UHUUUUUUUUUUY
BAB INI KITA SUDAH MASUK KE MASA LALU YA. JADI BUKAN HANYA PANDANGANTRIPLE P AJA. KITA AKAN LIHAT DARI SEMUA TOKOH.
SEMOGA KALIAN SUKA DAN SELAMAT MEMBACA
“Papa enggak mau tahu. Kamu harus segera pulang. Atau kakek akan melakukan keputusannya mencoretmu dari trah Purwanagara. Kamu tahu, kalau kakek melakukan itu, Papa tak bisa membantahnya.” demikian percakapan singkat Galih Purwanagara, papanya tadi pagi.
Putra membuang asap rokoknya di balkon apartemennya, saat ini sudah musim gugur. Dia memandang London nan temaram dari tempatnya duduk. Bumi seakan seirama dengan jiwanya nan kelam. Dia rindu keluarganya, rindu dekap dan peluk mama. Dia rindu kehangatan bumi nusantara.
Namun duka mendalam telah tertoreh mengoyak jiwanya. Kalau boleh dia tak pernah ingin kembali ke Indonesia. Ada luka teramat dalam yang mengoyak kalbu dan membuatnya benci semua perempuan kecuali ibu dan adik perempuannya serta kerabatnya.
Pikirannya melayang ke kejadian empat tahun lalu di ujung timur Jakarta. Orang tuanya tinggal di Ujung Aspal Pondok Gede yang masuk dalam wilayah Bekasi.
“Man, loe besok ikut cari route buat lomba sepeda yang bunda Dewi bikin untuk program kerja sama dengan kecamatan ‘kan?” Putra menanyakan sahabat akrabnya sejak SMP perihal cari route aman untuk lomba sepeda SABA DESA, karena bu Dewi guru mereka bukan orang asli Kranggan sehingga tidak hafal daerah sini.
Bu Dewi minta anak-anak pramuka asuhannya yang paling dekat, yang tergabung dalam group KEMDUR (singkatan dari kembang duren) untuk membantunya. Dan Putra langsung menyanggupi permintaan tolong pembina pramukanya itu.
“Gue enggak pasti, sepeda gue kayaknya enggak siap,” jawab Herman tak acuh.
“Kalau begitu elo yang bawa motor aja. Bunda Dewi ‘kan jangan suruh ngegowes. Bunda naik motor aja, gimana?” tanya Irhan membagi tugas.
Kali ini Herman kembali memberi alasan kalau besok dia tak bisa ikut kegiatan survey.
“Gue juga enggak tahu, karena kemaren nyokap nyuruh gue ke rumah mpok Nani, buat ambil kebayanya,” sahut Herman ogah-ogahan
“Ok, jadi sementara kita putuskan Herman besok enggak bisa, atau bisa, tapi tentative, siapa yang bisa mbawa bunda Dewi?” Putra kembali mencari solusi survey besok, saat ini mereka sedang meeting intern Kemdur.
“Qi bisa Ta,” sahut Qiqy, gadis imut berjilbab.
“Gue juga bisa kok,” sahut Sanih.
“Kalau begitu kalian berdua stand by aja, biar nanti bunda pilih kalian. Yang enggak mboncengin bunda Dewi, bagian bawa air minum aja, sedikit kok, 10 botol paling, sesuai jumlah kita yang survey, walau gue harap semua bawa minum masing-masing,” lanjut Putra.
“Selesai ya, besok pukul 06.00 pagi sudah kumpul di sekolah, biar enggak kepanasan yang nge gowes, jangan lupa sebelum berangkat semua wajib sudah sarapan,” Putra menutup meeting siang itu.
“Pray, elo kasih tahu ke bunda Dewi deh hasil meeting hari ini, intinya aja lah, besok kumpul di sekolah pukul 06.00 gitu,” perintah Putra pada Prayogi yang memang akrab dengannya.
“Dian, elo bagian pencatatan pemetaan untuk POS penjagaan selama lomba ya, jangan lupa bawa alat tulis,” kembali Putra memerintah temannya satu persatu sesuai tugasnya. Kali ini dia memerintah ceweq kecil imoet berambut panjang, Yusdianty.
“Doy, jangan lupa besok bawa perlengkapan P3K, walau survey kita tetap berjaga-jaga,” titah Putra pada Edy yang biasa dipanggil Edoy.
***
“Kak, aku lupa bawa kompas,” lapor Yusdianty pada Putra pagi itu. Untuk pemetaan tentu sangat di butuhkan kompas.
“Wah Yan, kompas Kakak masih di rumah kak Ayu. Sebentar Kakak tanya yang sudah pada datang ada yang bawa kompas enggak ya. Tapi alat tulis lainnya semua lengkap ‘kan, penggaris … busur? Cek dulu,” perintah Putra. Dia tak ingin dua kali kerja.
“Iya Kak, yang lain semua lengkap,” sahut Yusdianty lirih, dia takut dimarahi kakak tingkatnya yang terkenal sangat disiplin itu.
Putra menanyakan siapa yang membawa kompas kali ini, tapi diantara yang hadir tidak ada yang membawa alat penunjuk arah itu.
“San, pinjem motor sebentar, mau ambil kompas di rumah Ayu. Pray lo ambil alih memimpin di sini sebentar. Doy elo temenin gue ke rumah Ayu,” Putra langsung memberi perintah pada Sanih, Prayogi dan Edy.
Putra dan Edy naik motor ke rumah Ayu pacar Putra, gadis ini sama-sama kelas 12, karena Putra ikut kelas akselerasi, sedang Edy, Prayogi, Herman, Sanih serta Qiqy masih di kelas 11. dan Yusdianty masih dikelas 10, bersama Wendy dan Lia.
Sesampai di sana Putra dan Edy langsung masuk ke rumah yang pagarnya tidak di kunci. Di depan ada bik Sarah, adik ibunya Ayu yang menjaga dan merawat Ayu serta 2 orang kakaknya karena ibunya kerja sebagai tenaga medis di luar negeri sedang ayahnya adalah driver di kedutaan besar negara tetangga di Jakarta. Ayahnya Ayu jarang pulang menengok anak-anaknya di rumah.
“Ayu ada Bik?” sapa Edy.
“Belum bangun kayaknya, masuk aja bangunin kayak biasanya.” perintah bik Sarah, Edy memang masih saudara jauh Ayu.
Edy dan Putra mengetuk pintu kamar Ayu. Namun tidak ada respon dari penghuni kamar. Mengingat mereka di tunggu team yang akan berangkat survey, Edy berinisiatif membuka pintu kamar Ayu.
Edy dan Putra mendapat kejutan saat melihat apa yang terpampang di kasur. Ayu masih lelap dalam dekapan Herman yang tidak memakai kaos, hanya menggunakan celana pendek saja. Terlihat kaos serta baju Ayu berserakan di lantai.
Edy mengguncang pelan lengan Ayu. “Noy bangun, gue mau ambil kompas,” entah mengapa sejak kecil di keluarganya Ayu mendapat panggilan Ninoy.
Ayu yang bingung masih mengerjapkan mata mendengar Edy bicara, dia hanya memakai kaos tanpa lengan tipis, tanpa bra sehingga terlihat jelas dua puncak gunung mahamerunya melekat di kaos. Ayu terbelalak ketika di depan pintu dilihatnya Putra kekasihnya sedang memandangnya tajam.
“Gue enggak bisa nunggu lama, ambilin kompas sekarang juga,” pinta Edy tegas, Edy bisa membayangkan bagaimana runtuhnya hati sahabatnya melihat kekasihnya sedang tidur bersama sahabat mereka yang lain.
Ayu menurunkan kakinya, dia gunakan dulu celana pendeknya karena dia hanya memakai segitiga saja sehabis peperangan hangat dengan Herman semalam. Dia menggunakan celana pendek sambil ditutupi selimut. Dia berjalan sambil menunduk, membuka laci meja belajarnya dan mengambil kompas lalu memberikan pada sepupunya.
Tanpa berkata apa pun Edy dan Putra langsung keluar kamar itu. “Kenapa cepet Dy?” tanya bi Sarah.
“Enggak mau ganggu orang yang lagi bulan madu Bi,” jawab Edy ketus, meminta kunci motor pada Putra, karena dia tidak ingin Putra membawa motor dengan pikiran galau.
“Maksud lo apa Dy?” tanya bi Sarah penasaran.
“Bibi liat tu anak lo, tidur ama siapa dia, dan sejak kapan Bibi enggak kontrol mereka!” kecam Edy sambil menjalankan motor Sanih keluar pagar rumah sepupunya.
================================================================
YANKTIE ( eyang putri ) mengucapkan terima kasih kalian sudah mampir ke cerita sederhana ini.
Jangan lupa kasih LIKE, hadiah secangkir kopi atau setangkai mawar dan setiap hari Senin gunakan VOTE yang kalian dapat gratis dari noveltoon/mangatoon untuk diberikan ke novel ini ya
Salam manis dari Sedayu~Yogyakarta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 237 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
PARAH TU SI AYU... SDH PNY PACAR SI PUTRA, TPI BRKHIANAT, SELINGKUH & BRZINAH..
2024-03-18
0