Aku Pergi

...HAPPY READING...

...----------------...

*POV RADIT*

Malam itu aku meninggalkan perempuan yang sangat aku cintai di pinggir jalan, aku sangat kesal pada diriku sendiri yang tidak bisa mengontrol emosi, ketika sedang bertengkar.

Setelah aku hampir sampai ke rumah, aku kembali memutar arah lantaran hatiku sangat tidak tenang, terus memikirkannya.

Aku mencoba menghubunginya, namun ponsel Andara sama sekali tidak aktif, setelah aku sampai di lorong jembatan layang, tempat menurunkannya, namun Andara sudah tidak ada di sana.

“Oh Tuhan betapa bodohnya aku ini,” gumamku. Menyesali kebiasaan burukku, jika sedang bertengkar selalu saja seperti ini.

“ARGGGG,”

“Aku benci dengan diriku sendiri,” ucapku memukul setir lantaran kesal terhadap diriku sendiri.

Setelah itu aku pergi, meninggalkan kembali tempat tersebut. Aku pulang menuju rumah, dengan rasa penuh penyesalan.

Kini aku telah sampai di rumah, aku berjalan gontai, menggapai gagang pintu, memutarnya lalu mendorong hingga pintu itu terbuka.

Aku melangkahkan kaki memasuki rumah, di ruang keluarga terlihat Mama sedang terduduk.

Awalnya kupikir Mama sedang menunggu kepulanganku, namun saat aku tanya ternyata Mama sedang menunggu adikku yang ternyata belum pulang juga.

“Mama kenapa belum tidur, ini sudah larut malam loh... enggak bagus untuk kesehatan Mama!"

Namun ibuku hanya menatap sepertinya beliau sedang sangat marah pikirku.

Kemudian aku segera berlari kecil menuju tangga, untuk segera beristirahat ke kamarku yang ada di lantai dua, tapi Mama menghentikan langkahku.

“Tunggu Radit... Mama perlu bantuanmu!” ucapnya dingin.

Seketika aku terdiam memutar badanku, lalu menghampiri menghampirinya.

“Mama perlu bantuan apa dariku?” tanyaku segera menyadari pertanyaan yang akan dia lontarkan.

“Adikmu belum pulang, dan Papa kamu juga belum pulang, lihat ini sudah jam berapa!” tukasnya sambil melihat jam di dinding.

“Oh ya satu lagi... mulai sekarang kamu tidak usah berpura-pura baik kepada Mama, karena saya bukan Ibu kandungmu!" tukasnya.

‘Oh Tuhan... sudah bertahun-tahun, ternyata dia masih belum menyayangiku, hingga detik inipun dia sama sekali tidak menganggapku, sebagai Anaknya,' batinku lirih.

Perih rasanya luka yang sengaja aku pendam selama ini, aku sengaja menyetujui pernikahan Papa pada saat itu, lantaran aku ingin membuktikan, jika rumor ibu tiri yang jahat tidaklah benar.

Hari ini akhirnya aku menyadari, jika ibu tiriku memang jahat, benar yang di katakan teman-teman Almarhum Mama.

“Kenapa kamu diam, lihat saya... saya sedang bicara denganmu Radit! Cepat cari Adikmu dan bawa dia pulang! Jika kamu tidak bisa membawanya, maka jangan harap saya akan menganggapmu sebagai Anak!” bentaknya. menatap dengan tatapan yang penuh rasa benci.

Aku tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi antara, ibuku dan mama tiriku di masa lalu.

Kemudian Mama melanjutkan ucapannya, perlahan-lahan aku berusaha mengontrol diriku, berusaha menahan emosi, namun saat dia menghina ibuku aku tidak terima, sehingga aku balas membentaknya.

“Kamu dan Ibu kandungmu tidak lebih dari seorang benalu di keluarga ini. Saya membesarkanmu, mengurusmu hingga sesukses ini, dengan penuh bayang-bayang pengkhianatan Papa kamu! Bertahun-tahun mungkin saya bisa menahan luka itu, tapi kali ini maaf, saya tidak bisa membohongi diri saya sendiri, saya membencimu, karena wajahmu mengingatkan saya pada ****** itu!” tukasnya merekatkan rahang.

Dengan menatap tajam penuh kebencian.

“Diam... kalaupun Mama bukan Ibu kandungku, tidak sepantasnya Mama berbicara seperti itu tentang Ibuku!” sentaku yang pada akhirnya tidak bisa menahan amarah.

“Pergi dari rumah ini, karena saya muak melihat wajah ****** itu dari wajahmu!”

“Baik... saya akan pergi dari rumah ini, tapi jangan pernah Anda mencari saya jika keluarga Anda mengalami kesusahan!"

Kini aku yakin dia memang tidak pantas aku anggap sebagai seorang ibu, hari ini dia telah membuktikan kebusukannya di depan mataku.

Akhirnya aku sadar, dia hanya berbasa-basi menanyakan adikku.

Aku berjalan gontai menuju kamar, membereskan baju-baju, dan memasukkannya kedalam koper kemudian pergi dari negara ini, melupakan semua kenangan pahit yang aku alami sepanjang tahun ini.

*ATATURK INTERNATIONAL AIRPORT*

Adzan subuh berkumandang, sejenak aku menunaikan Shalat subuh.

sebelum kemudian aku berangkat menuju ke pesawat yang berlambang garuda biru.

Kini aku terduduk di dalam pesawat, hingga aku tertidur sepanjang perjalanan menuju, salah satu Negara di Asia yaitu INDONESIA tempat kelahiran ayah dan ibu kandungku.

“Selamat jalan Andara, semoga kita bisa bertemu lagi di kemudian hari,” ucapku kemudian memejamkan mata.

***

*POV ANDARA*

Hari itu aku sangat sedih, setelah mendengar kabar kepergian Radit dari Zevania, aku merasa sangat bersalah atas kepergiannya.

Aku berjalan di antara riuhnya orang-orang yang berlalu lalang di lokasi pemotretan.

Kemudian aku terduduk di kursi sambil membayangkan kembali pertengkaran pada malam itu.

Andai saja malam itu aku tidak meladeni Radit, pasti hari ini aku tidak akan kehilangannya.

“Hai... jangan melamun,” ucap seseorang menyadarkan lamunanku.

Sekilas aku menoleh, ternyata dia Zevania sepupunya Radit.

“Kamu... aku kira siapa?" ucapku.

“Memang yang kamu harapkan siapa, hem...,”

“Ya tidak ada yang kuharapkan sih, hanya saja kamu itu tumben datang ke lokasi pemotretanku,”

“Oh jadi enggak boleh gitu aku main ke lokasi ini. Huh... padahal aku hanya ingin menemanimu Andara,” ujar Zevania mendengus sebal.

Kemudian aku menanyakan soal kepergian Radit padanya.

“Zee,” sapaan akrabku kepada Zevania.

“Apa benar kamu tidak mengetahui Radit pergi ke mana?”

Sejenak Zevania terdiam, tidak menimpali pertanyaanku.

Aku lihat ada kesedihan di matanya. Perlahan-lahan Zevania memulai perkataannya.

“Sebenarnya aku tahu Radit pergi meninggalkan Negara ini, tapi aku tidak tahu tujuan dia ke mana Dara,” ujarnya.

“Apa kau sama sekali tidak bertanya padanya. Negara mana yang akan dia kunjungi?" tanyaku penuh dengan rasa penasaran.

“Aku tidak tahu, sungguh...,” balasnya.

“Huhhhh,” aku menghela nafas sesaat kemudian pandanganku teralihkan pada sosok pria bule yang sedang menatapku.

“Sial dia lagi!” aku mengumpat lantaran ada sosok menyebalkan sedang menatap ke arahku.

“Maksud kamu, siapa? Aku!" ujar Zevania heran terhadapku.

“Enggak... bukan kamu, tapi bos besar ALX_PICTURE,” ucapku sambil memutarkan kursi Zevania, hingga tatapannya bertemu dengan si bajingan Alexander.

Bajingan yang telah merenggut keperawananku, yang sengaja kujaga dengan baik selama ini.

“OH MY GHAT... Andara dia tampan sekali,” ucap Zevania yang sepertinya mengagumi sosok Alexander.

“Ya dia memang tampan, tapi kelakuannya minus, aku membencinya!” gumamku, mendesah pelan lalau menghela nafas.

“Huhhhh... jika kau mau ambillah,” ucapku menawarkan pria bajingan itu kepada Zevania.

“Eum... tapi aku rasa dia itu tidak sebaik penampilannya deh, enggak ah, kayaknya aku bukan tipe dia deh!" tebak Zevania.

“Kalau kamu mau, kejar dia. Buatlah diri kamu menjadi tipe perempuannya,” ucapku malas, membuang muka dari tatapan Alexander.

Namun sesaat kemudian aku kembali mengitarkan pandangan.

Pria bajingan itu sudah tidak lagi ada di sana, di kursi yang berjarak kurang lebih lima meter dari kursiku, kemudian aku menghela nafas untuk ke sekian kalinya.

“Huh... syukurlah dia sudah pergi,” gumamku.

Namun, tiba-tiba saja ada seorang kurir, mengantarkan bunga Tulip berwarna putih ke mejaku.

“Dengan Nona Andara ya?” tanyanya.

“Ya saya sendiri!” jawabku menerima bunga lalu menandatangani, secarik kertas tanda bukti penerima barang.

“Siapa yang mengirimkannya, ya Mas?” ucapku namun kurir itu hanya membalasku dengan senyuman, lalu pergi begitu saja.

“Wah... bunganya indah sekali Dara,” ucap Zevania tersenyum.

Sambil menghirup wangi bunga Tulip itu.

“Eh ini ada kartu ucapannya nih,” ucap Zevania sambil mengambil kartu ucapan itu.

Namun aku segera merebut kartu ucapan itu, dari tangan Zevania.

“Ini untuk aku Nona Zevania... bukan untukmu,” ucapku menggerakkan tangan merebutnya.

Perlahan aku membuka kartu ucapan itu, ketika aku membacanya aku sangat senang, karena bunga ini adalah dari Radit.

Dia sengaja mengirimkan bunga ini sebagai permohonan maafnya padaku, atas pertengkaran malam itu.

“Hon... maafkan aku yah, atas semua kesalahanku. Ijinkan aku menebus kesalahan itu, temui aku di Four season hotel, nanti malam,”

Oh Tuhan aku sangat senang, karena sebelumnya Radit tidak pernah memperlakukanku seromantis ini.

“Kamu kenapa sih, senyum-senyum sendiri. Mana dong aku juga pengen baca,” ujar Zevania berusaha ingin tahu isi permohonan maaf dari Radit, namun aku menepis tangannya.

“Jangan dong sayang... ini rahasia pribadi, dah ya aku mau pulang,”

Kemudian aku bangkit untuk segera pergi setelah menyelesaikan pemotretan, ingin segera menemui Radit di four season hotel.

Sementara Zevania hanya tersenyum menatap kepergianku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!