Bab. 02 - Makanan Manis Di Meja

...Kamu datang dengan tangisan....

...Kurang ajarnya, kamu meminta pelukan....

...Ku taruh makanan manis di atas meja....

...Tetapi, kamu tidak juga tertawa....

...Aku tanya apa yang kamu inginkan....

...Ternyata, denganku kamu ingin berjalan-jalan....

...~o0o~...

Jengkel!!!

"Aku sedikit kesal karena pada akhirnya, hariku dikacaukan oleh seorang gadis yang tak ku kenal. Aku terpaksa harus mentraktirnya ke kantin agar dia tidak menangis lagi." batin Aratha kesal saat dia menyaksikan Sonya makan dengan lahapnya. Aratha tak akan percaya, gadis mungil seperti Sonya bisa makan dalam porsi yang sangat banyak melebihi kaum cowok.

Sonya makan tanpa memberi jeda untuk bernafas dan membuat Aratha teringat pada paus biru yang bisa menelan apa saja. Bahkan berliter-liter air mampu diminumnya.

Aratha langsung menyimpulkan kalau Sonya sangat menyukai mie instan dan sekarang dia sudah menghabiskan tiga mangkuk. Untungnya hari ini ada diskon besar-besaran. Jika bukan karena itu, Aratha tak akan pernah membelikan Sonya enam mangkuk mie instan pakai telur. Mungkin dia akan memilih untuk membelinya tiga tusuk sate setelah itu pergi dan mengancam jika Sonya muncul lagi di depannya. Namun, Sonya terus memaksa agar dia tetap berada di sini dan menemaninya makan. Dia akan menangis lagi jika Aratha sampai meninggalkannya.

"Kamu kayak nggak pernah makan setahun. Memangnya apa enaknya itu? Sangat tidak sehat jika dimakan berlebihan!" Aratha menatapnya heran.

Sonya berkedip beberapa kali, menyadari ada sesuatu yang kurang di sini. "Kamu nggak makan juga? Jarang sekali ada diskon besar-besaran di kantin ini. Jadi, jangan di sia-siakan." Sonya mendorong salah satu piring berisikan martabak manis pada Aratha.

"Nggak usah!" singkat Aratha dingin dan langsung mengalihkan perhatiannya.

"Kenapa sikapmu dingin seperti ini? Aku merasa kita sedang mengobrol di kutub selatan dan dikelilingi pinguin kecil. Aku juga belum pernah melihat orang yang memiliki sifat menyebalkan kayak kamu." celetuk Sonya.

"Siapa yang menyebalkan di sini? Kamu pikir aku nggak tahu? Selama ini kamu kan yang selalu membututi ku sepanjang hari? Kamu juga sering memegang kamera menyeramkan milikmu dan diam-diam memotret ku dari kejauhan kan?! Dan saat kamu ketemu sama aku, kamunya malah nangis! Cengeng banget sih!" tegas Aratha begitu dingin dan curiga pada setiap gerak-gerik Sonya.

"OHOOK! OHOOK!" Sonya langsung tersedak makanannya yang tersangkut di tenggorokan. Dengan cepat dia mengambil segelas air di atas meja dan meminumnya. Sementara Aratha masih menatapnya, tak peduli apakah dia sampai sesak nafas atau malah berujung ke elevator akhirat. Bisa saja, Sonya hanya mencoba berdalih dari pertanyaannya.

Hening.

"Sudah selesai drama batuknya?"

"Manusia tanpa perasaan! Bisa-bisanya dia santai aja ketika ada seseorang yang tersedak! Apakah dia nggak takut aku akan mati setelah ini?!" batin Sonya, kesal.

Berusaha sabar. Tarik nafas lalu buang perlahan.

Sonya melirik ke arah Aratha. Dia bingung bagaimana dia bisa menjawab pertanyaannya tadi. Selain sikapnya yang dingin, Aratha juga tidak suka jika pertanyaannya digantungkan begitu saja. Ekspresinya juga tidak pernah bisa dikondisikan.

"Ketua klub drama memintaku untuk mencarikan seseorang yang cocok menjadi tokoh pangeran di pentas seni nanti. Jadi, aku pikir kamu orang yang cocok untuk menempatinya." jawab Sonya apa adanya meskipun dia tidak yakin kalau Aratha akan mengerti.

Berusaha bicara baik-baik untuk mendapatkan hatinya.

"Terus? Kenapa kamu selalu memegang kamera saat mengikutiku? Apa hubungannya itu? Sudah diam-diam kamu memotret ku dan dengan mudahnya kamu mengatakan alasan yang lain! Kamu stalker ya?! Kamu mau buat aku celaka dengan ngandelin dukun?!" Aratha terlihat semakin dingin sampai membuat Sonya merasa sedang diinterogasi.

Tegang sekali.

”Heh! Zaman sekarang mana ada dukun! Lagian kalau emang ada, ngapain aku ngandelin dia?! Mending aku langsung lempar sesuatu ke kamu biar kamu belajar cara jadi manusia normal!” Sonya memukul meja.

”Jangan memukul meja di depan lawan bicaramu! Kamu nggak pernah belajar sopan santun?!”

”Siapa juga yang mulai duluan?! Sekarang kamu tahu kan kalau aku orangnya pemarah?!”

”Dari awal aku emang nggak kenal kamu! Aku juga nggak pengin kenal kamu! Kamu duluan yang nangis di depanku dan membuatku dituduh melakukan kesalahan!”

”Kamu aja yang merasa! Aku kan nggak nuduh kamu sama sekali!”

Di sisi lain, Fahruz sedang mengawasi Sonya dan Aratha di salah satu meja yang ada di belakang Sonya. Meski tidak mendengar pembicaraan keduanya, dia bisa merasakan ketegangan dan amarah yang sedang dialami Sonya saat ini. Rasanya, pesona dingin Aratha mampu menyejukkan orang-orang yang berkeringat di kantin. Meskipun Aratha adalah sosok cowok yang digilai oleh Sonya sejak keduanya pertama kali bertemu, Fahruz jelas-jelas tak membiarkan hal ini terjadi setelah Sonya bertemu lagi dengan Alrez.

”Tapi, tampaknya mereka juga nggak serasi.”

Lagi-lagi untuk kedua kalinya, saat Fahruz akan berjalan menghampiri Sonya, tiba-tiba saja Sonya beranjak dari kursi lalu mengajak Aratha berlari menuju suatu tempat. Fahruz tidak tahu apa yang dikatakan oleh Sonya sampai-sampai menarik Aratha juga. Diam-diam, Fahruz mengikuti mereka berdua dari belakang.

...~o0o~...

"Kinan! Kinan!" seru Sonya sembari menarik Aratha masuk ke dalam kelas milik klub drama yang penuh sesak karena dipenuhi benda-benda tidak terpakai.

Seorang cewek dengan rambut panjang dikuncir kuda, menoleh ke arah Sonya ketika dia sedang mengecat properti drama. Dia satu-satunya cewek cantik yang ada di klub dan semua orang mendambakan dirinya memakai gaun seorang putri dari negara barat. Namun, kecantikannya ini ditutupi oleh sifat dinginnya yang tak jauh berbeda dari Aratha.

"Kenapa? Kamu datang bawa masalah lagi?" celetuk Kinan, menatapnya dengan curiga.

"Aku bawa orang yang cocok! Dia bakalan jadi karakter pangeran utamanya!" ucap Sonya dengan antusias saat dia mendorong Aratha ke depan.

"Heh! Kamu ini apa-apaan?! Aku nggak bilang kalau aku menerima tawaran kamu!" ucap Aratha tegas sembari melepaskan tangannya dari Sonya.

Namun, Kinan sudah lebih dulu memperhatikannya dari jarak yang sangat dekat. Sepertinya tak cukup bagi Kinan untuk memperhatikan dan menilainya sejauh satu meter. Dia begitu dekat bahkan suara nafasnya sampai terdengar di telinga Aratha yang langsung berdebar-debar karena tak terbiasa.

”Satu cewek keras kepala dan satu cewek yang minusnya nggak karuan. Kenapa aku sampai ketemu mereka sih?!” batin Aratha kesal.

"Hmm, cocok juga. Tubuhnya bagus dan rambutnya rapi sekali. Kakinya juga panjang dan tangannya sedikit berotot. Selera kamu cukup bagus, Sonya." ucap Kinan sembari melipat tangannya dan menjauhkan kepalanya.

Kinan menoleh ke belakang lalu memanggil, "Faiz! Sini sebentar!"

"Ya! Sebentar!" seru Faiz, seorang cowok yang gemar memamerkan senyum lembutnya pada siapapun. Meskipun begitu, dia gemar sekali berganti-ganti cewek setiap bulannya. Namun, hatinya tetap tertuju pada Kinan.

Kinan menatap Faiz yang sudah ada di sebelahnya. Dia berkata, "Berikan dia naskahnya dan buatkan bajunya. Pementasan akan dimulai seminggu lagi. Jadi semuanya harus cepat."

"Oke, akan kulakukan." jawab Faiz sembari berjalan dan mendorong punggung Aratha. "... Ayo, ukur bajumu. Dilihat dari belakang, punggungmu lebar juga. Kamu sering olahraga ya?"

Aratha langsung menahan langkahnya sambil berkata, "Aku nggak bilang kalau aku mau ikut-ikutan! Kenapa memaksa sekali?" Aratha menatap dingin Sonya yang berlindung di belakang Kinan. Sonya sepertinya sangat tahu kalau Aratha pasti akan sangat marah padanya karena dia orang yang sudah memaksanya.

"Sudahlah, lakukan saja! Semua ini demi Sonya. Dia sudah membututimu sejak aku menyuruhnya untuk mencari orang." Kinan tampak tak peduli.

"Kalau kamu nggak mau, Sonya bakalan nangis dan pementasan akan dibatalkan. Semua orang akan menyalahkanmu karena kamu nggak bisa diatur." lanjut Faiz.

"Tapi, aku nggak bilang kalau aku mau melakukannya!" bentak Aratha.

"Terlambat! Aku sudah menuliskan namamu dalam daftar. Kamu juga akan mendapatkan nilai tambahan jika melakukannya." ucap Kinan sembari menuliskan namanya di atas sebuah kertas.

"Tapi, aku tetap nggak mau melakukannya!" paksa Aratha.

"Sudahlah, Aratha. Terima nasib. Kami semua menerimamu di sini." ucap Sonya sembari menggandeng tangan Aratha lalu menggiringnya masuk ke dalam sebuah ruangan.

Bersamaan dengan itu, Fahruz mendatangi mereka. Dia berjalan menghampiri Kinan yang sedang berbicara dengan orang lain. "Kamu lihat Sonya?"

Kinan menatap Fahruz lalu menjawab, "Ya, dia baru saja pergi. Kali ini dia memaksa Aratha sampai-sampai membuatnya mengalami tekanan." Kinan menutup bukunya.

"Oh, begitu ya?" singkat Fahruz pelan sambil menggaruk kepala belakangnya.

"Kayaknya kamu butuh kerjaan. Tolong selesaikan properti yang belum di cat. Aku mau memastikan mereka berdua Nggak bertengkar." Kinan memberikan kuas cat pada Fahruz. Setelah itu dia pergi menuju ruangan lain.

"Seenaknya saja dia memberikanku tugas seperti ini. Aku juga ada pekerjaan." gumam Fahruz kesal, memperhatikan tumpukan triplek dan kardus properti yang belum di cat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!