Bening membuang nafasnya perlahan, memberi jeda otaknya berfikir dan rileks. Dia harus menjaga keseimbangan batin agar tidak syok, sebab kepalanya mulai pening mendengar pernyataan si pria tidak ingat siapa namanya.
Betapa tidak, awalnya Bening bahagia dan dadanya mengembang bangga. Bening merasa sudah melakukan tindakan yang benar, menjadi pahlawan kemanusian yang menyelamatkan nyawa seseorang.
Sudah tergambar adegan di otak Bening, bagaimana pria tampan bertubuh tinggi besar itu bangun, menanyainya, memperkenalkan diri lalu mengucapkan terima kasih dan memuji Bening. Bening akan dengan sangat senang mengatakan itu semua demi kemanusian. Bening akan menjadi manusia keren.
Apalagi kalau Pria itu menawarkan imbalan, dan Bening bisa meminta pekerjaan agar bisa keluar dari pekerjaan penjaga museum yang dia anggap bantu loncatan itu.
Sayangnya, kali ini Bening harus menelan kenyataan pahit, saat rangkaian kata dari bibir pria tanpa identitas itu keluar. Bukan keren atau imbalan, Bening sepertinya akan mendapatkan bencana.
Bagaimana ceritanya Pria ini tak tahu siapa dirinya. "Haduh bagaimana ini?" batin Bening sambil membelalakan matanya.
"Kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Pria itu lagi, menatap Bening dengan tatapan menusuk.
"Aku kan sudah bilang. Kau hanyut di sungai. Aku yang menemukanmu. Kamu yakin tidak ingat siapa namamu. Tuan, Eh Mas?" tanya Bening meyakinkan berharap dia salah dengar dan sangat ingin pria itu ingat identitasnya.
"Coba...tarik nafas dalam... ayo ingat, ingat lagi baik- baik. Siapa namamu? Dimana rumahmu? Kenapa kamu bisa ada di sungai?" tutur Bening lagi dengan penuh pengharapan.
Pria itu diam sesaat, memejamkan matanya lalu menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak ingat!" jawab Pria itu singkat.
"Ya Tuhan. Hah. Cilaka!" gumam Bening lirih dan meletakan telapak tanganya ke keningnya.
Pria itu tak menghiraukan Bening. Dia tampak memperhatikan pakaian yang dia kenakan. Lalu ibu jari dan telunjuk jarinya mengambil bagian bawah kaosnya dengan ekspresi jijik
"Kaos ini terlalu kasar, tidak dingin dan lembut, ini bukan punyaku! Kenapa pakaian ini menempel di aku?" celetuk Pria itu sangat congkak dan menjengkelkan.
"What? Apa kamu bilang? Coba ulangi!" bentak Bening langsung.
Dia sedang pusing harus bagaimana menghadapi pria yang lupa identitasnya, bisa- bisanya pria itu malah berkata- kata menghina tidak tahu terimakasih dan membangunkan jiwa singa di diri Bening. "Ini orang katanya lupa ingatan tapi kata-katanya minta diuleg belagu, apa jangan- jangan dia pria bermasalah dan pura- pura hilang ingatan? Duh gimana ini?" batin Bening
"Ya. Aku merasa, aku selalu berpakaian dengan kaos yang lembut dan dingin. Ini kasar. Ini bukan punyaku kan. Kaos ini jelek?" ucap Pria itu lagi.
"Woaah!" Bening langsung membuang nafasnya mencoba mengulur tabung emosinya agar tidak meledak.
Tapi kalimat pria itu benar- benar membuatnya ingin memaki dan marah.
"Eh, denger ya. Kamu. Ya Kamu. Entah bagaimana hidup kamu dan sekaya apa kamu? Tapi harus kamu tahu! Kamu bisa hidup selamat, nggak dimakan ikan dan dagingmu nggak busuk kerendam air, bisa tidur di kasur yang hangat begini harusnya berterima kasih. Malah ngatain kaos jelek. Kamu mau terus pakai pakaianmu yang basah dan kotor ini! Kurang ajar ya!" omel Bening tidak sabar, menatap pria itu dengan penuh emosi dan berkacak pinggang.
Pria itu tidak menjawab dan membuang pandanganya dari Bening. Dia hanya tampak mencebik.
"Nggak jawab lagi!" omel Bening lagi.
"Kamu perempuan, tapi nada bicaramu seperti preman!" jawab Pria itu lagi malah mengatai Bening.
Bening semakin melotot, mungkin kalau ada alat untuk mengukur tensi, tekanan darah Bening naik.
"Brak!" Bening emosi dan menghentakan sendok ke lantai.
"Kamu ngatain aku preman. Aku tuh udah baik nolongin kamu selamatin kamu. Malah dikatai Preman. Mana ada Preman sebaik dan secantik aku? Kau tidak lihat wajahku begitulah manis? Hah! Kamu siapa sih?" tanya Bening lagi
Semenjak ibunya meninggal, Bening memang tertempa hidup yang keras. Memaksa Bening menjadi berani dan keras.
"Perempuan itu harus menjaga harganya, cantik seperti bunga. Setiap lekuk tubunya adalah keindahan, lalu dari mulutnya keluar tuturan lembut yang menenangkan. Tidak galak dan marah - marah sepertimu!" ucap Pria itu lagi.
"Hhhh....," Bening menelan ludahnya. Otaknya semakin mendidih, tapi kata- kata pria itu cukup mengetuk pintu hati Bening yang selama ini kaku.
"Kamu ya! Baru sadar malah ngajarin aku. Aku galak karena aku gemas ke kamu. Kamu masa nggak ingat kamu siapa? Jangan- jangan kamu pria bermasalah kabur dan pura- pura lupa ingatan? Nyesel aku nolongin kamu! Cepat bangun! Pergi dari sini!" omel Bening lagi sudah tidak sabar.
Pria itu tidak menjawab malah tanganya tampak memehang perutnya.
"Aku lapar!" celetuk pria itu lagi tanpa tahu malu.
"Waah... katamu kamu lapar?" tanya Bening galak.
"Ya! Apa kamu punya makanan?" tanya Pria itu lagi tanpa salah. "Siapkan makanan untukku!" ucap Pria itu lagi sangat lues memerintah.
Bening semakin geram, sudah tidak tahu terima kasih, menghina masih nyuruh- nyuruh seenaknya.
"Eh.. pria tidak diri, gila songong! Kamu pikir kamu siapa? Lapar cari makan sendiri. Sudah beruntung aku menyelamatkanmu. Aku tidak mau urus kamu lagi. Bangun dan cepat pergi dari sini!"
"Apa kamu tidak lihat, aku masih lemah, aku bahkan lupa apa yang terjadi. Untuk bangun dan pergi aku butuh makan!" jawab Pria itu lagi beralasan.
"Tapi kamu janji, setelah kamu sehat dan bisa bangun kamu harus pergi dari sini?" ucap Bening.
"Ya. siapa juga yang mau tinggal di tempat sempit dan pengap begini. Rasanya aku baru pertama lihat ruangan seperti ini?" ucap Pria itu lagi.
Rasanya Bening ingin segera mengambil palu dan memukulkan lagi. Katanya lupa ingatan tapi masih tetap saja menghina.
"Yaya...Baguslah. Tempat pengap ini memang tidak pantas untuk kamu. Dan kamu harus segera pergi. malas juga aku menampung pria songong dan sombong sepertimu!" jawab Bening ketus.
Pria itu masih berekspresi datar tidak peduli Bening lagi.
"Aku lapar!" ucap Pria itu lagi.
"Ya sabar!" jawab Bening.
Walau segeram dan sekesal apapun, Bening memang mewarisi mendiang ibunya. Tidak tegaan dan baik hati. Bening pun ke dapur.
"Hh... dia harus segera pergi. Dia pasti hanya pura- pura lupa ingatan. Dia memang tampangnya orang kaya. Tapi bukan berarti harus songong kan?" gumam Bening di dapur sambil memukul cobek dengan ulekanya.
Bening tadi pagi makan di kota dan belum masak lagi. Jadi hanya ada nasi di dapur. Bening yang juga lapar berniat membuat nasi goreng.
Walau bercampur kesal, Bening masak makan malam untuk tamu asingnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Pada kenyatannya ekspetasi tidak seindah harapanmu Bening 🤭🤭
2022-11-26
1
qeeraira
kalo udah selesai kasih makan beneran harus di usir tu cwo menyebalkan karena bisa bisa senang jantung tiap saat kalo truz Deket 😁😁
lanjuuuut ka Ririn 🤗🤗
2022-10-14
0
qeeraira
😅😅😅😅 bener bener deeeeh ini menguras emosi bening 🤭🤭
udah ditolong bukannnya bilang makasih ato ganti rugi biyaya dokter yang ada malah hinaan dan sombongnya minta ampun juga ngelunjak gatau malu,, udah menghina tp masih aja minta makan .. bener bener cwo gatau diri 😝😝
2022-10-14
0