Hari pertama kepindahan Jingga ke sekolah yang baru, setelah sebelumnya ia bersekolah di Kalimantan. Jingga yang seorang anak abdi negara harus ikut kemanapun sang ayah bertugas.
Setelah cukup lama berdinas di Kalimantan Selatan, kini ayah Jingga sudah di pindah tetapkan di daerah asalnya, dan itu yang membuat Jingga harus berpindah sekolah.
Saat azan subuh terdengar dari pengeras suara masjid yang tidak begitu jauh dari rumahnya, Jingga bergegas bangun. Dan itu sudah menjadi rutinitas hariannya kalau ia harus bangun di waktu subuh, aturan yang ayahnya terapkan dan harus dilaksanakan seluruh anggota rumah tanpa kecuali.
Selesai melaksanakan ibadah jamaah subuh, Jingga harus ikut joging bersama ayah ibunya, karena di keluarga itu gerak badan di pagi hari adalah keharusan, kurang lebih satu jam mereka keliling komplek perumahan, akhirnya mereka pulang untuk mempersiapkan diri memulai aktifitas masing-masing.
Jingga telah rapi memakai seragam putih abu-abunya dan segera bergabung dengan ayah ibunya di meja makan untuk sarapan.
"Siap untuk masuk sekolah yang baru kan nak?" tanya Widya, ibunda dari Jingga.
"Anak ayah harus siap dong." kata Indra bersemangat dan Jingga hanya memamerkan deretan gigi rapinya.
Nanti siapa yang antar Jingga ke sekolah bun?" tanya Jingga pada ibunya.
"Bagaimana yah? Ayah atau bunda yang antar Jingga?" Widya bertanya balik pada suaminya.
"Bunda saja, soalnya ayah ada pertemuan pagi ini, khawatir terlambat." kata Indra sambil bangkit dari duduknya karena telah selesai sarapan.
"Baiklah kalau begitu. Ayah sudah mau berangkat?" tanya Widya saat melihat suaminya bersiap.
"Iya. Ayah berangkat duluan, nanti kalian hati-hati kalau berangkat." pesan Indra sambil bersalaman dan mencium kening istri dan anaknya. Setelah mengucap salam, Indra segera berangkat.
"Ayo nak kita berangkat, jangan sampai terlambat di hari pertama kamu masuk!" ajak Widya sambil membereskan piring dan gelas kotor untuk dibawa ke dapur, dan sisanya di bereskan oleh asisten rumah tangga mereka.
Tak berapa lama, Jingga telah dibonceng ibunya menuju sekolahnya yang baru. Sekitar lima belas menit perjalanan, mereka kini telah sampai dihalaman sekolah, setelah memarkir motornya, ibu dan anak itu bergegas menuju ruang kepala sekolah.
Setelah beberapa saat menyerahkan berkas dan juga memasrahkan anak gadisnya, Widya pun pulang dan kini tinggallah Jingga sendiri di ruang kepala sekolah menunggu alarm tanda masuk berbunyi dan kemudian akan diantar ke kelas yang akan dihuninya.
***
Kini Jingga telah berada di kelas barunya, setelah sesi perkenalan, ia duduk di bangku yang masih kosong. Tadinya Jingga ingin duduk di bangku kosong yang di tengah karena tidak terlalu jauh dari papan tulus, tetapi karena ia mendapat hardikan dari teman si pemilik bangku, ia pun duduk di bangku paling belakang berdekatan dengan kutu buku di kelas itu.
Jingga mengikuti pelajaran pertamanya tanpa menemui kesulitan hingga kini tiba saatnya waktu istirahat, dan Jingga hanya memilih duduk tidak keluar kelas karena tidak ada teman untuk ke kantin, untung ia membawa bekal yang sudah disiapkan ibundanya, jadi dia tidak harus merasa haus dan lapar karena tidak jajan di kantin.
"Loh, kamu tidak ke kantin buat makan? Kalau begitu ini aku ada kue buat kamu." si cowok kacamata yang duduk di sebelahnya menyodorkan kue untuk Jingga.
"Terima kasih, tapi aku baru selesai makan, aku bawa bekal dari rumah." Jingga tak bermaksud menolak
"Benar sudah makan?" tanya si kacamata lagi.
"Iya benar aku enggak bohong." Jingga meyakinkan.
"Ooh! Syukurlah kalau sudah makan, aku takutnya kamu lapar." terlihat raut khawatir di mata cowok tersebut, dan Jingga hanya tersenyum sambil memainkan ponselnya.
"Oh iya kenalkan, aku Dion." si cowok berkacamata mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan dirinya.
"Jingga." menyambut uluran tangan Dion.
"Semoga kamu betah di kelas ini ya, teman kita begini-begini." Dion mengacungkan dua jempolnya saat menceritakan tentang keseluruhan teman sekelasnya, entah maksud Dion apa, antara benar pujian atau kebalikannya.
"Wah! Sepertinya kalian sangat cocok ya, saling melengkapi, sama-sama culunnya." komentar salah satu cewek populer di kelas Jingga.
"Enggak usah sok merendahkan teman sendiri!" sahut seseorang lagi di belakang cewek-cewek populer tersebut.
"Teman? Ogah punya teman kaya mereka." sahutnya seolah merasa jijik atau bagaimana dengan perkataan teman yang membela Jingga dan Dion lalu segera membalikkan badan dengan cepat keluar kelas lagi.
"Hai Jingga, kenalkan namaku Citra." Cewek yang menasihati para cewek populer tadi memperkenalkan diri pada Jingga, dan Jingga pun menyambutnya dengan gembira, karena masih ada yang mau bersikap baik padanya.
Setelah Citra memperkenalkan diri pada Jingga, selanjutnya ada Jihan, April dan Diah yang ikut memperkenalkan diri mereka.
"Jangan sungkan sama kami ya Ga, kamu gabung main sama kami saja." kata Diah dan diiyakan oleh ketiga temannya, dan Jingga dengan ragu menganggukkan kepalanya.
"Jangan khawatir Ga, mereka teman yang baik-baik kok, enggak kaya mereka yang keluar tadi." Dion meyakinkan Jingga agar tidak ragu untuk berteman dengan Citra cs.
"Terima kasih ya buat kalian, mau menjadi teman aku saat sendirian begini." kata Jingga sangat bersyukur.
"Tidak usah sungkan Ga sama kami." Jihan menimpali, dan Jingga hanya bisa menebar senyum manisnya pada teman-teman barunya.
Bel alarm berbunyi tanda jam istirahat telah habis, terlihat para cewek yang merasa populer tadi sedang sok akrab dengan gengnya Langit saat mereka memasuki kelas, walau para cowok populer tersebut hanya menanggapi mereka sekedarnya saja.
Tak lama guru mata pelajaran selanjutnya memasuki ruang kelas, dan mereka semua memperhatikan pelajaran dengan tenang.
***
Batari Jingga Sudiro anak tunggal dari pasangan bapak Indra Sudiro dan ibu Widyawati Salim. Indra Sudiro adalah seorang perwira menengah abdi negara baret hijau yang sudah ditetapkan mengabdi di daerah asalnya, jadi bisa dipastikan ini adalah perpindahan terakhirnya setelah berkali-kali pindah tugas dari masih muda sampai sekarang anaknya telah menjadi remaja.
Jingga yang berpenampilan sederhana dengan kulit sawo matang dan rambut ikalnya sebenarnya seorang gadis yang tumbuh menjadi sosok yang begitu manis, tetapi bagi yang tidak suka padanya, menganggapnya culun dan dekil, tapi itu semua tidak menjadikannya menjadi gadis yang minder.
Apalah arti sebuah ejekan, karena bagi Jingga itu adalah sebuah cambukan penyemangat baginya untuk lebih berprestasi, agar bisa membungkam mereka yang bermulut besar agar berhati-hati dengan ucapan dan pemikiran dangkalnya.
...****************...
Happy reading para pembaca semuaaa....
Entah berapapun pembaca yang mampir di ceritaku ini, aku sangat berterima kasih, semoga kalian semua suka dan tak lupa pencet like syukur-syukur berikan komen juga gift serta vote-nya. Terima kasih 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Nara Nai Rohman
hadiiirrr thoor.. semangaaattt💪💪💪
2022-10-19
1