"Selamat tidur Shina." ucap ku pada diriku sendiri. Ku tarik selimut dan ku peluk guling untuk ku ajak menjemput mimpi.
...* * *...
"Dimana Nona?"
"Sudah tidur Tuan."
"Apa yang dilakukanya hari ini?"
"Nona berkunjung ke toko bunga hari ini"
"Dia banyak berubah."
"Ngiiiinnggg. Sruk. Sruk. Bruk." suara bising terdengar dari luar. Aku pun terbangun karena suara bisingnya mengganggu telinga ku. Aku menggeliat, ku regangkan badan ku ke atas, ke kiri dan ke kanan. Nikmatnya suara yang dihasilkan dari tulang-tulang yang berbunyi.
Ku lirik jam weker yang berdiri di atas meja nakas, "Ternyata sudah jam 7". Aku berjalan keluar kamar melangkahkan kaki ku menuruni anak tangga menuju tempat yang menghasilkan suara kebisingan.
Aku coba melihat keributan apa yang terjadi di luar. Terlihat Tama sedang ada di sana berdiri sambil bersidekap dada. Inikan hari Rabu, apa dia tidak kerja?, tanya ku dalam hati. Biasanya di jam segini dia sudah terlihat rapi dan menyuruh pelayan mengetuk pintu kamar ku untuk di ajak sarapan pagi bersama.
"Ada apa?" tanyaku yang berada di belakangnya berjalan menghampirinya.
Dia menoleh ke arah ku datang, "Aku ingin membuat kolam kecil." jawabnya.
"Apa keributan ini mengganggu mu?" tanyanya.
Aku menggelengkan kepalaku, "tidak."
Dia terlihat tersenyum tipis, kemudian mengajak ku untuk sarapan.
"Gak kerja?" tanyaku yang masih berada di meja makan setelah selesai dengan makanan ku. Tama juga sudah selesai dengan makanannya.
"Agak siangan. Tidak terlalu sibuk hari ini." jawabnya.
"Kamu mau ke toko lagi hari ini?"
"Hm.. iya." jawab ku.
"Aku ingin lebih mengembangkan usaha ku."
Dia tersenyum. Lagi-lagi aku tidak bisa mengartikan senyumnya yang seperti menyiratkan sesuatu itu. Aku hanya membalasnya dengan senyuman lalu menundukkan kepala ku.
Setelah satu minggu berlalu, kebun belakang rumah yang dulunya kosong dan di tumbuhi tanaman dan rumput-rumput liar kini menjadi taman berhiaskan bunga-bunga yang cantik.
Terlihat di sebuah sudut dinding yang terdapat pagar tembok menjulang tinggi, di bawahnya terdapat kolam dengan ukuran yang tak begitu besar berisi ikan-ikan kecil dengan air mancur di tengahnya, menimbulkan suara gemericik yang mengalun tenang. Lalu ada ayunan putih dan bangku taman dari kayu yang di cat warna warni. Sejuk di pandang.
Sesekali aku bermain disana dan memberi makan ikan-ikan kecil itu. Memainkan ayunan sambil membaca buku, juga menikmati secangkir teh di sore hari. Duduk di kursi taman yang warna-warni itu ditemani para pelayan sambil mengobrol dan bercerita.
*
*
*
"Shina! Shina!" Teriak Tama.
"Nona ditaman Tuan." Merlin menjawab.
Tama menyusul ku dengan setengah berlari, saat sampai di tempat ku berada terlihat dia sedang terengah-engah, lalu "Mama lagi bussines trip dua hari lalu. Besok Tania liburan dan ingin tinggal disini karena dia gak mau sendirian di rumah Mama."
Aku yang sedang berjongkok di tepi kolam ikan hanya diam melihat dia yang berbicara dengan nada panik sembari mengatur pernafasannya.
"Kita akan jemput dia besok di bandara. Yang terpenting kamu harus pindah kamar sekarang."
Aku masih terpaku, memandangi kedatangan dirinya dengan setelan baju kantor formal dan jas yang terbuka kancingnya. Rambut yang sedikit panjang di sisir rapi ke belakang, dan terlihat klimis oleh minyak rambut yang terkena cahaya matahari.
Terlihat tampan, meski di dahinya seperti ada titik bulir keringat. Apa dia lari dari kantor ke sini?
"Pindah kamar? Kemana?" tanyaku kemudian beranjak berdiri.
Ke kamar tamu yang di bawah kah? Secara kan ini rumah miliknya, adiknya akan menginap disini pasti dia ingin mengistimewakan adiknya itu.
"Ke kamarku. Agar tidak dicurigai."
"Apa?" aku tersentak.
"Gak mau? Kamu mau dia laporan ke Mama kalau kita tidur pisah kamar?"
"Tapi kan.." aku tak bisa melanjutkan lagi kata-kata ku. Karena aku juga tidak memiliki alasan yang tepat untuk jadi solusi. Lebih pentingnya sekarang aku belum siap untuk satu kamar dengannya. Meski kini status ku dan dia di dunia ini adalah suami istri yang sah.
Aku yang tidak bisa melanjutkan ucapan ku hanya diam mengiyakan. Setelah itu para pelayan sibuk memindahkan barang-barang ku ke kamar Tama.
Malamnya kami mulai tidur bersama.
Untung saja ranjangnya luas. Kamarnya juga luas sekali, kayaknya ini satu rumah ku cuma jadi kamarnya deh, batinku. Kagum, benar-benar kamar idaman.
"Ayo Rona, semangat kuliahnya. Udah wisuda langsung cari kerja, buka usaha sendiri lalu jadi orang kaya!" aku menyemangati diri ku sendiri.
Jadi ingat rumah lagi deh. Aku sedih. Dengan wajah sendu ku usap air mataku. Ku tarik nafas panjang dan perlahan untuk menghilangkan sedihku. Untung Tama belum pulang. Setelah pulang sebentar untuk memberi tahu ku tadi siang, dia lalu kembali lagi ke kantor untuk melanjutkan kerjanya.
Malam ini perasaan ku biasa saja. Tidak seperti waktu itu saat menginap di rumah Mamanya. Mungkin karena sudah terbiasa bertemu jadi juga biasa saja. Saat si rumah Mamanya dulu kan aku belum terbiasa karena baru pertama kali ketemu dia sebagai Shina.
Kamar Tama sangat harum seperti ada aroma yang menenangkan agar rileks dan bisa cepat tidur.
"Apa kita juga tidur bareng lagi?" gumam ku. Tidur bareng juga gak apa-apa soalnya kasurnya luas banget, bisa dibagi dua kali ya. Tapi masih takut, belum siap kalau dia tidurnya peluk-peluk kayak dulu lagi, meski badannya bagus.
"Diih dah mesum aja Rona." sarkas ku pada diri sendiri. Tapi badannya emang bagus. Jadi senyum-senyum sendiri mengingatnya, jadi kayak tomat juga nih pipi.
Ku lihat di dekat jendela juga ada sofa, lumayan luas untuk tidur satu orang. Apa aku tidur sana aja ya, kayak drama-drama di novel lain yang aku baca. Suami istri tidur terpisah meski satu kamar. Ih, tapi kan itu keliatannya aku yang terzolimi. Idih gak mau juga aku jadi yang terzolimi, lama-lama ntar aku jadi ditindas.
"Ah mending tidur di sini, jadi istri tersayang." Aku memposisikan tidurku dengan nyaman.
Suara alarm di meja nakas berbunyi, menunjukkan pukul 06:00. Ternyata dia selalu bangun sepagi ini.
Aku berjalan menuju kamar mandi. Ternyata dia tidak disana. Lalu aku gosok gigi dan mencuci muka. Kutanggalkan baju lalu menuju shower bath berdinding kaca buram. Kamar mandinya pun tercium wangi maskulin khas laki-laki.
"Huft. Huft. Huuuh."
Terdengar suara nafas yang di atur dan suara air mengalir dari wastafel di luar saat aku sedang di sabun.
"Tama?!" tanyaku sedikit berteriak.
"Ah iya, aku sedang cuci muka" jawabnya sedikit terkejut.
"Kamu lagi mandi? Aku kira kamu gak mandi disini. Aku tunggu kamu selesai".
"Aku segera selesai" jawabku.
Dengan cepat aku menyudahi mandi ku.
"Em Tama, masih disana? Maaf bisa minta tolong ambilkan handuk. Aku lupa." aku meminta bantuannya dengan malu.
Kamar mandinya berbeda dengan kamar mandi ku. Di kamar mandi ku, aku terbiasa memakai handuk setelah di luar shower bath. Aku lupa kalau sekarang ini sedang di kamarnya.
Dia mengetuk kaca dengan tangannya menyodorkan handuk. Ku buka pintu kaca seukuran tanganku dan ku terima handuk itu. Setelah selesai memakai handuk aku lalu keluar.
"Aku selesai. Silahkan." Kataku sambil menatapnya sekilas.
Wajah basah bersinar, rambut yang juga sedikit basah. Lalu baju training hitam ketat yang mencetak tubuhnya. Indahnya ciptaan Tuhan, ucapku dalam hatiku. Aku memalingkan wajah lalu keluar dan segera bersiap.
⭐⭐
jangan lupa like komen dan vote ya 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Raine
☕️☕️
2022-12-15
0
Miken Mayasari
terimakasih sudah mampir 🤗
2022-10-28
0
Lefni Zarwan
semngat thor
2022-10-27
1