Bertemu Lagi

"Apa ini tokonya ya?" gumam Bima dengan memandangi sebuah toko kecil yang terlihat cukup rame.

Bima saat ini tengah berdiri di depan sebuah toko penyedia perlengkapan basket yang diperolehnya dari searching google.

Meski sejak kecil Bima telah tinggal di Jogja, namun cowok blasteran Indo Jerman itu tidak terlalu tahu seluk beluk kota Jogja sepenuhnya.

Sejak kecil harinya hanya dihabiskan di rumah bersama keluarganya. Kalaupun keluar rumah dan jalan jalan pasti bersama kedua orangtuanya. Menginjak remaja waktu Bima hanya diisi dengan kegiatan sekolah dan rutinitas jadwal latihan basket. Selebihnya Bima memilih mager di dalam kamar. Atau membantu maminya di dapur. Meski seorang lelaki Bima cukup menggemari aktivitas dapur. Rasanya sangat memuaskan ketika bisa menikmati makanan hasil jerih payahnya sendiri. Meski begitu bukan berarti Bima menjadi cowok letoy seperti perempuan. Tubuh dan jiwanya tetap cowok tulen.

Beda Bima beda Arya, Arya lebih menyukai aktivitas di luar rumah.

"Sepertinya meyakinkan." Bima memasukkan ponsel pintar ke dalam saku celananya setelah memastikan alamat toko yang ditujunya adalah benar.

Bima yang saat ini memasuki toko dengan penampilan bak artis papan atas, menarik perhatian para pengunjung toko yang tak seberapa besar tersebut.

Meski toko itu adalah toko peralatan basket yang identik dengan olah raga kaum adam. Namun ada juga pengunjung perempuan yang entah itu mencari sesuatu untuk hadiah atau hanya sekedar menemani kekasihnya di sana.

Meski saat ini Bima hanya memakai celana pendek selutut berwarna coklat dengan dipadukan kaos oblong putih. Akan tetapi postur tubuh Bima tinggi atletis, dengan kaca mata hitam yang bertengger di atas hidung mancung menutupi kedua mata legamnya. Adalah perpaduan apik bak patung dewa yunani yang tetap saja membuat wajah tampannya terlihat menonjol. Membuat para gadis yang berada di dalam toko melihatnya dengan tatapan memuja.

Bima yang sudah terbiasa akan tatapan kaum hawa yang terpesona dengan wajah tampannya, terlihat tak peduli.

Langkah kaki jenjangnya semakin masuk ke dalam toko.

Dibalik kaca mata hitamnya Bima memindai keberadaan pelayan toko agar bisa membantunya mendapatkan benda kecil untuk memompa bola basketnya.

Sebenarnya Bima merasa risih mendapati banyak tatapan memuja dari para gadis yang ada di dalam toko tersebut.

"Seperti orang gurun yang nggak pernah liat cowok cakep saja." Bima menggumam lirih dengan mendengus.

"Mbaknya pelayan toko di sini?" tanya Bima dengan sopan saat bertemu dengan seorang wanita yang memakai kerudung lebar dengan logo nama toko tersebut.

Wanita yang tengah menunduk, memilah baju baju basket di tangannya itu mendongak.

"Oh iya mas. Tapi sebentar ya, saya tak melayani masnya ini dulu." Sahut wanita yang sepertinya berumur lebih tua dari Bima. Sepertinya pelayan toko itu sedang mencari ukuran yang sesuai dengan keinginan pembeli.

"Oh iya." Bima mengangguk sopan. Tetap berdiri di tempatnya karena menurut pandangan matanya tidak ada lagi orang lain yang memakai baju seperti pelayan toko tersebut. Itu berrti Bima harus sabar menunggu pelayan tersebut menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu.

Meskipun Bima adalah seorang keturunan WNA namun maminya tetap mengajarkan budaya timur yang terkenal dengan nilai kesopanannya.

Untuk itu Bima sedikit banyak telah terbiasa untuk lebih menghargai orang lain.

Dengan masih berdiri di tempatnya, kedua mata yang tertutupi kaca mata hitam itu tak berhenti bergerak seolah men_scan setiap sudut toko.

"Toko seramai ini, memangnya nggak kuat bayar pelayan apa... Nggak takut ada yang mencuri apa..." ucapan itu tentu saja hanya Bima serukan dalam hati saja. Bima tidak mungkin mengutarakannya langsung.

"Maaf ya mas lama, soalnya saya lagi sendiri. Yang lain pada nggak masuk, pada sakit. Maklum lagi masuk musim pancaroba."

Ucap pelayan toko yang tadi sempat Bima tanya. Seolah bisa mendengar dan membaca isi otak Bima.

"Eh... nggak papa mbak." Bima mengusap belakang lehernya canggung.

"Perasaan gue tadi cuma ngomong di hati deh." Bima sembari mengingat. Tentu saja hanya menggumam di dalam hati.

Detik berikutnya seseorang terlihat memasuki toko dengan tergesa. Dia adalah seorang perempuan yang memakai baju seperti pelayan toko yang sempat berinteraksi dengan Bima.

"Maaf mbak Mir... jalanan macet." Ucap gadis yang baru datang tersebut dengan berseru. Kemudian segera meletakkan tas selempangnya pada sebuah rak dekat meja kasir.

Pelayan yang berada di dekat Bima hanya mengangguk tersenyum.

"Eh... masnya ini... tolong ya... udah nunggu lama soalnya." pelayan toko di dekat Bima dengan menunjuk Bima, memberi tanda untuk segera dilayani.

Pelayan itu menunjuk Bima untuk dilayani karena merasa Bima adalah orang yang baru pertama kali datang ke toko ini. Karena jika sudah biasa, pastilah mencari kebutuhannya sendiri pada tempatnya.

Toko ini memang menerapkan sistem jualan half self service karena sang pemilik ingin para pelanggannya memilih dan menemukan pilihannya dengan puas.

Gadis yang baru saja masuk tersebut segera berjalan menuju Bima yang tengah menunduk, sibuk dengan ponsel pintarnya.

"Em... ada yang bisa saya bantu mas?" tanya gadis itu dengan sopan.

Seketika Bima pun mendongak.

"Elo!!" seru Bima dengan kedua mata melebar sempurna efek terkejut.

Gadis di depan Bima yang tak lain adalah Kayla pun tak kalah terkejut.

🌷🌷🌷

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!