Dengan setengah hati, Andini mengikuti masa orientasi menjadi sekretaris. Walau hanya sebatas sekretaris magang, tetapi sebenarnya Andini enggan untuk menyelesaikan tugasnya. Rasanya justru ingin kabur saja dari perusahaan property terbesar di negeri ini. Alasannya tentu hanya satu hal yaitu Andini yang merasa tidak nyaman dengan Evan. Bekerja dengan pria itu justru akan membuat Andini mati kutu saja.
Di dalam ruangannya, diam-diam Evan sejenak menatap sekretarisnya itu yang duduk di luar ruangan kerjanya yang memang bisa dilihat langsung dari kaca jendela di ruangan itu. Entah mengapa, melihat wajah Andini yang terlihat enggan justru membuat Evan menyunggingkan senyuman di wajahnya.
"Gadis aneh," ucapnya lirih dengan menggelengkan kepalanya.
Selanjutnya Evan pun menekan saluran interkom di mejanya. Saluran interkom yang terkoneksi langsung dengan sekretarisnya, yang kali ini hanya Andini di sana.
"Tolong, masuk ke sini sebentar," panggil Evan dengan memencet tombol interkom itu.
"Ya," sahut Andini dengan singkat.
Kemudian gadis itu pun masuk ke dalam ruangan milik Evan dan menundukkan sedikit badannya. Etika dan sikap seorang sekretaris pada umumnya, yaitu menundukkan sedikit badannya kala dipanggil oleh atasannya.
"Ada apa Pak?" tanya Andini kemudian.
"Hari ini temani saya untuk menginput laporan ini," ucap Evan.
Pemuda itu tidak mengada-ada, tetapi memang ada laporan yang harus diinput. Melakukan back-up data yang terintegrasi dengan sistem pengamanan perusahaan.
"Baik Pak," sahut Andini.
"Kerjakan di sini saja ... pakai saja Personal Komputer itu," ucap Evan lagi.
Wakil Presdir itu pun berdiri dan mengambilkan sebuah kursi yang dia letakkan satu meja dengannya. Pikirnya jika memang Andini memiliki kesulitan dalam bekerja, maka Evan akan segera membantu pekerjaan sekretarisnya itu.
"Kenapa tidak dikerjakan saja di ruangan saya Pak?" tawar Andini.
Mungkin rasanya lucu, tetapi memang berdekatan dengan pemuda tampan, menawan, dan mapan itu membuat Andini tidak nyaman. Menurut Andini sendiri karena tatapan mata bos-nya itu terlihat mengintimidasi dan membuatnya ketakutan.
"Duduk saja, kerjakan di sini!"
Evan kembali menegaskan perintahnya, dengan suara bariton yang tegas sampai Andini saja dibuat takut karenanya. Sekadar menawar saja, bisa berakibat buruk untuk Andini. Oleh karena itu, Andini dengan berat hati duduk semeja dengan bos-nya itu.
Evan sedikit memberitahu bahwa setiap data harus diinput dengan benar dan tidak boleh ada kesalahan. Bahkan Evan juga berkata bahwa jika ada kesulitan, Andini bisa langsung bertanya. Terlebih sekarang posisi mereka berdua dekat, sehingga Andini bisa langsung bertanya.
"Iya Pak ... saya coba kerjakan terlebih dahulu," sahut Andini.
Evan kembali fokus dengan pekerjaannya. Pemuda itu ketika bekerja dan begitu fokus justru kian tampan saja. Perpaduan genetik dari Mama Sara dan Papa Belva benar-benar menghasilkan bibit yang berkualitas. Faktanya, Evan pun begitu tampan dan digandrungi oleh banyak wanita. Akan tetapi, seolah belum ada yang berhasil untuk mencuri hatinya.
Sementara di sampingnya Andini hanya bekerja dan hanya tuts dari papan ketik saja yang terdengar. Sama seperti Evan, Andini pun juga berusaha maksimal untuk bekerja dan tanpa ada kesalahan. Bahkan sebisa mungkin Andini membuka lebar bola mata supaya tidak salah menginput.
"Ada kesulitan?" tanya Evan kemudian.
Terlihat Andini menggelengkan kepalanya secara samar, "Tidak ... sejauh ini aman, Pak," ucapnya.
Evan tersenyum tipis, dan kemudian sedikit melihat proses kerja yang dikerjakan Andini. Pria itu berdiri di belakang Andini, dan mengamati screen personal komputer itu.
"Oke ... good. Lanjutkan yah," ucap Evan.
Pemuda itu kemudian kembali duduk dan fokus dengan pekerjaannya lagi. Namun, beberapa kali tanpa sepengetahuan Andini, Evan sedikit melirik pada gadis di sampingnya itu. Memang gadis yang ayu, kulitnya kuning langsat, rambutnya lurus, hitam, dan panjang. Keengganan yang ditunjukkan gadis itu sampai mengantuk saat dia menyampaikan presentasi justru menorehkan sedikit rasa di dalam hati Evan.
"Pak Evan ... saya mau bertanya di kolom ini berarti di sesuaikan dengan laporan ini yah?" interupsi dari Andini.
Evan kembali berdiri dan kemudian melihat bagian kolom yang ditunjuk oleh Andini. Kemudian Evan pun melihat ke laporan berupa print out itu.
"Bukan ... bukan di kolom itu, tetapi sebelahnya. Nah, ini ... input saja di kolom itu sesuai laporan yah," instruksi dari Evan.
"Baik Pak Evan," balas Andini.
"Selesaikan semua yah ... karena masih banyak data yang harus kamu input," ucap Evan dengan menunjuk setumpuk berkas yang ada di meja sebelahnya.
Melihat tumpukan berkas itu membuat Andini membolakan kedua matanya. Kali ini agaknya dia harus benar-benar kerja keras bagai kuda. Itu kerja magang, atau kerja rodi?
Andini semakin keras saja menekan tuts di papan keyboard itu. Dia kira bahwa pekerjaannya hanya menginput satu laporan, tidak menyangka masih ada setumpuk berkas yang harus dia input satu per satu. Sungguh, makin benci saja Andini dengan bos-nya itu.
...🍃🍃🍃...
Dear All,
Sekalian ini Author mau kasih visualnya. Semoga cocok dan sesuai dengan ekspektasi kalian yah. Jika tidak cocok maafkanlah, karena ini hanya visualisasi menurut Author saja.
Evander Agastya
Andini Sukmawati
Arine
Semoga cocok yah, lanjutkan keseruannya dari kisah ini.
Love U,
Kirana💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
sari emilia
arine cantik banget...adini ky ema sdh
2023-06-08
0
Taufiq Ismail
aku belom kelar baca cerita yg tentang belva dan sara, malah ada lanjutannya untuk kisah anak mereka, evan
2022-11-07
1
Taufiq Ismail
yg jadi evan aryaan khan, yg jadi andin anaya pandey, yg satunya disha patani, kayaknya othor penggemar Bollywood yah...sama kayak aku 🤗
2022-11-07
0