Sebentar Lagi

Pagi hari di kediaman Addison

Devan keluar dari kamarnya dengan penampilan yang sudah rapi, kemeja putih dengan balutan vest hitam yang pas body dipadukan dengan celana bahan warna hitam. Tangan kirinya menenteng tas kerja yang berisi beberapa dokumen dan juga laptop. Sedangkan tangan kanannya di simpan di depan dada, membawa jas hitam hasil rancangan desainer terkenal di dunia.

Pria yang memiliki perawakan kekar berisi dengan tinggi sekitar 187 cm, memiliki darah campuran Amerika dari ayahnya, Australia dari kakek pihak ibunya, serta mengalir juga darah Jawa dari Gendis, Oma nya.

"Saya bawakan, Tuan." pinta salah satu pekerja yang saat itu hendak membereskan kamar Devan.

Seperti biasa pekerja dengan setelan kemeja putih dan celana hitam meletakan barang bawaan Devan di sofa yang berada di ruang tamu, tempat Keanu selalu menunggu Devan.

Aroma maskulin dari salah satu parfum mahal koleksinya menguar seakan memenuhi ruangan yang sudah dia lewati. 

"Morning, Oma." Devan mengecup kening tua wanita yang selama ini selalu bersamanya.

"Dev kamu mau ke kantor?" tanya Oma Gendis yang kini tengah menatap ke arah cucunya itu.

"Iya Oma, sudah lama aku meninggalkan pekerjaan di kantor." Devan meneguk susu yang baru saja di tuangkan pelayan.

"Istirahatlah sehari saja Dev, apa kamu tidak lelah? Baru juga kemarin sore kamu tiba di rumah." 

Devan hanya tersenyum menanggapi perkataan Oma nya, lelah tentu saja. Devan bukan robot.

Seminggu kemarin Devan memang berada di Amerika, untuk menghadiri pemakaman salah satu kerabat dari ayahnya.

"Bagaimana kabar adikmu?" Oma kembali bertanya.

"Baik, bulan depan sepertinya anak itu akan pulang. Minta restu Oma." Devan melahap sisa roti ditangannya.

"Maksud kamu Davin akan segera menikahi Jazlyn?" tanya Oma dengan penasaran, Oma terlihat bahagia mendengar kabar ini.

Dan Devan hanya mengangkat kedua alisnya, kebahagiaan Oma adalah kebahagiaan Devan juga.

"Kamu kapan Dev? Masa adik kamu duluan yang nikah?" goda Oma dan itu bagaikan kalimat keramat yang tidak pernah ingin Devan dengar.

Menikah? Entahlah Devan tidak, mungkin juga belum memikirkan ke arah itu. Jangankan memiliki calon istri, kekasih bahkan calon kekasih saja Devan tidak punya.

Devan selama ini tidak ingin membelenggu dirinya dalam sebuah ikatan pernikahan yang dianggapnya tidak penting. Untuk apa menikah jika di luar sana banyak perempuan yang mengantri untuk menghangatkan ranjangnya.

Tinggal tunjuk salah satu dari mereka maka urusan akan selesai.

"Aku berangkat, Oma." Devan melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Dengan gerakan cepat Devan kembali mengecup Oma nya, kali ini di pipi.

"Dev, Devan!" teriak Oma, namun Devan sudah menghilang dari ruang makan, "Anak itu, mau sampai kapan dia begini? 34 tahun Dev." Oma menggelengkan kepalanya.

Devan berlalu meninggalkan Oma nya menuju ke ruang tamu dimana disana Keanu sudah menunggunya dengan secangkir kopi hitam favoritnya.

"Tuan." Kean bangkit dari duduknya. Devan hanya mengangguk sekilas dan mengambil jas miliknya.

Devan berjalan mendahului Kean, dengan Kean yang setia mengekor di belakang Devan.

Saat Devan berada beberapa langkah dari mobil mewahnya, Kean mendahului Devan dengan sigap Kean membukakan pintu belakang untuk Devan.

Devan duduk di bangku belakang dengan angkuh, kacamata hitam sudah menghiasi hidung bangir pria berdarah campuran itu.

Kean mulai melajukan mobil yang mereka tumpangi menuju ke perusahaan yang sudah 14 tahun dikelola Devan, yang membutuhkan waktu tempuh dari rumah ke perusahaan sekitar 45 menit perjalanan.

"Bagaimana?" tanya Devan dengan pandangan mengarah ke luar jendela.

"Sesuai rencana, Tuan."

"Gadis itu?"

"Aman."

"Beri mereka waktu satu minggu lagi." Devan mengetatkan rahangnya, gemeletuk suara gigi yang saling beradu terasa begitu mengerikan di tengah keheningan yang tercipta. Namun tidak bagi Kean, dirinya sudah terbiasa dengan hal itu.

"Baik, Tuan."

'Sebentar lagi, sebentar lagi semuanya akan segera terbalaskan. Permainan akan segera dimulai'

***

Kediaman keluarga Subagja

"Yah jangan lupa loh minggu depan acara kelulusan aku, ayah sama mamah harus hadir. Aku gak mau tau pokoknya." Amel putri bungsu dari keluarga Subagja angkat suara di tengah keheningan karena kehadiran Bia di tengah-tengah mereka.

'Sengaja banget sepertinya, kemarin aja aku wisuda enggak pada hadir' Bia membatin sekuat tenaga dia tidak ingin emosinya terpancing.

"Pasti dong mamah sama ayah pasti datang, kamu tenang saja," balas Lisa dengan mengelus tangan putri bungsunya itu, "Iya kan yah?" lanjut Lisa bertanya kepada suaminya, Doni Subagja.

Lisa tidak memperdulikan kehadiran Bia diantara mereka.

"Ya," jawab singkat Doni,"Ayah berangkat kerja dulu."

"Mamah anterin ke depan, yah." kegiatan rutin Lisa setiap pagi dan hanya di balas anggukan kepala oleh Doni.

Tinggalah Bia dan Amel di meja makan, Amel menunjukan senyuman menyebalkan untuk mengejek Bia.

"Tumben elu ikut sarapan pagi? Biasa nya juga pagi-pagi udah keluyuran. Mau cari muka sama ayah sama mamah?" pertanyaan sinis keluar dari gadis yang memiliki selisih usia empat tahun dengan Bia.

"Gak punya mulut ya? Atau elu tuli?" kesal Amel dengan tangan yang sudah menggebrak meja.

Bia tetap bungkam. 

Bia berusaha menghabiskan nasi goreng miliknya yang tinggal sebagian.

"Bisa gak sih lu gak bikin gue kesel? Kalo orang nanya itu, ya, di jawab dong!" Amel semakin dibuat kesal oleh Bia.

Bukannya tidak ingin menjawab hanya saja Bia tidak ingin menambah masalah dirumah, sudah cukup selama ini kehadirannya yang tidak di anggap. Setidaknya selama Bia belum mampu untuk hidup sendiri, dia akan bertahan dengan segala tingkah keluarganya.

Bia bangkit dari duduknya tanpa menghabiskan sisa sarapannya, meninggalkan Amel yang sudah tersulut emosi. Selera makan Bia menghilang.

"Heh elu, gak punya etika banget sih. Main pergi-pergi aja." Amel mengejar Bia yang sudah berada di tengah tangga, dengan kasar Amel menarik rambut panjang Bia yang tergerai.

"Awww, sakit Mel!"

"Makannya jadi orang jangan belagu, diajak ngomong itu, ya, jawab." Amel beralih mencengkram lengan Bia. 

Bia meringis seketika.

Lisa kembali dari mengantar Doni dari depan, "Mel siap-siap gih, kita kebutik cari baju buat acara kamu minggu depan." tanpa ingin melerai pertikaian kedua putrinya, Lisa melenggang menuju kamarnya yang ada di lantai bawah.

Amel melepaskan cengkraman di lengan Bia, dengan wajah penuh ejekan, Amel meninggalkan Bia yang sedang mengelus lengannya.

Bia menyusul langkah Amel. Bia berjalan menuju kamar miliknya.

Kamar bercat putih dengan ukuran yang begitu luas. Mungkin karena tidak ada barang-barang di dalamnya. Hanya ada ranjang, meja rias, satu buah lemari dan rak sepatu yang berisikan beberapa pasang sepatu yang sudah sedikit usang.

Bukannya Bia tidak ingin menambah barang-barang di kamarnya, hanya saja Bia tidak memiliki cukup uang dan juga tidak ingin barang miliknya terus di rampas oleh Amel. Seperti yang sudah-sudah, termasuk pakaian sekalipun.

Bia duduk di depan meja rias yang hanya terpajang bedak tabur, lip balm, body lotion dan parfum. Bia menatap sebuah foto yang baru saja dia ambil dari laci meja riasnya.

Mengelus dengan penuh kasih sayang wajah orang yang tengah tersenyum di foto itu, Bia membalas senyuman itu. Seakan-akan foto itu memang tengah tersenyum kepadanya.

Dering ponsel miliknya membuyarkan lamunan Bia, dengan segera Bia menggeser icon hijau yang ada di layar ponselnya.

"Iya, mbak?" ternyata yang menghubungi Bia adalah Wulan, pemilik Coffee Shop tempatnya bekerja.

"Iya, mbak. Aku otw sekarang." Bia bergegas mengambil jaket dan juga tas punggung kecil miliknya.

Dengan langkah gergesa Bia berangkat menuju pangkalan ojek yang berada tidak jauh dari rumahnya.

Bersambung …

Terpopuler

Comments

Cucu Suliani

Cucu Suliani

Aih, ada Emak begitu

2022-10-25

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!