Tawaran Impulsif

Sudah satu minggu berlalu, itu artinya sudah sepekan lamanya Andini menjadi sekretaris magang di Agastya Property. Jika, teman-temannya yang lain ditempatkan di bagian konsultan, pengadaan lahan, konstruksi dan pembangunan, pengembang, pemasaran, sampai pemeliharaan properti dengan pengalaman kerja yang luar biasa, tapi Andini justru merasa dalam satu minggu ini tugasnya menjadi sekretaris sangat monoton.

Pekerjaannya tak lepas dari menginput data, membuatkan kopi, atau mencatat notulasi. Bagi Andini, pekerjaan seperti ini terlalu mudah. Rasanya, Andini ingin mengajukan pemindahan ke divisi yang lainnya saja. Mendengar cerita dari teman-temannya, Andini merasa tertarik untuk mencoba di divisi lain. Kali ini, akan memberanikan dirinya untuk meminta pindah ke divisi lainnya dengan Wakil Presdir yang dingin itu.

"Pak Evan, boleh saya meminta sesuatu?" tanya Andini kepada atasannya itu.

Tentu saja ucapan Andini yang mengatakan bahwa dia meminta sesuatu membuat Evan mengernyitkan keningnya. Apa yang hendak diminta oleh sekretaris magangnya itu. Dengan sedikit menganggukkan kepalanya, Evan pun merespons Andini.

"Apa?" tanyanya singkat.

"Hmm, begini kan ... kan mahasiswa magang itu membutuhkan orientasi dan pengalaman dari divisi yang lain. Teman-teman saya merasa mendapatkan banyak ilmu dan skill bekerja di berbagai divisi yang ada di perusahaan ini. Nah, apa saya tidak bisa meminta untuk dipindahkan ke divisi saja?" tanya Andini.

Mendengar apa yang disampaikan oleh Andini, Evan pun sedikit tersenyum dan menatap tajam sekretarisnya itu. Kendati demikian di dalam hati, Evan justru senang ada orang yang berani untuk mengutarakan apa yang dia mau.

"Kamu tidak betah menjadi sekretaris?" tanya Evan kemudian.

"Ehmm, saya hanya merasa kalau saya membutuhkan pengalaman yang lain, yang berguna untuk masa depan saya," balas Andini.

"Selain karena pengalaman, berikan saya alasan kenapa kamu ingin dirotasi ke divisi yang lain?" tanya Evan.

Kini pemuda itu kian menatap tajam Andini. Sampai Andini hanya bisa menundukkan wajahnya, kedua tangannya terlipat, begitu resah rasanya diintimidasi oleh seorang atasan seperti Evan ini.

"Apa itu karena kamu tidak nyaman bekerja dengan saya?" tanya Evan kemudian.

Bahkan dengan frontal dan terang-terangan, Evan menyampaikan apakah keinginan Andini untuk pindah itu dikarenakan karena Andini sendiri yang tidak nyaman untuk bekerja dengannya.

Mendengar apa yang baru saja Evan sampaikan, air mata gadis itu menitik begitu saja. Rasanya begitu takut saat harus mengakui yang sebenarnya kepada atasannya itu. Ya, benar ... dia memang tidak nyaman bekerja dengan Evander Agastya. Menurutnya, atasannya begitu dingin dan juga memberikannya begitu banyak pekerjaan yang harus diinput. Dalam satu minggu saja, sudah tiga hari Andini harus lembur.

Evan menghela nafas, pemuda itu berdiri dan tempat duduknya dan menggegakkan punggungnya. Kemudian dia berjalan sampai ke sisi lain meja kerjanya untuk lebih dekat dengan Andini.

"Kenapa menangis? Saya tidak meminta kamu menangis. Saya meminta kamu untuk memberikan alasan. Sebab, tanpa alasan yang kuat, ya saya tidak bisa merotasi pegawai dan anak magang," tegas Evan.

Andini masih diam dan menunduk. Sungguh, dia sangat takut saat ini. Keberanian yang semula dia kumpulkan luruh seketika. Tidak ada lagi keberanian yang tersisa.

"Saya takut sama Bapak," balas Andini pada akhirnya.

Bukan marah, sebenarnya di dalam hatinya Evan justru tertawa. Tebakannya 100% benar bahwa Andini takut dengannya. Ingin pindah ke divisi lain supaya bisa menjauh dari dirinya.

Ada dengkusan dari Evan, dan menggelengkan kepalanya perlahan, "Tidak profesional. Seharusnya untuk orang yang baru saja bekerja itu bisa dan mau ditempatkan di mana saja. Kalian itu sedang ditempa. Lagipula, kenapa takut sama saya? Saya sendiri juga tidak menggigit kamu," jawab Evan.

Pemuda itu masih berusaha untuk tegas, tetapi justru itu adalah jawaban konyol yang Evan berikan. Dalam hatinya pemuda itu justru tertawa.

"Bapak itu galak banget, tegas banget, dingin banget ... bikin saya ketakutan. Bekerja bersama banget itu efeknya lebih menakutkan daripada kerja rodi di zaman Jepang," sahut Andini asal.

Kali ini Andini bahkan tak segan-segan untuk mengucapkan bagaimana perasaannya saat bekerja dengan Evan. Ya, Andini merasa ketakutan, merasa tertekan, bahkan Andini berpikir bahwa bekerja bersama Evan jauh lebih menakutkan dibandingkan Romusha pada zaman Jepang.

"Lalu, kamu mau saya yang berubah? Saya yang dingin menjadi panas? Iya?" tanya Evan.

Makin kesallah, hati Andini. Bisa-bisanya respons yang diberikan atasannya itu seperti.

"Ehhh, bukan gitu juga, Pak ... ah, ribet deh ngomong sama Bapak. Bapak jutek, judes, galak, dan dingin kayak gitu pantas saja enggak laku-laku. Gak ada wanita yang mau sama Bapak," jawab Andini.

Itu adalah jawaban yang hanya mengedepankan perasaan Andini yang baru kesal. Sehingga Andini menghubungkan segala sesuatu dengan hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan.

Evan kian geleng kepala saja mendengar apa yang dikatakan sekretarisnya itu. Kemudian Evan melangkahkan kakinya, menepis jaraknya dengan Andini, kemudian pria itu menatap Andini dengan tatapannya yang tajam.

"Mudah banget yah ... mengatakan hal yang tidak berkaitan sama sekali. Pekerjaan tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan pribadi saya. Atau, kamu merasa tidak nyaman karena kamu suka sama saya? Iya?"

"Enggak! Enggak ada yang naksir cowok kayak Bapak!"

Andini kian sebal saja, hanya meminta pindah divisi justru urusannya panjang seperti ini. Andini merutuki dengan sikapnya yang meminta perpindahan divisi kepada bosnya itu.

"Lalu, kamu?" tanya Evan.

"Enggak, enggak akan!" tegas Andini.

"Ya sudah, mau enggak nikah sama saya? Biar kamu tahu bahwa saya bukan pria seperti yang kamu deskripsikan itu."

Evan mengatakan ajakan menikah itu dengan spontan. Rasanya begitu asyik menggodai gadis yang masih berusia 21 tahun ini. Sapa tahu tawaran impulsif yang Evan berikan akan disambut serius oleh Andini. Toh, lagipula Evan sudah berusia 26 tahun sekarang. Ada masa di mana Mama dan Papanya meminta kepadanya untuk segera membawa calon istrinya ke rumah.

Mendengar tawaran yang disampaikan oleh Evan, membuat Andini tercekat. Tidak mungkin juga kan pemuda tampan dan jutawan seperti Evan mengajaknya menikah dengan coba-coba. Itu pasti hanya untuk mencobainya saja.

"Enggak. Saya enggak sudi!"

"Oke, nanti saya akan ajak kamu bertemu Mama dan Papa saya. Jika Mama dan Papa setuju, saya akan segera menikahi kamu," balas Evan dengan berwajah datar. Hanya alis matanya saja yang sedikit bergerak.

"Pak Evan apa-apaan sih, kenapa enggak profesional?" tanya Andini.

"Siapa yang memulai tidak profesional?" tanya Evan.

Begitu pandainya pemuda bernama itu membalikkan semua ucapan Andini. Sampai rasanya, Andini kehabisan akal untuk membalas atasannya itu. Andini akhirnya memilih duduk dan mengerjakan kembali tugas-tugasnya. Sementara Evan hanya mengulas sedikit senyuman di wajahnya. Dalam hatinya, Evan justru tidak ada memindahkan Andini ke divisi mana pun.

Terpopuler

Comments

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

evan menang banyak de..sebenary evan ssh punya cewe atau blm si..klu udh punya knp ngsjakin nikh sm andini..

2022-10-15

0

Gina Savitri

Gina Savitri

Yah kirain evan bakal jodoh sama aurora anak nya aksara dan arsyila ternyata malah sama yg lain 🙈

2022-10-14

0

Nie Adela

Nie Adela

belum apa apa udah posesif dan bucin babang Evan nihhh

kasian pak, anak gadis orang kan jadi atuttttt... pelan pelan dong pak PDKT nya. ngeri sawan tuh anak gadis.

2022-10-13

0

lihat semua
Episodes
1 Pemuda Tampan yang Mengintimidasi
2 Feeling Guilty
3 Setengah Hati
4 Tawaran Impulsif
5 Di Ajak Makan Siang
6 Dikira Pacar
7 Diajak Serius
8 Kekesalan Andin
9 Obrolan dengan Mama
10 Potret Keluarga Andini
11 Konsekuensi
12 Dirawat dengan Baik
13 Seorang Arine
14 Menerima Tantangan
15 Curhat dengan Mama
16 Hari yang Ditentukan
17 Keputusan Tak Terduga
18 Menikah Hanya Sebatas Kontrak
19 Saran dan Pertimbangan
20 Kekesalan Andin
21 Berbagai Sudut Pandang
22 Hitam Di Atas Putih
23 Tertegun
24 Akad
25 Pernikahan Tanpa Jalinan
26 Hanya Alasan
27 Menarik Batas
28 Tak Ada Tinggal Seatap
29 Obrolan Arine dan Andin
30 Kembali Bertemu Evan
31 Sarapan Pagi Bersama
32 Kedatangan yang Tak Diharapkan
33 Perseteruan
34 Sarapan Pagi Penuh Kecanggungan
35 Menolak dengan Tegas
36 Kecurigaan Evan
37 Lembur
38 Debaran Kecil
39 Hiatusnya Arine
40 Membatalkan Kontrak
41 Next Step!
42 Hari Pertama
43 Pacar Rasa Sekretaris
44 Pria yang Datang Tiba-Tiba
45 Dine in the Sky
46 Yes, I Do
47 Akad
48 Gugup Mendominasi
49 Untuk Pertama Kali
50 Bounding Time
51 Kali Kedua
52 Menempati Rumah Baru
53 Menunda Dulu
54 Pertanyaan Penting
55 Digunjingkan di Perusahaan
56 Kabar Arine di Australia
57 Pernikahan Tertutup
58 Kencan Istimewa di Sydney
59 Alibi Bekerja
60 Malam Musim Semi di Sydney
61 Kembali ke Jakarta
62 Arine dan Rendra
63 Hari Terakhir Menjadi Sekretaris
64 Hari Pertama Tanpa Sosok Sekretaris
65 Bisa Mengatasi
66 Disambut Istri Tercinta
67 Menemui Sang Arsitek
68 Istri Mulai Skripsi
69 Survei Lahan di Rumah
70 Sekaligus Konsultasi
71 Sabtu Sore Bersama
72 Mempersoalkan Masa Lalu
73 Retak?
74 Cerita Keluarga Agastya
75 Saling Menenangkan
76 Dosen Pembimbing
77 Fokus Skripsi
78 Terkuaknya Siapa Andin
79 Kehancuran Andin
80 Keceriaan yang Hilang
81 Sosok Almarhumah Mama Rosa
82 Kasih Ibu Sepanjang Masa
83 Memulihkan Diri dan Hati
84 Menikmati Alam
85 Program Hamil
86 Istri yang Tidak Peka
87 Komunikasi
88 Inisiatif Awal
89 Buku yang Terbuka
90 Lembur Skripsi
91 Arine Melahirkan
92 Video Call!
93 Menambah Frekuensi
94 Sakit Tiba-Tiba
95 Positif?
96 Membagi Kabar Baik
97 Pemeriksaan Pertama
98 Persiapan Ujian Skripsi
99 Menikmati Akhir Pekan
100 Ujian Skripsi
101 Perayaan Kecil
102 Happy 19 Weeks!
103 Pengajian Empat Bulanan
104 Kumpul Keluarga
105 Boy or Girl?
106 Teman Satu Frekuensi
107 Salon Kecantikan
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Pemuda Tampan yang Mengintimidasi
2
Feeling Guilty
3
Setengah Hati
4
Tawaran Impulsif
5
Di Ajak Makan Siang
6
Dikira Pacar
7
Diajak Serius
8
Kekesalan Andin
9
Obrolan dengan Mama
10
Potret Keluarga Andini
11
Konsekuensi
12
Dirawat dengan Baik
13
Seorang Arine
14
Menerima Tantangan
15
Curhat dengan Mama
16
Hari yang Ditentukan
17
Keputusan Tak Terduga
18
Menikah Hanya Sebatas Kontrak
19
Saran dan Pertimbangan
20
Kekesalan Andin
21
Berbagai Sudut Pandang
22
Hitam Di Atas Putih
23
Tertegun
24
Akad
25
Pernikahan Tanpa Jalinan
26
Hanya Alasan
27
Menarik Batas
28
Tak Ada Tinggal Seatap
29
Obrolan Arine dan Andin
30
Kembali Bertemu Evan
31
Sarapan Pagi Bersama
32
Kedatangan yang Tak Diharapkan
33
Perseteruan
34
Sarapan Pagi Penuh Kecanggungan
35
Menolak dengan Tegas
36
Kecurigaan Evan
37
Lembur
38
Debaran Kecil
39
Hiatusnya Arine
40
Membatalkan Kontrak
41
Next Step!
42
Hari Pertama
43
Pacar Rasa Sekretaris
44
Pria yang Datang Tiba-Tiba
45
Dine in the Sky
46
Yes, I Do
47
Akad
48
Gugup Mendominasi
49
Untuk Pertama Kali
50
Bounding Time
51
Kali Kedua
52
Menempati Rumah Baru
53
Menunda Dulu
54
Pertanyaan Penting
55
Digunjingkan di Perusahaan
56
Kabar Arine di Australia
57
Pernikahan Tertutup
58
Kencan Istimewa di Sydney
59
Alibi Bekerja
60
Malam Musim Semi di Sydney
61
Kembali ke Jakarta
62
Arine dan Rendra
63
Hari Terakhir Menjadi Sekretaris
64
Hari Pertama Tanpa Sosok Sekretaris
65
Bisa Mengatasi
66
Disambut Istri Tercinta
67
Menemui Sang Arsitek
68
Istri Mulai Skripsi
69
Survei Lahan di Rumah
70
Sekaligus Konsultasi
71
Sabtu Sore Bersama
72
Mempersoalkan Masa Lalu
73
Retak?
74
Cerita Keluarga Agastya
75
Saling Menenangkan
76
Dosen Pembimbing
77
Fokus Skripsi
78
Terkuaknya Siapa Andin
79
Kehancuran Andin
80
Keceriaan yang Hilang
81
Sosok Almarhumah Mama Rosa
82
Kasih Ibu Sepanjang Masa
83
Memulihkan Diri dan Hati
84
Menikmati Alam
85
Program Hamil
86
Istri yang Tidak Peka
87
Komunikasi
88
Inisiatif Awal
89
Buku yang Terbuka
90
Lembur Skripsi
91
Arine Melahirkan
92
Video Call!
93
Menambah Frekuensi
94
Sakit Tiba-Tiba
95
Positif?
96
Membagi Kabar Baik
97
Pemeriksaan Pertama
98
Persiapan Ujian Skripsi
99
Menikmati Akhir Pekan
100
Ujian Skripsi
101
Perayaan Kecil
102
Happy 19 Weeks!
103
Pengajian Empat Bulanan
104
Kumpul Keluarga
105
Boy or Girl?
106
Teman Satu Frekuensi
107
Salon Kecantikan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!