Yuna berdiri di depan pintu kamarnya, Ia menatap tajam kearah meja makan. Disana masih ada Zain yang sedang menikmati makan malamnya. Pria rupawan itu tampak acuh, ia benar-benar tidak menghiraukan Yuna yang saat ini berjalan kearahnya masih dengan peralatan Sholat yang menutupi seluruh bubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan.
"Semua pria harus belajar darimu, belajar cara mengacuhkan istrinya. Kau menikmati makan malammu tanpa mengingat kalau kau masih punya istri." Celoteh Yuna yang terlihat kesal dengan tingkah seorang Zain De Lucca.
"Aku pikir Kau masih tertidur, nyatanya tebakanku salah. Asal kau tahu, aku tidak sekejam itu. Aku sudah memesan satu lagi untukmu. Kau bisa makan jika kau mau, aku sudah selesai." Ujar Zain sambil bangun dari posisi duduknya.
"Aku akan pergi, kau tidak perlu menungguku."
"Zain." Untuk pertama kalinya Yuna berani memanggil nama Zain dengan lantang, biasanya Ia selalu memanggil pria rupawan itu dengan sebutan Profesor.
Zain menghentikan langkah kakinya dan menoleh kearah Yuna yang berjarak sepuluh langkah darinya.
"Aku bilang aku akan pergi. Kita akan bicara nanti. Teman-temanku sedang menunggu, jadi aku tidak punya waktu untuk bicara denganmu."
Huh!
Yuna membuang nafas kasar dari bibir, ucapan Zain membuatnya kembali di penuhi amarah. Kesabaran? Bagaimana mungkin seorang Yuna bisa menghadapi pria di depannya tanpa amarah jika Ia terus di abaikan semenjak mereka tiba di Thailand?
"Aku tidak suka!" Ucap Yuna dengan lantang.
"Aku tidak suka sikapmu yang seperti ini, kau membuatku berada dalam masalah. Jika kau ingin mengabaikanku, seharusnya kau katakan apa salahku!" Yuna bertanya, Ia menuntut jawaban tegas dari seorang Zain De Lucca.
Menyebalkannya, Zain bahkan tindak menghiraukan ucapan Yuna, setelah menyelesaikan makan malamnya, Ia langsung beranjak menuju kamarnya. Yuna yang terlanjur kesal berjalan mendekati Zain dan mencengkram pergelangan tangan pria rupawan itu dengan kasar. Tersinggung dan juga merasa buruk, itulah yang sedang Yuna rasakan saat ini.
"Aku sedang bicara dengan Mu, Zain De Lucca. Aku bukan patung yang bisa kau abaikan begitu saja. Jika niatmu menikahiku hanya untuk menyakitiku, aku berterima kasih karena kau berhasil melakukannya. Berulang kali aku mencoba bicara, namun tanggapanmu sama saja, kau tetap diam!" Ucap Yuna dengan lembut, di saat seperti ini masih saja dia bersikap lembut. Jangan menyalahkannya, karena itu sifat dasar seorang Yuna Dinata.
"Baiklah, jika itu maumu. Mulai sekarang aku pun akan mengabaikanmu. Kau memutuskan agar kita menjalani rumah tangga tidak seperti pasangan pada umumnya, bukan? Maka itulah yang akan terjadi. Kau tidak perlu menapkahiku, karena aku bisa mencari makan untuk diriku sendiri." Kali ini Yuna berucap dengan lantang, Ia menatap Zain dengan tatapan tajam. Tak pernah terpikirkan Ia akan mengalami kejadian buruk dalam hidupnya, namun tidak apa-apa, masih ada Tuhan yang akan mendengar keluhannya.
"Bukankah kau memilih tinggal di tempat ini agar Mommy dan Daddy tidak melihatmu bersikap buruk padaku? Lakukan apa pun yang kau mau.
Karena aku tidak bisa pulang kenegaraku, maka setiap bulannya aku akan membayar sewa padamu. Persetan dengan janjimu dulu, aku muak dengan segalanya." Yuna mendengus kesal, rasa lapar yang tadinya menghampiri raganya kini hilang begitu saja.
Tidak ada balasan Zain setelah mendengar omelan istrinya, Ia berjalan menuju kamarnya setelah Ia mengucapkan satu kata. "Terserah."
Sungguh, tidak ada yang tersisa bagi Yuna. Ia ingin menangis, Ia juga ingin berteriak. Namun sedetik kemudian akal sehatnya menuntunnya untuk berpikir logis. Untuk apa Ia menangis? Untuk pria itu? Itu benar-benar tidak berguna. Biarkan saja semuanya berjalan apa adanya, toh Ia selalu percaya Allah bersamanya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Ana
aku yg ingin nangis
2024-07-27
0