Part 5 (Kesal)

"Sadar enggak sih Ko, kalau kamu sudah jatuhin harga diriku di depan itu cewek aneh?!" tanya Langit berseru kesal pada Marco.

"Lah kamu-nya mau, jadi bukan salah aku sendiri kan?" Elak Marco tak mau di salahkan sendiri.

"Simalakama sih sebenarnya. Aku enggak terima tantangan kamu, malu sama kalian, aku terima tantangan kamu malunya tetap sama kalian tapi plus cewek aneh itu.

Mending tadi aku enggak terima tantangan kalian, mendingan aku traktir kalian dengan uang jajan seminggu aku dari pada ujung-ujungnya seperti ini." Langit mengomeli teman-temannya juga kecerobohannya.

"Sudah ngomelnya, kaya emak-emak saja kamu Lang, ngomelnya panjang banget susah di jeda." kata Damar membuat Langit langsung diam tapi muka datar dengan tatapan tajam ke Damar karena di katakan seperti emak-emak.

"Yah elah Lang, perasaan jadi baperan deh kamu!" kata Damar melihat Langit yang tak seperti biasanya.

"Bagaimana enggak baper kalau reputasinya sebagai si serba bisa dan selalu as a winner (ceileh othor sok inggris) tiba-tiba kalah, sama cewek pula, lebih jauh pendek pula." kata David seolah mewakili perasaan Langit.

"Sudah lah Lang, besok jadwal olahraga di sekolah buktikan saja, mungkin karena di sini terlalu banyak orang jadi kamu bisa kalah sama itu si Oren Marun." Perkataan Marco membuat keempat sahabatnya menatap penuh tanya.

"Siapa tadi? Perasaan tadi kamu juga nyebut oren marun, siapa oren marun?" tanya Rifki mewakili yang lain.

"Lah, cewek item tadi bukannya namanya Oren ya?" tanya Marco konyol.

"Jingga Marcooo...!!" sahut keempat sahabatnya serempak.

"Lahh, pikiranku juga itu, tapi ini mulut kok bisa salah sebut ya?" Lagi-lagi Marco pasang wajah konyol.

"Makanya pikiran sama mulut di singkronkan dulu!" sergah Langit sebal.

"Iya deh, aku usahain." sahut Marco sambil nyengir.

"Trus maksudnya Oren Marun itu apa?" tanya Langit penasaran.

"Warna merah cenderung hitam namanya merah apa?" tanya Marco balik.

"Merah marun!" jawab sahabatnya kompak

"Jadi?" tanya Marco sambil menatap keempat sahabatnya satu persatu, tapi sepertinya mereka belum ada yang dapat jawabannya.

"Jadi apa?!" tanya Damar penasaran.

"Apa karena dia berkulit gelap?" tebak Langit, dan Marco langsung menjentikkan jarinya dan menunjuk Langit sebagai tanda membenarkan.

"Benar-benar ya kamu Ko!" seru Rifki tak habis pikir di iyakan teman yang lain, sementara Marco hanya nyengir memamerkan deretan giginya.

Lalu kelimanya beranjak dari tempat itu menuju tempat parkir untuk pulang ke rumah masing-masing.

***

Sementara Jingga yang baru saja masuk rumah tanpa mengucap salam langsung kena sindir oleh ibundanya.

"Wa'alaikum salam!" seru Widya sambil membawakan segelas teh untuk suaminya yang sedang mandi karena baru saja pulang.

Astaghfirulloh. Assalamu'alaikum bunda." Jingga mengucap salam dengan perasaan tak enak dan hanya nyengir saja menyadari kelalaiannya.

"Pasti lagi kesal." tebak Widya.

"Tahu saja bunda." sahut Jingga.

"Bunda selalu tahu anak kesayangan bunda ini sedang dalam kondisi yang bagaimana." kata Widya sambil menowel hidung bangir anak gadisnya lalu duduk di sebelah Jingga.

"Iya, bunda memang terdebes buat Jingga." kata Jingga sambil memeluk ibunya dari samping.

"Buat ayah juga dong!" seru Indra sambil berjalan menuju kedua perempuan tercintanya berada.

"Iya. Enggak terkalahkan kalau pas sama yang ini." gurau Jingga menanggapi perkataan ayahnya.

"Ya harus dong, ayah enggak mau kalah sama kamu." sahut sang ayah sambil ikut memeluk istri tercintanya.

"Dasar bucin!" seru Jingga dan hanya ditanggapi cibiran dari ayahnya. "cowok tuh emang suka enggak mau kalah, dan kalaupun sudah kalah sekalipun sama perempuan pasti masih tetap tidak terima." lanjut Jingga nampak kesal.

"Apakah ini curahan hati sendiri?" tanya Widya sambil mengerutkan dahi dan memegang dagu dengan ibu jari dan telunjuknya.

"Gitu dehh..!" sahut Jingga kesal sambil buang nafas panjang.

"Coba cerita!" Widya menyuruh Jingga bercerita.

"Tadi di lapangan, aku enggak tahu apa-apa ada cowok yang sengaja ingin membalapku berlari secara diam-diam. Lah giliran aku sudahan dan memperlambat lariku dia tiba-tiba menabrakku. Apa cara dia berlari kepalanya terus saja tertunduk? Sopan banget dia!" cerita Jingga kembali merasa kesal saat mengingat kejadian tadi. "Sudah begitu aku yang di salahin katanya gara-gara aku berhenti mendadak dia jadi menabrakku, memang matanya juga terpejam apa?!" lanjut Jingga masih dengan wajah kesalnya.

"Sudah, jangan kesal begitu, nanti manisnya hilang lho." bujuk Widya.

"Bagaimana enggak kesal bun, kalau teman-temannya masih menantangku besok saat ada jam olahraga. Memangnya aku takut?!" cerita Jingga berapi-api meluapkan kekesalannya.

"Habisi saja sudah! Anak ayah enggak boleh kalah kalau ditantang seperti itu!" kompor telah menyala, dan tatapan Widya langsung menghujam ke dasar mata Indra membuat lelaki satu-satunya di keluarga itu spontan merapatkan bibirnya.

Widya tidak mau anaknya tumbuh menjadi gadis yang kelaki-lakian. Ia ingin anaknya menjadi gadis yang feminin, tetapi di sisi lain tanpa sepengetahuan Widya, Indra mendidiknya untuk bisa melakukan aktifitas lelaki. Diam-diam Indra mengajari Jingga ilmu beladiri di bawah asuhannya langsung. Tapi andaipun Widya tahu mungkin itu masih bisa di tolelir karena itu menyangkut perlindungan diri.

Beruntung Jingga bukanlah gadis yang terlalu tomboy tetapi juga tidak terlalu feminin, jadi dia bisa menyelaraskan setiap keinginan kedua orang tuanya.

Widya yang punya usaha kue juga mengajarkan Jingga untuk bisa memasak, maka Jingga tumbuh menjadi gadis serba bisa menurut kondisi yang sedang di jalaninya.

"Ingat nak, kamu jangan ladeni omongan anak laki-laki itu!" larang Widya.

"Tetapi ini tentang harga diri bun." sahut Jingga tidak terima disuruh mengalah begitu saja, dan Jingga melihat ke ayahnya yang diam-diam mengacungkan ibu jarinya sebagai dukungan kepada Jingga.

"Mengalah bukan berarti kalah nak, bunda khawatir kamu cuma akan dikerjai oleh anak-anak lelaki badung itu." khawatir Widya.

"Enggak bunda, justru kalau aku diam saja maka mereka akan selalu menindasku, please bunda, ijinkan Jingga membungkam cowok-cowok bermulut besar itu." Jingga menamgkupkan kedua telapak tangan di depan dadanya sebagai permohonan dengan sangat kepada bundanya.

"Haahh...! Nak, kalau sudah seperti ini bunda mau tak mau mengijinkan apa yang kamu mau. Ingatlah nak, bunda melarang bukan karena ingin memghalangi kamu untuk maju dan berkembang, tetapi bunda hanya terlalu khawatir tentang keselamatan kamu." tutur bunda akhirnya mengalah dan menjelaskan kekhawatirannya sambil di elusnya dengan lembut anak satu-satunya itu.

"Aku janji untuk selalu menjaga diriku dengan baik bun." kata Jingga sambil menunjukkan kelingkingnya, kemudian di sambut juga oleh Widya dan mereka saling menautkan jari kelingking.

"Bunda percaya kamu nak." kata Widya dengan senyum di bibirnya.

"Sama ayah juga dong!" Indra tak mau ketinggalan, dia pun meminta Jingga menautkan kelingking dengan ayahnya.

"Aku janji sama ayah bunda." kata Jingga, dan akhirnya gadis itu mendapat pelukan dari kedua orang tuanya secara bersamaan.

"Lihat saja cowok-cowok sombong, akan aku buktikan kalau kalian salah telah menantangku!" Batin Jingga bertekad untuk membuktikan kalau dia bukanlah gadis yang mudah menyerah.

...****************...

Selamat membaca semuanya...

Nostalgia di masa muda agar kita bisa selalu merasa awet muda, he...he...he...

Jangan lupa like, komen, vote and gift-nya yaa... Enggak nodong kok, seikhlas kalian saja 😊

Terima kasih.. 🥰

Terpopuler

Comments

Fini Sudarmadi

Fini Sudarmadi

lanjut up lagi kak otor.

2022-10-22

0

Nara Nai Rohman

Nara Nai Rohman

lanjuut mbak othoorr... seru niiih...

2022-10-21

0

lihat semua
Episodes
1 Part 1 (Langit)
2 Part 2 (Siswi Baru)
3 Part 3 (Jingga)
4 Part 4 (Tantangan)
5 Part 5 (Kesal)
6 Part 6 (Kebiasaan Langit dan Jingga)
7 Part 7 (Clara)
8 Part 8 (Pertandingan Lari)
9 Part 9 (Si Serba Bisa)
10 Part 10 (Sebuah Ide)
11 Part 11 (Ijin Keluar Sore)
12 Part 12 (Balapan)
13 Part 13 (Ketahuan)
14 Part 14 (Menyampaikan Ide)
15 Part 15 ( Mengunjungi Panti Asuhan )
16 Part 16 (Menahan Diri)
17 Part 17 (Ada Apa Dengan Langit)
18 part 18 (Menabuh Genderang Perang)
19 Part 19 (Penyesalan Jingga)
20 Part 20 (Curahan Hati Langit)
21 Part 21 (Kejujuran Langit)
22 Part 22 (Mengunjungi Langit)
23 Part 23 (Tanggapan Sofia)
24 Part 24 (Menyangkal)
25 Part 25 (Kejutan)
26 Part 26 (Obrolan Di Tempat Parkir)
27 Part 27 (Rencana Dan Harapan Indra)
28 Part 28 (Kejujuran David)
29 Part 29 (Ijin)
30 Part 30 (Rujak Membuat Dekat)
31 Part 31
32 Part 32
33 Part 33
34 Part 34
35 Part 35 (Berulah kembali)
36 Part 36 (Hukuman)
37 Part 37 (Perubahan Sikap Langit)
38 Part 38 (Bertanding Lagi)
39 Part 39 (David Berulah)
40 Part 40 (Emosi)
41 Part 41 (Seperti Jelangkung)
42 Part 42 (Langit Berulah)
43 Part 43 (Jawaban Sikap Langit)
44 Part 44 (Niat Modus Yang Tidak Mulus)
45 Part 45 (Kecurigaan Langit)
46 Part 46 (Langit Beraksi)
47 Part 47 (Lanjutan Aksi Langit)
48 Part 48 (Taktik Langit)
49 Part 49 (Kejutan)
50 Part 50 ( Damai )
51 Part 51 (Kejujuran Hati Langit)
52 Part 52 (Membangun Pembatas Kembali)
53 Part 53 (Reuni Kecil)
54 Part 54 (Clara Oh Clara)
55 #Part 55 (Sebuah event)
Episodes

Updated 55 Episodes

1
Part 1 (Langit)
2
Part 2 (Siswi Baru)
3
Part 3 (Jingga)
4
Part 4 (Tantangan)
5
Part 5 (Kesal)
6
Part 6 (Kebiasaan Langit dan Jingga)
7
Part 7 (Clara)
8
Part 8 (Pertandingan Lari)
9
Part 9 (Si Serba Bisa)
10
Part 10 (Sebuah Ide)
11
Part 11 (Ijin Keluar Sore)
12
Part 12 (Balapan)
13
Part 13 (Ketahuan)
14
Part 14 (Menyampaikan Ide)
15
Part 15 ( Mengunjungi Panti Asuhan )
16
Part 16 (Menahan Diri)
17
Part 17 (Ada Apa Dengan Langit)
18
part 18 (Menabuh Genderang Perang)
19
Part 19 (Penyesalan Jingga)
20
Part 20 (Curahan Hati Langit)
21
Part 21 (Kejujuran Langit)
22
Part 22 (Mengunjungi Langit)
23
Part 23 (Tanggapan Sofia)
24
Part 24 (Menyangkal)
25
Part 25 (Kejutan)
26
Part 26 (Obrolan Di Tempat Parkir)
27
Part 27 (Rencana Dan Harapan Indra)
28
Part 28 (Kejujuran David)
29
Part 29 (Ijin)
30
Part 30 (Rujak Membuat Dekat)
31
Part 31
32
Part 32
33
Part 33
34
Part 34
35
Part 35 (Berulah kembali)
36
Part 36 (Hukuman)
37
Part 37 (Perubahan Sikap Langit)
38
Part 38 (Bertanding Lagi)
39
Part 39 (David Berulah)
40
Part 40 (Emosi)
41
Part 41 (Seperti Jelangkung)
42
Part 42 (Langit Berulah)
43
Part 43 (Jawaban Sikap Langit)
44
Part 44 (Niat Modus Yang Tidak Mulus)
45
Part 45 (Kecurigaan Langit)
46
Part 46 (Langit Beraksi)
47
Part 47 (Lanjutan Aksi Langit)
48
Part 48 (Taktik Langit)
49
Part 49 (Kejutan)
50
Part 50 ( Damai )
51
Part 51 (Kejujuran Hati Langit)
52
Part 52 (Membangun Pembatas Kembali)
53
Part 53 (Reuni Kecil)
54
Part 54 (Clara Oh Clara)
55
#Part 55 (Sebuah event)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!