"Aku selesai. Silahkan." Kataku sambil menatapnya sekilas.
Wajah basah bersinar, rambut yang juga sedikit basah. Lalu baju training hitam ketat yang mencetak tubuhnya. Indahnya ciptaan Tuhan, ucapku dalam hatiku. Aku memalingkan wajah lalu keluar dan segera bersiap.
...* * *...
"Kakak!" seru seorang perempuan cantik dari kejauhan.
Ah cantiknya wanita ini, seperti boneka porselin. Rambut panjang yang diwarnai biru. Hidung mancung, bibir tipis, kulit putih bersinar dan proporsional bak model. Tak ada cela sedikitpun. Nona muda, anak bungsu keluarga Wijaya, Tania Maharani Wijaya.
"Halo kakak ipar? Maaf gak bisa datang di pernikahan kalian karena tugas kuliah yang banyak. Selamat ya atas pernikahan kalian, semoga dilimpahi banyak berkah." katanya sambil menjabat tanganku dengan senyum yang mengembang.
"Iya, terimakasih." Aku tersenyum menyambut tangannya.
Sebenarnya Shina dan Tania sudah saling kenal meski belum lama. Setelah acara pertemuan keluarga untuk menjodohkan mereka, Tama sering mengajak Shina untuk melakukan janji temu, hanya untuk waktu sebentar untuk lebih mengenal dan saling mendekatkan diri. Karena memang sebelumnya mereka jarang sekali bertemu meski orang tua mereka saling kenal dan sering bertemu.
Shina yang sibuk dengan usahanya dan Tama yang sibuk dengan perusahaannya. Setiap datang ke pertemuan mereka, Tama selalu mengajak Tania untuk jadi teman agar dia atau pun Shina tak merasa canggung saat bertemu, karena Tama tahu Shina tak begitu suka dengannya. Bukan karena dia melakukan kesalahan atau dosa terhadapnya tapi karena Tama mau-mau saja menuruti keinginan orangtua mereka di jodohkan dengan Shina. Padahal Shina tak mau di jodohkan. Dia tidak suka kehidupannya di atur oleh orang lain, meski itu orangtuanya sendiri.
Tapi kalau di lihat dari pandangan Rona, Tama itu orang yang baik. Dia orang yang berbakti kepada orang tua.
"Kamu pasti lapar. Ayo kita cari restoran sekitar sini dan kita makan dulu." kata Tama pada adiknya.
"Oke." ucap gadis itu merangkul lengan kakaknya lalu berjalan duluan.
"Ayo kak Shina." ajaknya padaku yang berjalan di belakang mereka. Senyumnya yang lebar membuatnya terlihat cantik. Aku mengangguk menyusul menyamai jalan mereka.
Kok kayak ada yang salah ya, apa ya? Ku lirik ke arah mereka lalu ku luruskan pandangan ku lagi.
Harusnya yang menggandeng lengan Tama kan Shina. Benar-benar Shina ini, segitu tidak sukanya pada suami sendiri. Padahal ada adiknya, gimana nanti kalau sandiwara suami istri yang terlihat damai dan akur ini ketahuan. Aku menggelengkan kepalaku.
Tak lama tangan Tama yang terasa besar menggenggam jemari Shina. Sedikit perasaan hangat mengalir dalam hatiku. Ku ulas senyum tanpa melihat ke arah Tama. Malu.
Terlihat aneh mungkin di pandangan orang lain. Tama seperti punya istri dua. Hahaha.. membayangkan bagaimana wajah orang lain yang melihat kita sekarang membuat ku malu juga.
Kami lalu menuju restoran terdekat. Setelah selesai makan kami ngobrol ngobrol sebentar setelahnya.
Tania anak yang pintar dan supel. Ternyata dia adalah mahasiswa kedokteran yang sekarang sedang mengambil cuti, juga ia gunakan untuk mencari tempat dia praktek setelah menyelesaikan kuliahnya nanti.
"Disini ada dua kamar tersisa. Satu di atas satu lagi kamar tamu di bawah. Kamu mau yang mana?" kata Tama sesampainya kami tiba di rumah.
"Aku mau yang di atas aja deh, biar deket sama kalian. Jadi bisa ngobrol kapan pun." jawab Tania yang sudah tahu bagian-bagian rumah ini.
"Oke. Nanti bawa barang-barangnya ke kamar ke dua ya." kata Tama kepada pelayan. Pelayan yang membawa koper dan ransel Tania pun menuruti perintah Tama.
"Aku ada meeting tertunda. Kalian aku tinggal dulu ya." kata Tama kepada kami. Kemudian dia berjalan keluar setelah menerima panggilan dari handphonenya. Ternyata diluar sudah ada yang menunggu, sekertaris pribadi yang biasa datang ke rumah untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai di kantor.
"Kakak ipar aku istirahat duluan ya. Capek banget soalnya." kata Tania sambil menguap.
"Iya. Istirahat yang nyaman ya. Kamu pasti lelah." jawabku dengan senyum.
"Eh, aku bawa oleh-oleh untuk kakak lho, tapi nanti aja ya kita bukanya. Aku bener-bener udah capek banget mau tidur." katanya dengan mimik muka lelah dan bibir yang dimanyunkan.
Lucu. Aku oun tertawa kecil, "iya, gak usah buru-buru, besok aja kita bukanya."
...* * *...
"Waah kakak menyiapkan makan malam? Kakak bisa masak?" tanya Tania yang turun dari lantai atas.
"Iya tadi kakak bantu sedikit buat nyiapin makan malam untuk kamu. Katanya gak suka seledri ya?" jawabku.
"Iya, kakak perhatian banget. Oh iya, kak Tama mana?" tanyanya lagi.
"Dia pulang malem, kan tadi ada rapat yang ditunda. Jadi dia nyuruh kita makan duluan." jawabku sambil menyiapkan piring. "Yuk makan dulu."
"Klek." suara pintu ditutup. Aku terbangun dan melihat jam digital yang menyala. Pukul 10:48 am. Tama baru pulang kah?. Aku menyalakan lampu. Aku lihat dia keluar dari ruang ganti, sepertinya habis mandi.
"Baru pulang? Apa ingin makan malam?" tanyaku. Kulihat dia terdiam sejenak dalam berdirinya. Menatap lurus dengan penuh arti ke arahku.
"Iya. Tidak usah tadi sudah makan diluar." jawabnya dengan senyum.
"Kalau masih ngantuk tidur lagi saja. Aku masih ada kerjaan, aku akan ke ruang kerja." tambahnya.
Dia lalu membuka kembali tas kerjanya, mengambil laptop dan beberapa map, membawanya menuju ruang kerjanya.
Setelah dia keluar dari kamar Aku lalu mematikan lampu dan melanjutkan tidur ku kembali.
⭐⭐
jangan lupa like komen dan vote ya 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments