...💔💔💔...
"Semoga tidak terjadi apa apa dengannya!" Tangan ku terulur menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Apa kau menyukai wanita ini? Tampaknya wajahnya yang cantik tidak seimbang dengan kehidupan yang ia jalani." Ucap dokter Samuel yang menerka nerka.
"Kau tahu dari mana?" Tanya ku.
Dokter Samuel mengerdikkan bahunya dan mendudukan dirinya di sofa yang terdapat di kamar Amer, "Aku hanya menerkanya saja."
Ku biarkan Layla istirahat di atas kasur ku.
"Lebih baik kita bicara di luar!" Seru ku mengajak dokter Samuel ke luar dari kamar ku dan membiarkan Layla di dalam istirahat.
"Ihs sejak kapan Amer yang kaku pada wanita bisa sebegitu perdulinya pada wanita itu?" Dokter Samuel melangkah ke luar bersama dengan ku.
"Jangan banyak bicara kau!" Ketus ku dengan membuang muka, aku juga bingung dengan sikap ku padanya, hanya padanya aku bersikap seperti ini.
Aku mendudukkan diri ku di sofa yang terdapat di depan kamar ku. Ada dua sofa tunggal dengan meja kecil sebagai jarak untuk sofa itu sendiri.
Dokter Samuel nampak berdiri di belakang dinding pembatas dengan tatapan matanya yang melihat ke lantai bawah, melihat barang mewah yang terdapat di rumah Amer.
"Apa kau mengenal wanita yang ada di dalam sana, Amer?" Tanya dokter Samuel.
"Dia salah satu karyawan ku di kantor."
Dokter Samuel mendudukkan dirinya di sofa dan menatap wajah Amer.
Lewat hape aku menelpon bi Asih memintanya untuk di buatkan minum untuk ku dan untuk dokter Samuel serta meminta di bawakan cemilan ke lantai atas.
"Bi, tolong buatkan 2 cangkir kopi susu dan cemilan ke sini!" Pinta ku saat bi Asih sudah menjawab telponnya.
["Baik, Tuan... akan saya buatkan."]
Aku meletakkan hape ku di atas meja.
Dokter Samuel menggelengkan kepalanya, "Ada ya! Dalam satu rumah... memberi perintah saja lewat telpon?" Ejek dokter Samuel dengan punggung bersanda pada sofa.
"Kalo aku berteriak, Layla bisa terganggu dengan suara keras ku."
Dokter Samuel menatap ku jengah, "Oooh jadi nama wanita yang ada di dalam itu adalah Layla? Layla majenun kan?
"Layla Savinta, hanya lulusan sekolah menengah kejuruan, dia sangat cerdas dalam bidang menggambar, makanya karena prestasinya di sekolah membuat ku menariknya untuk bekerja di kantor ku." Seru ku menjelaskan posisi Layla dan alasan ia bekerja di tempat Amer.
"Apa otak mu sudah bergeser ya, Amer? Satu lagi, aku rasa kau cukup banyak tahu tentang wanita ini!"
"Kenapa memangnya?" Tanya ku yang melupakan bahwa kamar ku itu kedap suara. Maaf Samuel, aku tidak bisa mengatakannya pada mu.
"Sejak kapan, kamar yang di lengkapi dengan kedap suara bisa membuat suara teriakan mu menerobos masuk ke dalam kamar itu dan membangunkan wanita yang di dalam sana? Siapa tadi namanya! Emmm La Layla." Oceh dokter Samuel
Aku langsung menggaruk kepala ku yang tidak gatal, ia juga... kenapa aku melupakan kalo kamar ku itu kan kedap suara, kenapa kesannya aku ini jadi terlihat bodoh di depan Samuel.
Aku dan dokter Samuel mengobrol sebentar di depan kamar ku. Kami membahas Layla, pekerjaan, hingga hal kecil lainnya.
🍂 Sementara di dalam kamar Amer. 🍂
Bi Asih duduk di sofa menunggu Layla yang masih terpejam.
"Sebenarnya aku masih penasaran dengan wanita ini. Seumur hidup ku baru kali ini melihat Tuan Amer pulang ke rumah dengan membawa wanita, tapi yang semakin membuat ku penasaran dia ini siapanya Tuan Amer?"
Bi Asih menatap tas Layla yang teronggok di atas meja.
"Jika aku melihat isi tasnya, apa tidak akan menjadi masalah ya?" Gumam bi Asih.
Karena rasa ke ingin tahuannya, bi Asih melupakan tata ke sopanannya hingga ia dengan lancang membuka isi tas Layla dan menemukan dompet yang di yakini bi Asih adalah dompet wanita yang tengah ia jaga saat ini.
Amer meminta bi Asih untuk menunggu Layla sampai wanita itu membuka matanya.
Bi Asih mengeluarkan kartu identitas Layla dari dalam dompet dan membacanya.
"Apa wanita ini habis kena rampok ya? Yang ada hanya kartu identitas saja, mana gak ada uangnya. Oooh ternyata wanita ini sudah menikah." Gumam Asih.
Ceklek.
Pintu kamar di buka oleh Amer.
Amer menatap tajam bi Asih, "Apa yang sedang kamu lakukan, bi?"
Bi Asih menjatuhkan ke dua benda yang ada di tangannya.
Haduuh pake ketawan lagi, "Emmm i- ini Tuan, a- anu em itu."Bi Asih gelagepan sendiri dengan pertanyaan yang Amer berikan padanya.
Amer menghampiri bi Asih dan mencondongkan tubuhnya ke lantai lalu memungut dompet dan juga kartu tanda penduduk milik Layla yang ada di atas lantai.
"Maaf, Tuan... saya sudah lancang'" Seru bi Asih dengan menatap lantai tanpa berniar untuk menatap Tuannya Amer.
Dengan tangan kanannya Amer menunjuk ke arah pintu, "Enyah kau dari sini!" Amer mengatakannya dengan penekanan, tangan kirinya mengepal menahan kesal.
"I- iya Tuan, sa- saya pergi." Bi Asih langsung menuju pintu dengan terbit birit. Ah kacau, baru datang saja wanita itu sudah membuat masalah untuk ku, tidak pernah Tuan Amer berlaku kasar pada ku selama ini, hanya karena wanita itu. Aku harus menyingkirkannya!
Amer menyimpan kembali dompet dan kartu identitas Layla ke dalam tasnya.
Amer menatap Layla yang masih memejamkan mata, dengan nafas yang teratur.
Dengan tangannya Amer menarik sofa agar lebih dekat dengan Layla yang ada di atas kasur.
"Semoga besok keadaan mu jauh lebih baik dari sekarang!"
Aku mendudukkan tubuh ku yang lelah di sofa dengan tangan kanan menggenggammm jemari Layla. Ku tumpukan kepala ku pada tangan kiri yang ku letakkan di pinggiran kasur.
"Hooooooam." Amer menguap dan tidak lama ia terpejam.
Mata ku mengerjap ngerjap dengan pandangan yang buram dan sedikit demi sedikit tampak jelas pandangan ku melihat di mana aku saat ini berada, atap berwarna putih.
Apa aku saat ini sudah di surga? Lalu di mana ibu? Aku pasti akan bertemu dengan ibu kan, ibu yang sudah melahirkan ku, ibu yang sudah lama berada di surga, ibu yang sangat aku rindukan, kini aku akan bertemu dengannya.
Aku menoleh ke sisi kiri nampak 2 daun pintu yang berwarna senada.
Di saat aku ingin menarik tangan kanan ku, kenapa tangan ku berat!
Ku lihat seorang pria tengah menindih tangan kanan ku dengan kepalanya, apa dia manusia? Atau malaikat? Jika dia manusia, aku masih hidup? Aku ini masih hidup atau sudah mati?
Ku tarik tangan kanan ku dengan perlahan dan pergerakan tangan ku membuat pria itu tersadar.
"Kau sudah bangun?" Tanya Amer yang kini menegakkan duduknya dengan meregangkan urat di lehernya.
Ku tatap wajah tampannya, pria ini kan?
...Bersambung......
...💔💔💔💔💔...
Salam manis yang mampir jangan lupa kasih jempol 🤭
Author gabut sebatas halu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Rahma AR
seru
2022-11-30
1
Ara Aulia
mang enk u
2022-10-16
1
Ara Aulia
kaga sopan itu
2022-10-16
1