"Apa kita akan tinggal disini?"
"Untuk berapa lama?"
Yuna mulai membuka suara setelah Ia masuk kedalam Apartemen. Zain yang ada di depannya terlihat cuek dan tidak perduli. Yuna hanya ingin bertanya, moga-moga Ia mendapatkan jawaban seperti yang di inginkan hatinya.
"Ada banyak hal yang tidak kau ketahui tentang diriku. Dan aku?" Zain menunjuk dirinya sendiri sembari menatap Yuna dengan tatapan tak terbaca. Senyum yang dulu selalu Ia tunjukkan di depan Yuna kini tak pernah lagi terlihat. Seolah senyuman itu memiliki batas kadaluwarsa.
"Aku tidak akan mengatakan apa pun di depanmu. Kau cukup melakukan apa yang ku minta. Sisanya, terserah dirimu."
"Kau bebas melakukan apa pun yang kau mau. Dan yang paling penting, aku tidak memberimu hak atas diriku. Kau tidak perlu bertanya, aku darimana dan melakukan apa, karena aku benci pertanyaan itu. Apa yang terjadi dulu, maksudku di rumah orang tuamu, itu murni hanya candaan saja." Aku Zain sambil menyilangkan kaki di sofa.
Jantung Yuna seolah berhenti berdetak, ucapan Zain bagai sengatan listrik bertegangan tinggi. Tak habis pikir, bagaimana bisa pria rupawan itu mengatakan semuanya hanya candaan. Ini pernikahan, bukan permainan. Seketika, amarah yang datang entah darimana tiba-tiba memuncak, memenuhi seluruh pori-pori seorang Yuna Dinata. Impian bahagia seperti dalam benaknya akhirnya pupus juga, apakah ini yang di sebut layu sebelum berkembang? Entahlah, semuanya masih terasa bagai mimpi untuk Yuna yang di penuhi impian.
"Candaan? Apa maksudmu?"
"Katakan dengan benar!"
"Apa kau mengikat janji pernikahan hanya untuk menyiksaku?"
"Lalu untuk apa kita disini?"
"Aku tidak menyangka pria berpendidikan sepertimu memiliki jalan pikiran yang sangat sempit. Candaan? Cihh! Kau benar-benar menyebalkan!" Gerutu Yuna sambil melipat tangan di depan dada.
Pernikahan mereka baru berlangsung kurang dari satu bulan, namun lihatlah apa yang terjadi? Zain begitu mudah melupakan semua janji manisnya. Jika sudah seperti ini, Yuna benar-benar tidak punya pilihan. Menyesal kemudian benar-benar tidak berguna.
Yuna penasaran motif di balik tindakan suami tampannya itu. Bagaimana lagi, sekuat apa pun Ia mendesak pria itu, dia tidak akan mendapatkan jawaban seperti yang dia inginkan, itu terlihat dari tingkah laku Zain yang terlihat perduli namun juga acuh.
"Aku tidak ingin bicara lagi. Ini kamarku, dan kau bisa tinggal di kamar itu." Tunjuk Zain kearah kamar yang ada di sebelah kamarnya.
"Aku tidak makan dirumah, jadi kau tidak perlu memasak untukku. Jangan bertingkah seperti istri pada umumnya, karena kita, disini, hanya dua orang asing, sama seperti saat kita bertemu dulu.
Dan satu lagi, kau tidak boleh memasuki kamarku. Jika kau berani melakukan itu, kau akan tahu seberapa menakutkannya diriku." Ucap Zain penuh penekanan.
Sungguh, Yuna merinding. Acaman Zain terasa bagai bom molotov yang menghancurkan relung jiwanya. Memasuki kamar itu saja Ia tidak boleh, lalu untuk apa Ia berada disini? Pertanyaan itu terus saja berputar di memori otak Yuna sampai Zain menghilang di balik dinding kamarnya.
Waktu menunjukkan pukul 19.19 saat Yuna keluar lagi dari dalam kamarnya, Ia merasa lapar karena itulah Ia bergegas untuk keluar. Perdebatan singkat dengan Zain siang tadi membuat nafsu makannya menghilang. Entah kenapa setelah bicara dengan Kakak Ipar dan juga Keponakan tampannya melalui vidio call tadi, energinya seolah terisi kembali. Untuk bisa menghadapi tingkah kekanak-kanakan Zain, Yuna harus mengisi energinya, hanya dengan begitu daya kesabarannya akan terisi penuh.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
yani suko
lah minta cerai saja....
2023-09-23
0