Hari telah berlalu.
Satu Minggu kemudian.
Berita-berita miring tentang Papa Bagas yang telah melakukan penggelapan dana perusahaan dan menipu beberapa kliennya, kini berita itu beredar di sosial media, TV dan di koran.
Kini para petinggi perusahaan Al-Gazali Group tampak sedang meeting di dalam sana.
Namun wajah-wajah semua orang tampak lesu, karena tidak menemukan jalan keluar satu pun.
Ditambah Para investor menarik seluruh sahamnya, kini perusahaan Al-Gazali Group benar-benar dilanda kehancuran.
"Aku akan bertanggung jawab."
Sebuah kalimat yang mampu membuat semua orang yang ada di ruangan itu langsung mendongakkan kepala menatap Aldebaran.
"Dan kalian ingat ... orang yang saat ini tertawa melihat kehancuran keluargaku ... akan aku buat menyesal!" Matanya menatap tajam, disertai nada bicaranya yang sangat dingin.
Setelah mengucapkan kalimat itu, Aldebaran berdiri didampingi Asisten Dika.
Dan saat pintu ruang terbuka kini sudah nampak dua polisi, Aldebaran tidak mempersulit, ia langsung mengikuti pergi ke kantor polis.
Namun saat sampai di depan gedung perusahaan, di luar banyak masyarakat demo, serta wartawan yang berebut menggali informasi.
[Penjarakan dia!]
[Putra orang penipu!]
[Penjarakan dia!]
[Penjarakan dia!]
Suara-suara para orang-orang pendemo sudah seperti kaset rusak di ingatan Aldebaran.
Kini Aldebaran dan Asisten Dika dan para polisi sudah berada dalam mobil, meski tadi agak rumayan kesulitan karena wartawan mendekat dan menyulitkan untuk berjalan
Di rumah kediaman Heena.
"Mama tidak mau tahu ... kau harus putuskan Aldebaran!" ucapnya tegas dan tidak mau dibantah.
"Ma ... kenapa? apa alasan mama?" Heena mengguncang bahu Ibu Jamilah.
Ibu Jamilah menurunkan tangan Heena dari bahunya dengan kasar. "Kau hanya perlu menurut tidak perlu tahu alasan Mama!"
"Dan sampai kapan pun Heena tidak akan pernah putusin Aldebaran." Matanya menyipit tajam.
Plak.
Tamparan keras itu seketika membuat wajah Heena menoleh ke samping bersamaan dengan sebagian rambut lurusnya menutup wajah.
"Berani ... beraninya kamu melawan Mama, hah!" Menunjuk wajah Heena dengan marah.
Heena merasakan pipinya yang panas bekas tamparan ibunya.
Heena mengusap pipinya seraya melirik kearah ibunya. "Heena berhak tahu alasan Mama ..." Heena menahan tangis.
Ibu Jamilah membuang muka seraya menghela nafas berat.
Dan setelah itu Ibu Jamilah tampak berjalan keluar dan kembali lagi masuk ke kamar Heena dengan membawa sesuatu.
"Baca ini!" Ibu Jamilah melempar map coklat kearah Heena.
Heena mengambil map coklat itu kemudian membaca isinya.
Deg ....
Seketika mulutnya menggangga karena terkejut, matanya membola dan terus membaca, menggelengkan kepalanya seolah tidak percaya.
Heena menggigit bibir bawahnya untuk menguatkan diri seraya beralih menatap ibunya. "Katakan ini semua tidak benar, Ma!" Menahan gejolak hati, kini tubuhnya tampak bergetar.
"Apa kau mau hidup susah!" Menatap tajam kearah Heena.
"Jika kau mau hidup susah ... apa kau tega dengan adikmu?"
"Aldebaran sudah tidak punya apa-apa lagi ... dan hutang Mama harus dilunasi!" Ibu Jamilah berteriak hingga penuh suaranya di seisi ruangan.
Brakk.
Ibu Jamilah keluar kamar seraya menutup pintu dengan kasar lalu menguncinya.
"Tidak ..."
Heena berteriak, kali ini air matanya tumpah tanpa bisa lagi ia bendung.
Kantor Polisi.
"Maaf Tuan, dari semua hasil laporan yang saya terima ... semua mengarah kepada pak Bagas." Polisi itu menatap Aldebaran.
Polisi itu sementara menghentikan ucapannya saat Asisten Dika sedang menunjukkan sesuatu di handphonenya kepada Aldebaran.
"Perusahaan Al-Gazali Group, sudah tidak ada harapan lagi Tuan."
Seketika Aldebaran mengepalkan tangannya, matanya menyipit tajam menatap Asisten Dika. "Terus selidiki." Menggunakan bahasa mata.
Ya, saat ini Perusahaan Al-Gazali Group menjadi berita trending topik nomor satu di sosial media, perusahaan besar yang kini telah bangkrut.
Asisten Dika masih setia menemani Aldebaran hingga polisi membawanya ke tahanan, setelahnya ia pergi meninggalkan tempat itu.
Keesokan harinya.
Pria tampan itu langsung menegakkan pandangannya lurus ke depan. Wajahnya yang tadinya terlihat dingin, kini berangsur-angsur berubah hangat. Bibir warna merah alami langsung membentuk garis lengkung, begitu dia melihat kekasihnya yang datang.
"Al ..." Heena langsung berdiri dari duduknya, lalu berjalan mendekati Aldebaran dan memeluknya.
Keduanya saling memeluk untuk beberapa saat, tidak mempedulikan pasang mata yang menatapnya.
Ibu Jamilah mendesah kasar melihat adegan dua orang sejoli seraya membuang muka lebih milih menatap yang lain.
Setelah melerai pelukannya Heena dan Aldebaran kini duduk berhadapan dengan meja sebagai pembatas.
Dua polisi berdiri di samping belakang tidak jauh dari ketiganya.
"Al ... maafkan aku." Heena memulai membuka suara.
"Maaf untuk apa? aku yang harusnya minta maaf, karena sekarang berada di sini." Menatap bersalah.
"Tidak Al, aku yakin papa di fitnah ... ini semua tidak benar." Heena memaksa senyum meski tampak sedih.
Makasih Heena sudah percaya kepadaku dan keluargaku, batin Aldebaran.
Ibu Jamilah yang sudah tidak sabaran langsung memotong interaksi keduanya.
Hingga membuat Aldebaran langsung menatapnya, yang sebelumnya tidak menganggap kehadirannya.
"Lupakan Heena, Aldebaran!"
"Melupakan." Aldebaran tertawa, menganggap Ibu Jamilah hanya lelucon.
Ibu Jamilah langsung memperjelas ucapnya, "Heena akan saya nikahkan dengan pria kaya ... hubungan kalian berakhir di sini."
Deg ....
Tidak hanya Aldebaran yang kaget mendengar ucapan Ibu Jamilah, tapi Heena juga kaget, ia tidak menyangka ibunya tega bicara semenyakitkan itu kepada Aldebaran.
"Ma ..." Heena menyentuh tangan ibunya seraya menggelengkan kepala, seolah meminta Ibu Jamilah untuk menyudahi ucapannya.
Namun bukan Ibu Jamilah bila berhenti begitu saja, karena sudah mengatakan sebagian permasalahan maka harus ia tuntaskan.
Ibu Jamilah menyingkirkan tangan Heena, seraya menatap tajam kearah Heena.
"Saya sebagai Ibu tidak ingin melihat putri saya menderita!"
"Kau sekarang hanya pria miskin ... kau tidak punya apa-apa lagi!" Menunjuk Aldebaran dengan nafas memburu.
"Heena ayo kita pergi!" Meraih tangan Heena dengan kasar lalu menarik untuk ikut berjalan keluar.
"Tunggu!" Aldebaran berdiri lalu berjalan sedikit mendekat.
Heena menoleh ke belakang menatap Aldebaran dengan perasaan bersalah, kini mata keduanya saling bertemu.
Namun Ibu Jamilah tetap tidak bergeming, dan hanya ada senyum sinis di wajahnya seraya menatap pintu keluar.
"Aku yakin bisa membahagiakan Heena dengan segala cara yang aku miliki." Aldebaran mengambil nafas panjang. "demi Heena saya akan segera keluar dari sini dan membuktikan bahwa keluargaku tidak bersalah."
Mendengar kata demi Heena, seketika air mata Heena tumpah, Heena tahu Aldebaran sangat mencintainya begitu dalam dan ia takut perpisahan ini juga akan menyakitinya begitu dalam.
Ibu Jamilah sama sekali tidak terprovokasi, ia langsung menarik tangan Heena.
"Ayo Heena!" Menarik kasar tangan Heena.
"Ma ... Aldebaran ...." Heena seraya memberontak namun ibunya sangat kuat mencekal dan terus menariknya.
"Heena ... Heena." Aldebaran menyusul Heena, namun dua orang polisi yang tadi menjaganya langsung mencekal pergelangan tangannya. "Maaf Tuan, mari kembali ke sel."
Aldebaran memberontak. "Ah, lepaskan aku mau menyusul Heena ... Heena ... Heena."
Namun usahanya gagal, karena bertambah dua orang polisi yang ikut membawanya ke dalam sel.
Arghhhh.
Aldebaran mencakar rambutnya sendiri, rasanya benar-benar frustasi. Terlihat beberapa kali ia meninju-ninju dinding ruang sel, hingga tampak darah segar keluar dari jemari-jemari tangannya, seolah menyalurkan rasa sakitnya.
Keesokan harinya.
Seorang wanita cantik tampak berjalan tergesa, rambutnya yang keriting hasil karya salon ikut mengayun seirama dengan langkah cepatnya.
Kini tangannya telah menjangkau tangan seorang pria yang mengunakan pakaian atasan putih bawahan hitam. Pria itu menoleh, hidungnya semakin terlihat mancung dari arah samping. Hanya melirik wanita yang saat ini di sebelahnya.
"Al ...ijinkan aku membantumu."
"Aku akan membantumu terbebas ... dan setelah ini kita menikah dan akan hidup bahagia," Mulan sangat yakin dengan ucapannya.
Aldebaran tergelak tawa mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan Mulan.
Tidak mau meladeni wanita aneh menurutnya, kini dua orang polisi membawanya kembali berjalan menuju ruang pengadilan.
"Al ...." teriak Mulan.
"Bahkan disaat kondisi seperti ini dia tidak menengok padaku." Mulan mengepalkan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Kinay naluw
ya ampun matre banget ibunya Heena.
2023-04-07
1