Selamat baca 🤗🤗
***
Sore ini turun hujan begitu deras, sesekali gluduk saling bersautan. Suasana pun seketika menjadi padam berawan gelap, suara gemercik hujan terus membasahi jalan, membawa para penguasa jalan untuk menepi sebentar, menatap langit kapankah ia menarik kekasih hatinya kembali agar tidak membasahi bumi.
"Mah..?" ucap Gemma menghampiri Nadifa yang masih berada di dapur, tengah memasak untuk makan malam. Anak bungsu itu pun meraih punggung tangan Mamanya untuk dicium.
"Kok sendiri, Kakak-kakak mu mana?" Nadifa celingak-celinguk ke arah pintu utama, mencari keberadaan Ganaya dan Gelfani.
Setiap harinya Gema, Ganaya dan Gelfani akan diantar sopir untuk berangkat dan pulang sekolah. Sang Papa memberikan mereka satu mobil untuk dipakai bersama, sedangkan Gifali dia lebih memilih untuk memakai motor besarnya.
Tak jarang di SMA, orang-orang mengenal mereka dengan sebutan 3G Banking ( Gifali, Ganaya dan Gelfani anak bos), namun tetap karena didikan Nadifa dan Galih, mereka tumbuh menjadi anak yang harus mandiri, tidak boleh cengeng dan harus bekerja keras jika mau mendapatkan sesuatu. Tidak boleh sombong atau besar kepala. Harus menghargai dan merangkul teman dalam apapun kalangannya.
Nadifa dan Galih sepakat untuk memberikan anak-anak mereka gadget ketika sudah menginjakan kaki di bangku SMA, biar sebelumnya mereka bisa bermain dengan puas dan mengenal dunianya tanpa Gadget.
Mungkin ini yang dirasakan Gemma, ia masih duduk di bangku SMP dan tanpa gadget digenggamannya. Ia akan menghabiskan kebosanan dengan PS dirumah, bermain piano atau bermain bola bersama teman-temannya.
Begitu pun uang jajan, semua anak dijatah dan nominalnya tidak disamakan. Mereka mendapatkan jatah jajan seminggu sekali, Nadifa sengaja mendidik seperti ini agar anak-anak mereka mampu mengelola keuangan, waktu dan aktivitas mereka dari umur belia. Agar saat tua, mereka tidak akan terseok-seok menyesali apa saja yang sudah dtinggalkan di masa muda.
"Nggak tau Mah, tadi pas kita sampai sekolah Kakak, mereka semua udah nggak ada. Mang Adim udah tanya ke satpam, katanya Kakak-kakak sudah pulang duluan."
Jag.
Dada Nadifa bergemuruh kencang, apalagi yang akan dirasakan seorang ibu ketika mengetahui anak-anaknya belum sampai rumah tanpa kabar. Nadifa terus berimajinasi dengan alam fikirnya, meraba-raba kemana kah mereka pergi.
"Adik ganti baju dulu sana, langsung mandi ya!"
Gemma mengangguk tetapi masih melihati wajah Mamanya yang sedikit cemas namun tidak terlalu diperlihatkan kepada anak dirinya.
Nadifa berbalik melihati panci yang berisi sayur sop makaroni kesukaan Gifali, dirasa sudah matang ia pun mematikan kompornya. Kemudian berlalu dari dapur menuju ruang tamu untuk menghubungi setiap anak-anak nya.
Dimulai dengan nomor Gifali, menyambung tapi tidak diangkat.
Apa mungkin sedang dijalan?
Lalu beralih ke nomor Ganaya, hanya ada suara voice mail.
Kok nggak aktif?
Terakhir berpindah ke nomor Gelfani, hanya terdengar NSP lagu boyband, tapi tidak diangkat.
Pada kemana sih, anak-anak?
Lagi-lagi jantungnya berdegup kencang, dadanya mulai terasa berat dan fikirannya mulai dirancau akan hal yang aneh-aneh. Beberapa kali langkahnya diputar dari ruang tamu menuju pintu utama, menatap gerbang rumah yang sekitar 20 meter dari pandangan yang belum juga menunjukan secerca bayangan anak-anak mereka untuk pulang.
Nadifa terus menatapi hujan yang makin deras mengguyur pekarangan rumahnya.
***
Mereka bertiga menepi di sebuah gardu ditepi jalan, baju mereka setengah basah. Dengan terpaksa Gifali membonceng kedua adiknya dalam motor yang sama, bertiga dimotor merupakan suatu hal yang tidak boleh dicontoh.
"Kita neduh dulu ya, hujannya masih deras!" ucap Gifali lalu disertai anggukan dari kedua adiknya. Di gardu ini bukan hanya mereka yang sedang menepi, tetapi ada dua orang lagi dan satu pedagang siomay sepedah.
Ganaya dan Gelfani terus melihati panci yang berisi somay tersebut, kulit tenggorokan mereka naik turun seakan dorongan dari perut yang mulai lapar. Ini semua ditangkap jelas dalam pandangan Gifali, ia pun juga merasakan hal yang sama, namun adik-adiknya lebih penting dari dirinya. Merogoh kantong dan masih menemukan uang puluhan tiga lembar. Lalu ia ambil selembar dan berjalan menuju abang siomay yang tengah berdiri menunggu hujan sama seperti mereka.
"Bang tolong buatkan dua piring ya." Gifali mengerahkan selembar uang kepada si abang siomay. Ganaya dan Gelfani mulai bahagia karena sebentar lagi mereka bisa mengganjal perut yang sudah tidak bisa tertahan karena lapar.
Namun kedua mata mereka mengerucut aneh, ketika sang kakak hanya membawa dua piring yang disodorkan kepada mereka.
"Loh Kakak nggak beli?" tanya Gana.
"I-iya kak, apa mau barengan sama aku?" sambung Gelfa.
"Kakak nggak lapar, kalian aja yang makan. Ayo cepat habiskan!"
Gifali melihati adik-adiknya begitu lahap dalam menghabiskan makanannya. Ia bisa saja membelinya, namun uang jajannya tidak akan cukup sampai hari jumat.
"Kak, ayo makan, nih...!" Gana menyodorkan sendok berisi somay ke mulut Gifali. Gifali menggeleng dan memberi senyuman lembut untuk sang adik. "Gana aja yang makan, Kakak nggak lapar!"
Berbeda dengan Gelfani, tanpa menunggu beberapa menit dalam hitungan detik saja piring somay itu sudah bersih tidak tersisa.
"Haus ya?"
"I-iya nih seret." jawab Gelfa.
"Tuh hujan lagi turun, langsung mangap aja," Gifali berdecis geli meledek adiknya.
"Ihh kakak!" gerutu Gelfa.
Gifali pun membuka tasnya untuk mengambil botol minum yang masih berisikan air.
"Dibagi buat berdua ya!"
Tanpa jawaban dua adik perempuannya langsung saling berebut, untuk siapa duluan yang akan meminumnya.
"Lepas! aku dulu yang minum!" tukas Gana
"Aku dulu dong, aku kan adikmu. Harusnya kamu ngalah sama aku!"
"Tapi aku kakakmu, kamu harus nurut apa yang ku bilang!" Gana menarik botol minum itu.
"Aku kan lebih kecil dari mu, kata Papa yang besar harus mengalah kepada yang kecil!" Gelfa menarik botol minum itu kembali.
"Siapa yang duluan lahir sebelum kamu?"
"Kamu--" mata Gelfani melolong.
"Berarti aku dulu yang harusnya minum baru kamu!" Gana meraih kembali botol minum itu.
"Aahhhhhh, tapi aku haus!" Gelfa tidak tahan untuk meronta.
"Udah sini..sini!" akhirnya botol minum itu direbut kembali oleh Gifali dan dihabiskan sendiri kedalam kerongkongannya, membiarkan adik-adiknya merancau kehausan sampai pulang kerumah.
"Aaahhhh...Kakakkkk!" teriakan mencuat dari mereka.
***
Like dan Komennya jangan lupa ya🖤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Fhebrie
tp kadihan juga ya gara gara di jatah uang jajan pas pasan sampe nahan jajan di luar anak anaknya... apa lagi gifali kakak yg bertanggung jawab dia rela ga jajan demi adik²ny
2021-09-25
0
Nurshaleha Enuy
jatuh cinta sama gifali
2021-07-21
0
Fatma ismail
gelfa agak nakal y
2021-04-23
0