Tiga puluh menit perjalanan akhirnya kami memasuki gerbang Dixie Holly. Sang supir mengemudikan van ke tempat parkir yang telah disediakan. Mr. Mark kembali memberi instruksi untuk turun. Setelah kami semua turun, termasuk supir. Kami berkumpul di depan van untuk menunggu instruksi selanjutnya dari Mr. Mark.
"Kita telah memasuki kawasan Dixie Holly. Sekarang kita akan langsung mengunjungi Mansion Maera. Kira-kira 20 menit dengan berjalan kaki. Mari, ikuti saya! Satu lagi, aku harap kalian tidak memisahkan diri dari rombongan. Ada baiknya aku memberikan nomor ponselku pada kalian, jika kalian tersesat atau terpisah bisa segera menghubungiku. Catat nomornya, ya!" ujar Mr. Mark.
Semuanya lantas mengeluarkan ponsel masing-masing termasuk aku dan Sienna. Tapi, oh sial! Ponselku tertinggal di hotel. Beruntung Sienna membawa ponselnya sehingga ia bisa mencatat nomornya. Mr. Mark mulai menyebutkan nomor ponselnya sementara yang lainnya mengetik.
"Baiklah jika sudah selesai, mari kita lanjutkan perjalanan," seru Mr. Mark penuh semangat.
Ia berjalan di depan memimpin rombongan. Sambil memberikan keterangan atas jalan yang sedang kami lalui juga beberapa gedung yang kami lewati. Aku dan Sienna berjalan paling belakang.
Aku perhatikan sekelilingku. Ada penunjuk arah nama jalan di samping kantor administrasi. Arah yang menunjuk ke depan jalan yang kami masuki sekarang adalah Dixie Street, dan arah yang menunjuk ke kiri itu adalah Stairway Street.
Aku melihat ke kiri dan kanan, kebanyakan adalah gedung dan bangunan tua. Beberapa gedung bahkan terkesan angker karena minimnya cahaya yang menerangi dan cat dinding bangunan yang telah mengelupas. Di luar halaman gedung berdiri stand-stand yang menjual berbagai macam barang. Mulai dari aksesories, pakaian, cidera mata, hiasan sampai makanan. Para pedagang nampak semangat menunggu pembeli di stand mereka. Walau tidak banyak turis yang berkunjung hari ini.
Menurut Mr. Mark yang tak henti-hentinya memberi instruksi bahwa biasanya tempat ini ramai dikunjungi turis saat musim libur seperti sekarang. Tetapi mungkin karena seharian ini hujan sehingga hari ini nampak lebih sepi.
Seperti yang dikatakan Mr. Mark, setelah dua puluh menit berjalan kaki akhirnya kami sampai di sebuah bangunan tua yang tak kalah seramnya dengan bangunan lain. Di pintu masuk ada papan bertulis 'Mansion Maera'. Bangunan berlantai dua yang cukup besar nan megah dengan cat putih yang kusam. Mr. Mark mengajak rombongan untuk masuk ke dalam. Saat akan memasuki halaman kami berpapasan dengan rombongan lainnya yang baru meninggalkan mansion.
Halamannya cukup luas. Tetapi pencahayaan yang kurang membuat kami sulit melihat ke dalam. Beberapa dari kami rupanya membawa senter. Setelah menyalakan senter mereka masuk ke dalam ruang utama. Menurut cerita pintu di mansion ini selalu terbuka. Tetapi kadang-kadang terkunci dengan sendirinya. Karena aku dan Sienna tidak membawa senter, aku mencoba mengikuti ke mana cahaya senter diarahkan oleh rombongan. Ruangan itu sangat besar dengan lantai porselen yang kotor. Segala dekorasi dan perabotan masih tersusun pada tempatnya dengan debu tebal yang menempel. Tempat ini seperti ditinggalkan begitu saja.
"Menurut cerita orang-orang yang pernah menjadi penghuni mansion ini dulu, mansion ini katanya sangat angker. Banyak penampakan serta kejadian aneh yang muncul dan mengganggu penghuni mansion. Oleh karena itu mansion ini ditinggalkan begitu saja!" jelas Mr. Mark dengan pelan. Suaranya menggema ke seluruh ruangan.
Memang benar hawa di sini kurang nyaman bagiku. Aku bahkan sempat merinding padahal aku memakai mantel. Aku mencari Sienna yang tadi berada di sampingku. Tapi sekarang aku tak menemukannya. Di sampingku kini berdiri seorang gadis berambut pirang memakai topi beludru ungu dan mantel berwarna senada. Ia berdiri memunggungi ku sambil mengarahkan senternya ke sebuah lukisan keluarga kerajaan. Ia cukup peka sehingga bisa menyadari ada orang lain berdiri di belakangnya. Ia menoleh padaku sambil melemparkan senyum memamerkan kedua lesung pipinya yang membuatnya nampak begitu manis.
"Hai!" sapanya.
"Hai, juga!"
"Perkenalkan namaku Mandy Carisse. Kami dari perkumpulan misteri 'Blue Rose' dari Oberon University, Jackville," ujar gadis manis itu sambil mengulurkan tangan.
"Aku Eriza Ravella dari Losta," jawabku sambil menjabat tangan Mandy. Kemudian aku bertanya, "oh, jadi kalian semua termasuk anggota dari perkumpulan 'Blue Rose' tersebut?"
"Benar, kecuali supir itu. Nah, kamu lihat pemuda yang memakai sweater coklat itu?! Namanya Alex William, ia ketua perkumpulan. Gadis yang di sampingnya itu Vanessa Laurent, lalu pemuda yang berbicara dengan gadis berjaket kuning itu namanya Justin Leonard," kata Mandy sambil menunjuk teman-temannya satu persatu.
Saat itulah aku melihat Sienna. Ia sedang bersama Justin, teman Mandy. Mereka sudah kelihatan sangat akrab padahal baru bertemu sejam lalu.
Setelah mendengar penjelasan Mandy, aku baru mengerti mengapa perjalanan ini menuju ke tempat yang berbau horor.
Mandy mengajakku bergabung bersama yang lain sebelum kami tertinggal jauh. Tapi aku menolak untuk menjelajah lebih lama ke dalam mansion. Aku tidak tahan dengan hawanya yang dingin dan tak biasa, udara juga cukup pengap. Aku butuh udara bersih di tempat terbuka. Di sini terlalu berdebu dan berbau apek.
"Aku sebaiknya tunggu di luar saja. Aku merasa sulit bernafas di sini. Dan Mandy, tolong sampaikan pada gadis berjaket kuning itu aku menunggunya di luar. Dia sepupuku, namanya Sienna Aeris," pesanku pada Mandy sebelum aku pergi.
"Oke, akan aku sampaikan," ujar Mandy.
"Trims!" balasku.
"You're welcome! Jangan pergi jauh-jauh, ya! Aku akan beri tahu pada Mr. Mark tentang keputusanmu!" ucap Mandy sambil tersenyum.
Aku memberinya anggukan kemudian meninggalkan rombongan yang semakin dalam memasuki mansion.
Aku merasa lega setelah berhasil keluar dari mansion itu. Aku berhenti di depan pintu masuk mansion. Lalu menghirup udara yang segar dalam-dalam kemudian ku hembuskan perlahan. Rasanya lega sekali.
Sekarang aku hanya sendirian di luar sini. Lagi-lagi aku merinding. Aku lalu melihat sekelilingku. Ada beberapa turis yang berlalu-lalang di jalan. Beberapa stan terlihat ramai pengunjung dan ada juga stan yang sepi. Aku merasa rombonganku pasti akan lama di dalam. Jadi, aku putuskan untuk berjalan-jalan sebentar.
Aku menuju ke sebuah stan minuman yang tak jauh dari mansion untuk membeli segelas minuman hangat. Di sana ada dua turis asing yang sedang duduk mengobrol. Aku mendekati pelayan toko di mejanya dan melihat daftar menu yang terpampang di atas meja. Hanya beberapa detik pelayan toko telah mengantarkan minuman yang pesanan ku. Segelas teh susu hangat disajikan ke dalam gelas karton dengan penutup plastik
"Trims," kataku sambil menyodorkan uang pada si pelayan.
"Ambil saja kembaliannya!" lanjutku.
"Terima kasih kembali!" balas si pelayan yang lalu pergi meninggalkanku.
Langsung saja ku seruput teh susu itu. Sambil menempelkan telapak tanganku pada gelas itu membuat tanganku yang tadinya dingin menjadi hangat. Kembali ku teguk teh susu itu hingga hampir habis sebelum keburu menjadi dingin. Barulah aku meninggalkan kedai dan lanjut berjalan-jalan.
Hanya ada gedung dan bangunan tua di sisi kiri-kanan jalan. Aku pikir mengapa para turis berminat ke sini padahal tidak ada sesuatu yang menarik di sini. Bagiku tempat ini seperti kota tua yang suram. Mungkin bagi para pecinta cerita horor seperti Mandy dan kawan-kawan, Dixie Holly adalah tempat yang wajib mereka kunjungi. Tapi bagiku Dixie Holly terlalu membosankan.
Perjalananku akhirnya berhenti disebuah toko kecil yang berada tepat di samping bangunan bergaya gothic yang merupakan sebuah katedral. Kuperhatikan sebentar toko yang diberi nama 'Dark Wolf' tersebut. Toko itu nampak lebih hidup dengan hiasan lampu warna-warni di atas platformnya. Penasaran dengan toko unik tersebut. Aku memutuskan untuk masuk ke dalam.
Ada beberapa pengunjung di dalam. Toko itu menjual beberapa buku bergenre misteri dan horor, disc film horor, aksesories seperti kalung dan gelang, hiasan rumah, serta mainan yang berbau Hallowen.
Aku berjalan ke rak buku dan melihat-lihat koleksi buku yang ada di sana. Kemudian beralih ke kumpulan disc film horor. Tidak ada yang menarik minatku. Lantas aku pun meninggalkan toko itu.
Kembali menyusuri jalanan yang masih basah. Semakin berjalan ke dalam semakin sepi. Stan pedagang pun mulai jarang terlihat. Ternyata aku telah sampai pada ujung jalan, jalan buntu yang dihadang tembok tinggi. Di sebelah kirinya sebuah gedung tingkat lima dengan banyak jendela tertata dengan jarak tertentu. Bangunan itu juga nampak tua dengan cat warna maroon yang mengelupas di beberapa bagian dindingnya. Aku coba membaca papan nama yang ada di atas gedung. Meskipun lampu yang menyala menerangi papan nama itu telah redup tapi aku masih bisa membaca tulisannya. 'Lucent Inn' nama gedung yang merupakan sebuah tempat penginapan.
Aku celingak-celinguk memperhatikan sekitar. Ada sebuah gang kecil di samping Lucent Inn. Tapi karena tidak ada lampu jalan yang menerangi gang itu jadi tidak terlihat ujung gang berakhir di mana. Sedangkan di sisi kanan jalan yang ada di belakangku ini hanyalah tanah lapang dengan ilalang yang tumbuh lebat tak beraturan.
Aku masih terus memperhatikan penginapan itu. Sepertinya penginapan itu juga tidak berpenghuni seperti Mansion Maera. Beberapa lampu di lantai dua dan empat nampak menyala walau redup. Sedangkan lampu sebuah kamar di lantai tiga terlihat berkedip-kedip. Beberapa jendela bahkan kacanya sudah pecah. Sedangkan pintu utama yang terpasang dari kaca itu terbuka sedikit. Anehnya aku malah merasa penasaran dengan penginapan itu. Seperti ada sesuatu energi yang menarikku untuk mendekat.
Aku kembali melihat ke sekililing, sepi, tidak ada orang di sekitar sini. Udara mendadak jadi dingin. Aku kembali merinding. Tapi itu tak menyurutkan keberanianku.
Dengan langkah pelan aku mendekati penginapan itu. Hanya beberapa langkah aku telah berada di depan pintu masuk penginapan. Aku mencoba mengintip dari balik kaca, tetapi di dalam terlalu gelap untuk bisa melihat sesuatu. Lantas aku berniat mendorong pintu itu agar sedikit lebih terbuka. Baru saja aku menempelkan tanganku ke pintu itu tiba-tiba saja seseorang membentak ku dengan suara keras.
"JANGAN MENDEKAT KE SANA! PERGI!" bentak seorang kakek tua yang entah datang darimana. Senter di tangannya mengarah kepadaku.
Aku sampai kaget dan spontan menarik tanganku. Belum sempat mendorong pintu itu. Kakek tua itu sudah membuatku hampir jantungan.
Tapi aku berusaha bersikap tenang dan bertanya padanya. "Memangnya ada apa di dalam penginapan ini?"
"Jangan banyak tanya! Sekarang juga pergi dari sini! Dan jangan coba-coba mendekati tempat itu!" bentak sang kakek dengan kasar.
Tapi aku masih berdiri di sana malah mencoba mengintip ke dalam lagi. Melihat aku yang keras kepala membuat kakek itu semakin geram dan kembali menggertak.
"Cepat pergi!"
Aku kembali melonjak kaget. "I ... iya .... Aku pergi!"
Aku segera menjauh dari penginapan dan juga kakek tua sambil menggerutu di dalam hati.
'Dasar kakek tua aneh! Tapi, kenapa dia melarang ku mendekati penginapan itu, ya?!'
Aku kembali menengok ke belakang. Si kakek masih terus mengawasi kepergian ku. Dan tatapanku berpindah ke penginapan. Sekilas aku menangkap sosok seseorang di lantai tiga yang lampunya berkedip-kedip. Tidak jelas wajahnya tapi dari bayangannya aku yakin ia seorang pria. Aku langsung melemparkan pandangan kembali ke jalan di depan. Dan menengok sekali lagi ke penginapan di lantai tiga. Namun sosok itu sudah lenyap entah kemana. Hanya lampu kamar itu yang masih berkedip-kedip. Aku merinding ngeri. Siapa itu tadi? Manusia atau hantu?
bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
@ Yayang Risa Selamanya
Beberapa gedung di sekitar situ terkesan angker karena minim pencahayaan
2023-09-20
0
@Yayang ♡ Risa
Sepertinya mr Mark menjadi pemandu buat Eriza dan teman temannya
2023-09-20
0
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 Butter ᝯׁ֒ꫀᥣᥣіᥒᥱ༅
bilang baik2 aja kakek jgn membentak
2023-09-20
0