Lima tahun kemudian
Kota New York, waktu setempat
Waktu tetap berjalan semestinya. Seorang wanita berparas cantik yang beberapa tahun silam hidup bergelimang harta, kini bekerja sebagai pelayan di HAM Restaurant (Hug A Mug Restaurant). Kepribadian yang dewasa, tidak manja dan mandiri itu tidak membuat Bella pantang menyerah. Ia giat bekerja demi menyambung hidup dirinya, Mommy serta adiknya Arsel. Berulang kali Arsel membujuknya untuk diperbolehkan bekerja, akan tetapi Bella menolaknya dengan tegas, wanita itu berpesan agar Arsel hanya fokus berkuliah. Menyerahkan tanggung jawab mencari uang kepada dirinya karena ia sanggup.
Empat tahun tahun yang lalu, takdir telah menjungkirbalikkan dirinya. Ia harus kehilangan harta, perusahaan dan bahkan ayahnya. Pengkhianatan yang dilakukan oleh tunangannya Bryan beserta keluarga pria itu membuat Daddy Thomas terpukul, sehingga pada akhirnya terkena serangan jantung dan tidak terselamatkan. Bella harus memulai kehidupannya dari nol bersama dengan Mommy Miranda dan Arsel. Ia berusaha untuk tidak mengeluh dan menjadi kekuatan untuk keduanya.
"Ara...." Seorang wanita satu profesi dengannya menepuk bahu Bella. Sontak Bella menghentikan aktivitasnya yang sedang membersihkan meja.
"Ada apa, Ly?" Wanita itu adalah Lily, sahabat baiknya di Restoran ia bekerja. Ia beruntung karena dikelilingi orang-orang baik di restoran tersebut.
"Ck, kau ini. Sejak tadi aku memanggilmu tapi kau tidak mendengarku." Lily mencebikkan bibirnya, berpura-pura kesal pada sahabatnya itu.
"Maaf, aku tidak mendengarmu." Bella tersenyum, memamerkan deretan gigi putihnya.
"Masih pagi, kenapa kau melamun?" Bukan pertama kalinya, Lily memergoki sahabatnya itu tercenung. Bahkan terkadang saat waktu makan siang, Bella hanya mengaduk-aduk makanannya saja.
"Tidak ada, aku hanya merindukan Daddy." Selalu saja alasan itu yang Bella jadikan alasan. Entahlah, hati Bella terasa kosong. Terkadang ingatan akan kejadian lima tahun menghanyutkan dirinya hingga larut pada alam bawah sadarnya. Sekeras apapun ia melupakan pria itu, maka sekeras itu pula bayangkan sosok pria itu selalu menghantui dirinya.
"Ehm, apa kau ingin aku menemanimu ke makam Paman?"
Dengan cepat Bella menggeleng. "Tidak perlu, dua hari yang lalu aku baru saja mengunjungi makam Daddy bersama dengan Mommy dan Arsel."
Lily mengangguk, mendengar nama Arsel ia menjadi ingat sesuatu. "Bagaimana kabar Arsel, Ra? Pasti dia semakin tampan. Benar-benar pria idaman." Pertama kali melihat Arsel, Lily begitu memuja pemuda berparas tampan itu. Bella begitu cantik tidak heran jika adiknya juga memilki wajah yang tampan.
"Kau ini, kenapa selalu menanyakan kabar Arsel. Bukankah kemarin kau sudah menanyakan kabarnya?"
Lily terkekeh, mengusap tengkuk lehernya. "Itu kemarin Ara sayang, hari ini aku belum menanyakan kabanya." Kebiasaan yang tidak mungkin wanita itu lupa adalah menanyakan kabar Arsel. Entahlah, ia hanya mengagumi sosok pemuda yang tampan itu.
Bella hanya menggeleng heran akan sifat sahabatnya itu. Akan tetapi Bella justru senang dengan sikap Lily yang selalu terang-terangan padanya.
"Kalian sedang membicarakan apa?" Percakapan dua wanita itu sejenak terhenti ketika kedatangan sosok pria tampan dan gagah. Pria itu kini berdiri di antara Bella serta Lily.
"Hai Bos Sam," sapa Lily. "Ini urusan wanita Bos, pria dilarang mendengar. Benar bukan Ara?"
"Iya, benar sekali." Bella terkekeh.
"Kalian ini. Seharusnya pagi-pagi kalian sudah mulai bekerja, ini justru bergosip." Samuel menyilangkan tangan di depan dada, berpura-pura marah. Pemandangan seperti ini bukan pertama kalinya ia lihat.
"Jangan salahkan aku Sam, Lily menggangguku yang sedang membersihkan meja." Bella selalu memanggil Samuel dengan Sam, pria itu menolak dirinya memanggil Bos seperti Lily dan meminta untuk memanggilnya Sam saja. Bella hanya mengiyakan saja mengingat Samuel sangat keras kepala.
"Astaga Ara, kau menumbalkan diriku!" Lily menepuk kening Arabella lantaran gemas.
"Jangan memukulnya, Ly." Tentu Samuel menjadi pihak yang selalu membela Bella, dan tidak membiarkan wanita itu ditindas.
Lily berkacak pinggang, menatap tajam Samuel. "Wah, ini tidak bisa dibiarkan. Bos Sam selalu membela dan melindungi Ara." Arabella yang tidak enak mendengar perkataan Lily, menyenggol lengan sahabatnya itu.
"Tidak hanya Ara saja, Lily. Bahkan aku melindungi semua para karyawanku." Samuel mengoreksi perkataan Lily, tentu ia tidak ingin siapapun menanggapi sikapnya yang terlewat baik dan perhatian terhadap Bella.
"Benar sekali. Kau saja yang terlalu berlebihan," serunya pada Lily.
"Kau....." Lily memelototi Bella dan begitupun Bella tidak ingin kalah.
Melihat pertemanan Bella dengan Lily selalu menjadi hiburan untuk Samuel. Pria itu terkekeh. "Kalian ini setiap hari seperti Tom and Jerry."
Perdebatan mereka terhenti ketika Samuel menyebutkan mereka sebagai Tom and Jerry, tentu saja mereka tidak menyukainya. Mereka lebih menyukai disamakan dengan Nobita dan Doraemon, saling membantu dan melindungi
"Bagaimana kabar Bibi Miranda dan Arsel?" Samuel bertanya ketika mereka sempat saling diam. Sudah cukup lama ia tidak berkunjung menemui Bibi Miranda dan Arsel karena kesibukannya.
"Mereka baik-baik saja. Kau bisa berkunjung kapan saja Sam," jawabnya.
"Hem, jika jadwalku tidak padat aku akan berkunjung." Samuel tersenyum, senyuman yang selalu ia tunjukkan kepada siapa saja karena ia adalah pria yang ramah. Akan tetapi senyum yang ia sematkan untuk Bella selalu terlihat lain di mata Lily, wanita itu bisa melihat terdapat cinta di dalamnya untuk sahabatnya itu.
Bella dan Samuel sudah saling mengenal lama sejak di Universitas. Entah alasan apa, tiba-tiba saja pria itu menghilang dan mereka dipertemukan kembali setelah sekian lama. Pria itu juga yang memberinya pekerjaan disaat perekonomiannya sedang terpuruk. Tentu Bella sangat berterima kasih dan mengizinkan Samuel datang berkunjung ke rumahnya kapanpun, sehingga kini keluarganya dengan Samuel cukup dekat.
***
Sementara di Kota yang sama, tepatnya di dalam gedung yang menjulang tinggi. Perusahaan Anderson Company di pimpin oleh seorang CEO berparas tampan, gagah, memiliki rahang tegas yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Eden Kennard Anderson, diusianya yang terbilang muda sudah mampu mendirikan kembali perusahaan yang nyaris gulung tikar lima tahun lalu.
Eden benar-benar membuktikan tekad dan ambisinya untuk menjadi pria yang sukses di usia muda. Kini ia memiliki perusahaan dan juga menjadi pewaris satu-satunya keluarga Anderson. Usianya sudah menginjak 28 tahun, Perusahaan Anderson Company sudah memiliki 2 cabang di berbagai negara.
Siapa yang menduga jika dirinya masih memiliki seorang kakek. Dan perusahaan yang nyaris gulung tikar itu kembali berdiri kokoh karena kerja kerasnya. Eden menjabat sebagai CEO. Dan ketika menikah tentunya perusahaan itu akan menjadi miliknya seutuhnya. Pria itu disegani, dihormati, di idam-idamkan. Menjadi salah satu kriteria yang diinginkan kaum wanita. Namun karena masa lalunya, Eden sedikit tidak tersentuh. Ia berubah menjadi sosok yang dingin meskipun ia memiliki seorang kekasih yang dijodohkan dengannya. Wanita itu sangat cantik, seorang model ternama yang cukup terkenal di berbagai manca negara. Sehingga tidak ada salahnya Eden menerima Catherine Wilson.
Pagi ini Eden baru saja turun dari mobil mewahnya diikuti oleh Kevin Nicholas, asisten pribadi sekaligus sahabatnya. Dimana pun Eden melangkah, maka sudah pasti Kevin akan selalu bersamanya.
Begitu memasuki Lobby, seperti biasa Eden Kennard Anderson selalu menjadi pusat perhatian. Bisik-bisik dari para karyawan wanita sudah biasa ia dengar, berbagai pujian sudah sering kali ia dapatkan. Memang semua itu tidak luput dari kerja kerasnya hingga sampai ke puncak kejayaan.
Langkah tegasnya menuntun tubuh Eden menuju ruangannya yang berada di lantai 40. Begitu tiba di dalam ruangan, Eden segera membenamkan tubuhnya di kursi kebesarannya. Kevin, sang asisten berdiri tegak dan sudah siap untuk memberikan agenda hari ini.
"Apa saja jadwalku hari ini, Vin?" tanya Eden menangkupkan kedua tangannya, disertai kedua sikunya bertumpu pada pegangan kursi di sisi kanan dan kirinya.
"Tidak terlalu urgent Ed, hanya rapat tahunan seperti biasa." Jika sedang bekerja, maka Kevin akan bersikap profesional, meskipun keduanya adalah teman. Tetapi Kevin pun tidak pernah sungkan disaat sedang bekerja maupun diluar jam kerja, pria itu akan memperlakukan Eden sebagai mana mereka dekat selama ini.
Eden mengangguk. "Kalau begitu kau saja yang wakilkan. Aku ingin mendinginkan kepalaku." Sejenak Eden memijat pelipisnya yang terasa penat.
Kening Kevin mengernyit, ia sudah merasakan sejak pagi tadi jika ada sesuatu yang mengganggu pikiran atasan sekaligus sahabatnya itu. "Apa terjadi sesuatu dengan Tuan Besar?" Sejauh ini yang mampu membuat atasannya terlihat frustasi hanya Tuan Besar Aldrick yang merupakan Kakek dari Eden.
"Kakek baik-baik saja, hanya saja dia ingin mempercepat pertunanganku dengan Catherine." Mungkin jika menyangkut pekerjaaan yang menumpuk Eden tidak akan frustasi seperti ini.
"Bukankah itu adalah kabar yang membahagiakan?" Tentu saja perkataan Kevin mendapatkan tatapan tajam dari Eden. "Hehe sorry," katanya. Nyaris saja ia kehilangan pekerjaan karena kelepasan bicara. Kevin tahu benar, jika Eden menjalani hubungan dengan Catherine hanya setengah hati, itu yang ia lihat dari sudut pandangnya.
"Kalau begitu kau yang harus menggantikanku bertunangan." Eden tersenyum penuh arti.
"Tidak, terima kasih." Tentu Kevin mengetahui arti tatapan Eden. Ia tidak ingin Eden melakukan sesuatu yang gila.
"Lalu apa gunanya kau menjadi asistenku?!" Eden mendengus kesal. Berharap ada jalan keluarnya, meskipun ia tidak menampik jika awalnya ia tertarik akan kecantikan Catherine, akan tetapi sikap manja wanita itu terkadang membuatnya jengah.
"Untuk menemani Bosku bekerja. Bukan untuk menggantikannya bertunangan, apalagi menikah." Jawaban yang membuat Eden semakin menatap tajam, tetapi Kevin hanya tersenyum seolah tidak takut. Padahal di dalam hati ia cemas jika Eden memotong gajinya seperti bulan lalu hanya karena ia telah salah berbicara.
"Gajimu bulan ini akan kembali di potong," ujarnya tidak terbantahkan.
"Sudah ku duga," ucap Kevin dalam hati. "Ya, baiklah." Dan Kevin hanya bisa pasrah, ia tidak ingin kembali salah berbicara.
Ceklek
"Honey?"
Eden menghembuskan napas dengan kasar. Baru saja dibicarakan dan kini kekasihnya itu sudah berada di depan matanya. Kevin hanya mengulum senyum. Sebenarnya ia juga jengah jika berada satu ruangan bersama dengan Catherine.
To be continue
...Like, vote, follow, fav, hadiah dan komentar kalian 💕 Terima kasih banyak dukungan dan komentar positif kalian 💜...
...Always be happy 🌷...
...Instagram : @rantyyoona...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Arabella & chaterine beda karakter. mandiri & manja
2024-08-19
0
HR_junior
kalo cm setengah ati mending bibir aja Eden..km Lom bisa moveon ma bella..jngn memulai suatu hubungan dengn orng lain kalo hati km msh ada orng masa lalu..selsaikan kalo gk bisa ya lanjutke lagi..mumpung penghalng dah meninggl
2022-11-27
2
🌼 Pisces Boy's 🦋
sekarang keadaan berbalik
2022-11-02
1