus membagi sebagian harta abang sebagai pembagian harta gono-gini."
"Apa pembagian harga gono-gini? nggak bisa gitu dong bang, ini kan usaha abang sendiri."
Indah sangat keberatan harta suaminya di bagi pada Nina.
"Nina tetap mendapat bagian, karena dia istri sah!" Soni menekankan istri sah, agar Indah tidak meributkan hal ini.
Indah menghela nafas lelah, tidak mungkin sekarang merubah keputusan yang sudah dibuat Soni. Indah lebih memilih mengalah, nanti akan dia pikirkan cara untuk membujuk Soni agar membatalkan niatnya.
"Aku ingin beli sesuatu, bang. Sepertinya keinginan bayi kita."
"Apa yang mau kamu beli?"
"Mau beli perhiasan baru."
"Ada ngidam beli perhiasan?" tanya Soni mengernyitkan dahi, aneh dengan permintaan Indah.
"Sebaiknya kamu pulang. Di luar ramai, aku harus melayani pembeli."
Sambil menghentakan kakinya, Indah pergi dengan membawa kekesalan dan tangan kosong, karena tujuannya tidak tercapai.
Soni bukan tidak mengerti dengan tatapan heran semua karyawannya, tapi dia memilih tak acuh, tak perlu juga menjelaskan. Semakin siang rasa pusing dan badan yang terasa remuk semakin terasa.
Semakin siang, pembeli semakin ramai, banyaknya pengunjung menambah pusing kepala Soni, karena dia yang duduk di kursi kasir tidak berhenti menghitung. Tak tahan dengan pusing yang dia rasa, Soni berniat meminta salah satu pegawainya untuk menggantikannya, namun saat berdiri, pandangan matanya mulai mengabur dan akhirnya semuanya gelap, Soni roboh, tidak sadarkan diri dan membuat semua orang di sana panik.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪
hamidunkah nina🤔🤔🤔
kok curiga ya jgn² indah ga hamidun to mungkinkah bkn benih soni 🤔🤔🤔
2023-01-19
0
Esther Lestari
jgn2 si Nina hamil nih
2023-01-04
0
Mariati 12
nina hamil dan kamu gak tau nyesel deh nanti
2022-12-09
0