Catherine Wilson, model cantik di Kota New York yang begitu besar. Namanya sudah dikenal khalayak umum, tidak heran jika wanita itu begitu di kagumi semua pria. Tidak! Tidak semua pria, karena ada satu pria yang tidak tergila-gila padanya, yaitu kekasihnya Eden Kennard Anderson.
Kedua orang tuanya yang mengenal baik Tuan Besar Aldrick menjadikan jalan untuknya mendapatkan pria tampan yang menarik perhatian sejuta wanita. Dan tentunya dengan perjodohan yang ditawarkan kedua orang tuanya, membuat Catherine dapat mendekati Eden, pria yang membuatnya tergila-gila.
"Honey?" Catherine memanggil sekali lagi ketika tidak mendapati tanggapan dari Eden. Wanita itu berjalan mendekati meja, menatap penuh damba sosok Eden yang selalu tampan tanpa cacat.
"Kenapa datang kemari tidak memberitahu lebih dulu?" Datar. Seperti itulah cara bicara Eden kepada Catherine. Tetapi meskipun seperti itu, Eden berusaha menghargai wanita itu dengan tidak membentaknya.
"Aku merindukanmu," sahutnya dengan seulas senyum manis. Senyum yang mampu melumpuhkan organ tubuh siapa saja yang melihatnya. Akan tetapi menurut Eden senyum itu, senyum biasa. Hanya satu senyum yang mampu mengalihkan dunia Eden kala itu. Hanya saja ia sudah mengubur ingatan akan senyum wanita di masa lalunya.
Eden tidak menyahuti, membuat Catherine menoleh ke arah Kevin yang masih berada di antara mereka.
"Ekhem...." Catherine berdehem kepada Kevin. "Apa kabar Kevin? Kau terlihat sangat baik," katanya ramah. Tentu ia harus menanamkan citra yang baik di depan orang-orang terdekat Eden.
Kevin mengangguk. "Benar Nona, aku selalu baik-baik saja."
"Kau sudah bekerja keras membantu Eden. Aku harap kedepannya kau tetap selalu di sisi Eden."
Kevin mencibir di dalam hati. Tanpa disuruh pun ia akan selalu berada di sisi Eden. Lagi pula ia mengenal Eden lebih lama dari pada wanita itu.
"Aku akan selalu disisinya dan membantu di perusahaan selama dia tidak mengusirku." Kevin hanya melirik Eden melalui ekor matanya.
Mendengar perkataan Kevin, Catherine tertawa ringan. "Eden tidak mungkin mengusirmu. Dia sangat mengandalkanmu." Lalu pandangannya beralih kepada Eden. "Benar begitu, Honey?" tanyanya kemudian.
"Ehm...." Menanggapi dengan deheman, lirikan mata Eden kepada Kevin begitu tajam. Ia pun bergulir menatap Catherine. "Bukankah hari ini kau ada jadwal pemotretan? Lebih baik berangkatlah sekarang. Aku sangat sibuk hari ini." Eden meraih salah satu dokumen di atas mejanya.
Catherine mencebikkan bibirnya. Ia merasa kedatangannya hanya mengganggu kekasihnya. "Eden, kau mengusirku?" katanya manja dan ia tidak merasa tersinggung karena sudah terbiasa. Jika pria itu benar-benar sibuk, maka dirinya akan benar-benar diabaikan sepanjang waktu.
"Aku tidak mengusirmu Cath, tapi kau datang di waktu yang salah. Aku benar-benar sibuk." Eden mengalihkan sejenak perhatiannya dari dokumen dan kembali menatap Catherine, berupaya memberikan pengertian kepada kekasihnya itu.
Terdengar helaan napas pelan, Catherine tidak dapat memprotes kembali. Pekerjaan memang selalu menyita waktu Eden, tetapi ia berusaha untuk memaklumi.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu." Lalu ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Lagi pula sudah jam 8, satu jam lagi aku ada pemotretan."
"Ehm, kau berhati-hatilah."
Catherine mengangguk, ia melangkah mendekati tempat duduk Eden, lalu mengecup singkat pipi kekasihnya. Eden tidak menolak, Catherine memang selalu seperti itu. Hanya sebatas cium pipi saja dan selama ini ia tidak mempermasalahkannya.
"Aku pergi dulu. Nanti aku akan mengabarimu." Wanita itu segera melenggang pergi dari ruangan CEO setelah berpamitan juga kepada Kevin yang masih berdiam diri bagaikan patung.
Pintu yang sudah tertutup rapat itu masih menjadi pusat perhatian Eden, hingga tidak pedulikan jika Kevin menatap dirinya.
"Ada apa?" tanya Eden heran melihat Kevin yang tidak mengalihkan perhatian darinya.
Kepala Kevin menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya menilai jika kalian begitu serasi."
"Ck, aku tidak butuh penilaianmu!" seru Eden mendengkus kesal.
Kevin hanya terkekeh, tangannya meraih dokumen yang tergeletak di atas meja. "Jangan lupa nanti siang kita ada meeting di luar dengan Shony Corporation."
"Ehm...." Eden mengangguk, ia tidak lupa akan pertemuan penting nanti siang. Dan selepas Kevin meninggalkan ruangannya, Eden kembali fokus dengan beberapa dokumen.
***
Menjelang siang, HAM Restaurant (Hug A Mug Restaurant) begitu ramai karena bertepatan dengan jam makan siang. Bella sibuk kesana-kemari mencatat banyak pesanan. Bahkan beberapa pelanggan pria dengan sengaja berlama-lama memesan menu makanan hanya untuk melihat wajah cantik wanita itu.
"Ara, tolong kau antarkan pesanan nomor 45. Perutku sakit sekali, aku ingin ke toilet." Lily memegang perutnya yang terasa begitu melilit. Sejak tadi memang perutnya sedang bermasalah.
"Apa kau sudah minum obatmu?" tanyanya mencemaskan keadaan temannya itu. "Jika belum, aku akan membelinya untukmu. Setelah ini aku akan ke rumah sakit."
"Tidak perlu. Aku baru saja minum obat pereda sakit perut."
"Ah, baiklah."
Lily segera berlari ke dalam kamar mandi. Ia benar-benar tidak tahan untuk mengeluarkan seluruh isi perutnya.
Bella tercenung sesaat, memperhatikan Lily hingga lenyap dari pandangannya. Sebelum kemudian ia mengambil baki berisi beberapa pesanan untuk nomor 45.
Melangkah dengan hati-hati, Bella mendekati meja nomor tersebut. Dimana terdapat pria dan wanita yang menunggu pesanan mereka.
"Terima kasih banyak." Pelanggan wanita itu tersenyum ramah. Berbeda dengan pria di hadapannya yang menatap Bella tanpa berkedip, padahal pesanan sudah tertata rapi di atas meja. "Sayang, apa yang kau lihat? Cepat dimakan selagi hangat."
"I-iya sayang...." Pria itu gelagapan, ia tidak ingin kekasihnya mendapati dirinya menatap pelayan di hadapannya yang begitu cantik.
Bella segera berlalu. Baginya sudah terbiasa di tatap seperti itu oleh sebagian pelanggan pria selama dirinya sedang bekerja. Meski merasa tidak nyaman, akan tetapi Bella hanya menanggapi dengan senyuman selama tidak ada yang berbuat macam-macam dengannya.
Bella sudah mengantarkan banyak pesanan, ia mengusap dahinya. Siang ini pengunjung benar-benar ramai dan di penuhi oleh pekerja kantor. Bertepatan dengan Lily yang sudah keluar dari toilet.
"Sepertinya pagi tadi aku salah makan." Lily mendaratkan tubuhnya di atas kursi. Di balik meja besar, mereka dapat memantau para pengunjung Restauran. Dan saat ini beberapa pelayan lainnya masih sibuk mengantarkan pesanan.
Bella sedikit mengiris, ia merasa kasihan dengan Lily yang harus keluar masuk kamar mandi.
"Sebaiknya kau menghubungi Sam, minta izin padanya. Dia pasti mengerti jika kau sedang tidak sehat." Bella mencoba memberi usapan pada punggung Lily.
"Tidak Ara. Apa kau lupa jika dua hari yang lalu sudah mengambil izin?" Lily mengeluh. Jika saja ia belum mengambil izin dua hari yang lalu, sudah pasti hari ini ia akan izin pulang cepat.
"Sam pasti akan mengerti."
Lily menggeleng. Ia tetap tidak akan mengambil izin. "Aku baik-baik saja. Hanya perlu beristirahat sebentar dan akan cepat membaik."
"Baiklah, tapi jangan memaksakan dirimu."
"Ehm..." sahut Lily mengangguk. "Sudah sangat siang, sebaiknya kau segera pergi ke rumah sakit. Bibi Miranda dan Arsel pasti sudah menunggumu." Ia mengingatkan Bella untuk segera pergi ke rumah sakit. Memang dua minggu sekali Bella akan mengontrol keadaan Bibi Miranda.
"Ah, kau benar. Aku harus segera ke rumah sakit." Buru-buru Bella melepaskan apron yang di kenakan wanita itu. Lalu melangkah menuju loker untuk mengambil sling bag miliknya. "Aku pergi dulu, Ly." Tangannya menepuk bahu Lily.
"Ya, jangan lupa sampaikan salamku untuk Arsel," sahutnya dengan suara tertahan agar para chef dan pelayan yang lain tidak mendengar ucapannya.
Bella mengangguk, Lily memang selalu menitipkan salam untuk Arsel. Dengan langkah tergesa-gesa, ia melewati pintu belakang Restauran menuju parkiran.
Mobil mewah yang baru saja terpakir dilintasinya begitu saja. Sosok pria gagah yang berdiri menjulang segera turun dari mobil dan memperhatikan wanita yang baru saja berlalu, terasa begitu familiar.
"Ada apa?" Kevin bertanya heran, ia kemudian mengikuti pandangan atasannya itu.
"Tidak apa," sahutnya. "Apa Tuan Hendrick sudah datang?" Eden bertanya memastikan, pasalnya mereka datang 15 menit lebih cepat.
"Sepertinya belum. Sekretarisnya mengatakan jika mereka masih dalam perjalanan." Kevin baru saja membaca pesan masuk dari sekretaris Tuan Hendrick selaku CEO Shony Corporation.
Eden segera melangkah memasuki Restauran di susul Kevin di belakangnya. Untuk pertama kalinya mereka akan melakukan meeting di HAM Restauran.
To be continue
...Like, vote, follow, fav, hadiah dan komentar kalian 💕 Terima kasih banyak dukungan dan komentar positif kalian 💜...
...Always be happy 🌷...
...Instagram : @rantyyoona...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
setelah 5 tahun berlalu, kalian belum ditakdirin bertemu juga
2024-08-21
0
HR_junior
mantan lagi lewat tp gak permisi
2022-11-27
2
🌼 Pisces Boy's 🦋
itu mantan kekasihmu
2022-11-03
0