Jihan melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah dengan lemas, ia bingung sebenarnya apa maksud vita mengajaknya bertemu lalu setelah jihan sudah berada di danau hijau.
Vita tidak ada di sana, malah seorang laki-laki asing yang mempunyai suara mirip dengan johan yang tiba-tiba muncul dan memeluknya, entah kebebetulan atau tidak tapi jihan punya firasat yang buruk tentang hal ini.
"Kamu sudah pulang Jihan," ucap mela yang berjalan menghampiri Jihan.
"Iya tante, Nino mana?" tanyanya sambil memperhatikan sekeliling ruangan.
"Nino sedang bermain di tempat temannya," ujar Mela.
"Kamu sudah makan?" tanya mela lagi.
"Belum tante, nanti saja aku ke kamar ku dulu ya," ucap Jihan tersenyum kepada Mela, lalu kembali melangkah menuju kamarnya.
Sesampainya di kamar ia melihat kalender yang tertempel di dinding kamarnya, ia sudah lama menandai tanggal di kalendernya itu.
Hari anniversary mereka yang ke dua tahun.
Jihan membuka lemari dan mengambil sebuah kotak yang di dalamnya terdapat sebuah Cincin yang di berikan johan tahun lalu di hari anniversary mereka yang pertama, Jihan kembali menutup kotak itu, ia tidak mau semakin larut dalam kesedihan.
~
Setelah beberapa Hari ini mencoba menata hati, Johan kembali beraktivitas seperti biasa meski masih belum bersemangat, setelah selesai mandi ia turun kelantai bawah untuk untuk makan siang bersama ibunya sementara ayahnya bekerja.
"Kamu sudah baikan Jo?" tanya Maria yang sudah lebih dulu duduk di kursi ruang makan, beberapa hari ini ia cukup khawatir karena johan selalu mengurung diri di kamar.
"Iya bu," jawab Johan singkat lalu ikut duduk di samping ibunya.
"Bi ... tolong ambilkan johan piring," pinta Maria pada asisten rumah tangganya.
"Ini nyonya," ucap asisten rumah tangga itu lalu meletakkan piring di atas meja.
"Terimakasih bi," ucap Maria.
"Ayo makanlah Jo," pinta Maria.
"Iya bu," ucap johan.
Maria meletakkan berbagai macam lauk kesukaan Johan, ia sengaja menyuruh bi Ina untuk memasak menu kesukaan johan agar johan makan dengan lahap.
Setelah selesai makan, Maria mencoba untuk berbicara dengan johan, sudah beberapa hari ini ia begitu penasaran dengan apa yang menimpa anak kesayangan itu, ia ingin bertanya namun ia ragu.
Akhirnya ia mengurungkan niatnya dan mencari waktu yang tepat, dan hari ini sepertinya ia bisa bertanya.
"Jo ... ibu boleh bertanya sesuatu," ucap maria lembut.
Johan menoleh kesamping menatap ibunya bingung, "Mau tanya apa Bu?"
"Kamu itu beberapa hari ini ibu perhatikan seperti orang depresi selalu mengurung diri di kamar, tidak mau makan dan tidak bersemangat, sebenarnya kamu kenapa, coba cerita ke ibu, ibu janji tidak akan memberitahu siapapun," ujar maria.
Johan menatap ibunya sejenak, tidak ada salahnya menceritakan semuanya ke ibunya, karena ibunya memang selalu menepati janjinya pikir Johan.
"Sebenarnya dua tahun belakangan ini aku berpacaran dengan seorang wanita bu," ucap johan.
"Berpacaran!, Jo kamu tahu ayah kamu melarang itu kan," ucap Maria.
"Iya aku tahu bu tapi aku mencintai dia bu, bahkan sampai saat ini," ucap johan.
"Apa karena dia kamu jadi seperti ini," ucap Maria.
"Dia memutuskan hubungan kami, dan aku tidak tahu pasti apa penyebabnya," ucap Johan.
"Apa karena wanita itu juga kamu tidak mau ke Amerika?" tanya Maria.
"Bukan begitu bu, aku hanya tidak mau jauh darinya," ucap johan.
"Ibu mengerti perasaan anak seumur kamu ini masih sangat labil Jo ... putus cinta itu sudah biasa, perjalanan kamu masih panjang, jangan karena putus cinta kamu jadi lemah begin, anak laki-laki itu harus tangguh, kamu yang semangat," ujar Maria.
"Iya bu, terimakasih," ucap johan.
"Permisi nyonya, ada nona vita di depan sedang mencari den johan," ucap bi Ina.
"Sudah ya jangan sedih lagi, sana temui Vita," ucap Maria.
Johan beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju teras.
"Kamu kenapa kemari?" tanya johan yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Kita harus bicara Jo ... ini menyangkut jihan, kamu pasti terkejut dengan apa yang akan aku sampaikan," ucap Vita.
"Baiklah, kita bicara di taman belakang saja ... ayo," ucap Johan lalu melangkah masuk di ikuti oleh Vita.
Sesampainya di taman belakang Johan dan vita duduk berdampingan di kursi panjang yang ada di taman itu.
"Katakan, apa yang ingin kamu sampaikan, jangan membuat aku penasaran," ucap Johan menoleh ke arah Vita.
"Baiklah, aku tidak tahu harus memulai dari mana, aku juga tidak percaya tapi kamu harus melihat ini Jo," ucap Vita sambil menyerahkan sebuah amplop besar kepada Johan.
"Apa ini?" tanya Johan lalu mengambil amplop itu dari tangan Vita.
"Buka saja, kamu bisa melihatnya sendiri," ucap Vita.
Johan perlahan membuka amplop besar itu dan mengambil isinya yang berupa sebuah foto, ia membulatkan matanya melihat foto-foto itu.
"Dari mana kamu mendapatkan foto ini!" tegas Johan.
"Aku sendiri yang memergokinya Jo ... aku juga tidak menyangka tapi itulah yang terjadi. Pantas saja ia ingin putus sama kamu Jo, ternyata dia punya pria lain di belakang kamu, padahal aku kira dia gadis baik-baik, ternyata aku salah, kamu yang sabar ya jo" ujar Vita pura-pura berempati.
Johan tidak menanggapi perkataan vita, ia beranjak dari duduknya dan langsung berjalan masuk kedalam rumah, Vita hanya tersenyum sinis memandangi kepergian Johan.
Johan masuk kedalam kamarnya untuk mengambil kunci motor, dan kotak yang berisi kalung untuk Jihan, lalu langsung beranjak pergi.
"Jo, kamu mau kemana?" tanya Maria.
"Aku mau keluar sebentar bu," ucap Johan yang terus melangkah keluar.
Johan melajukan motornya dengan kecepatan penuh, matanya memerah seiring sakit hati yang sedang berkecamuk di dadanya.
Johan tak menyangka jihan bisa berbuat seperti itu, berpelukan dengan laki-laki lain, hal itu seakan tidak bisa hilang dari ingatannya.
Johan memarkirkan motornya di halte bus tempat biasa ia menjemput jihan, ia mengambil ponselnya yang ada di saku celananya. Ia mencoba untuk menghubungi Jihan, sekali dua kali tidak ada respon, dan yang ketiga kalinya skhirnya Jihan mengangkat telepon dari Johan.
"Hallo?"
"Aku sedang di halte bus biasa ... kemarilah," ucap Johan lalu mengakhiri panggilan telepon itu.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya jihan muncul dengan nafas yang masih tak beraturan karena ia berlari menuju kamari.
"Kak Jo," ucap Jihan.
"Tadinya aku fikir kamu hanya butuh waktu sediri dan aku menunggu itu, tapi ternyata kamu main hati di belakang aku," ucap johan menahan amarahnya.
"Maksud kak jo apa?" tanya Jihan bingung.
Johan mengambil foto-foto yang ada di dalam amplop dan di arahkan ke depan wajah jihan, "Kenapa kamu harus berpura-pura lagi sementara aku sudah punya buktinya," ucap johan dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Jihan membulatkan matanya tak percaya, foto itu adalah foto dirinya, sewaktu ia di taman dan ada seorang laki-laki asing yang tiba-tiba datang memeluknya, Jihan meraih foto-foto itu dari tangan Johan.
"Kak aku bisa jelaskan, aku memang bertemu pria ini di danau, tapi aku tidak mengenalnya, aku mengira kak jo yang mem--"
"Cukup Jihan!!" teriak johan sampai Jihan tak melanjutkan ucapannya.
"Aku sudah muak, dan dengan sandiwara kamu! ... ternyata dua tahun ini, semuanya bohong!" ucap Johan sambil berteriak mengeluarkan semua isi hatinya.
Jihan tak bisa lagi menahan air matanya, ia menangis di hadapan Johan, "Kak dengarkan aku dulu."
"Tidak, aku tidak ingin mendengar ucapan apapun dari mu, aku benci kamu jihan, aku benci!" ucap Johan lalu melemparkan kotak kecil yang berisi kalung untuk Jihan sampai kotak itu hancur berserakan.
Johan mengendarai motornya, meninggalkan jihan sendiri di halte itu, Jihan menangis memandangi kepergian johan, ia melihat sebuah kalung yang tergeletak di tanah dengan inisial JJ, Jihan berjongkok untuk mengambil kalung itu.
Ia kembali menggenggam kalung itu di tangannya. "Kenapa kak jo tidak memberi ku kesempatan untuk menjelaskan, itu semua tidak benar, tidak benar kak!" pekik Jihan sambil terisak.
Bersambung 💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Benazier Jasmine
suka cerita nya thoor
2022-10-26
0
Pipit Sopiah
di lanjut lagi bacanya
2022-10-22
0
Devi Triandani
kasihan...harus putus Krn salah paham
2022-10-15
0