Seseorang bermantel coklat bertudung besar yang menutupi sebagian wajahnya, memasuki rumah tersebut melalui pintu belakang. Sontak ia langsung terkejut, diam membeku, telapak tangan kanannya yang tadi memegang beberapa buah jamur, langsung spontan ia angkat keatas, akibatnya jamur-jamur tadi berjatuhan.
Dan tangan sebelah kirinya menggenggam lampu lentera, lampu itupun terhuyun, ikut terangkat ketika dia mengangkat juga tangan kirinya.
“ Si..siapa kalian? Kenapa ada dirumahku?” tanya si tudung coklat dengan suara parau ketakutan yang ternyata adalah suara wanita.
“ Jangan takut, kami tidak akan menyakitimu, kami hanya ingin berteduh ” Jendral mencoba menenangkan, sebelah tangannya memegang pedang, sedangkan sebelah lagi mengisyaratkan agar si wanita bermantel coklat supaya tidak takut.”
Gadis itu perlahan menggerakan tangannya membuka tudung yang menyembunyikan wajahnya.
Semua yang ada diruangan itu diam menunggu sambil tetap waspada dengan pedang-pedang mereka.
Seorang gadis berambut perak panjang, bermata biru, bulat dan indah, dengan kulit putih bersih lembut selembut kulit bayi.
Bibirnya berwarna merah muda tanpa gincu. Sungguh pemandangan yang indah. Tubuhnya tidak terlalu tinggi juga tidak pendek. Cantik, dan sederhana.
Jendral memerintahkan kepada semua yang dibelakangnya dengan telapak tangan yang mengisyarat menurun kebawah.
Semuanya lalu menurunkan senjatanya, seolah berbicara sepertinya wanita ini tidak berbahaya.
Lalu jendral menyarungkan pedangnya dan mundur melangkah ke arah perapian tanpa berkata lagi. Karena ia tau kalau yang di hadapannya tidak membahayakan.
Gardden, mencoba menjelaskan ke gadis tadi mewakili jendral.
“ Maaf telah masuk rumahmu tanpa izin, tadi kami mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban, dan kami kedinginan diluar, sepertinya akan ada badai, apa boleh kami berteduh sebentar di rumahmu nona? ” Gardden yang bemantel bulu coklat tua, dengan janggut tebal tak terlalu panjang dengan beberapa serpihan salju yang menempel mencoba menjelaskan mewakili sang jendral yang memang tak mau banyak bicara.
Gadis berambut perak tadi sudah agak tenang. “ Ah, ya..baik..baiklah..” suaranya masih menyiratkan kebingungan, tapi dia juga tidak mungkin membiarkan mereka mati kedinginan di luar sana, karena dia tau tidak ada satupun tempat berteduh lagi ditempat itu, kecuali rumahnya yang sederhana.
“ Apa kau tabib?” tanya Gardden, mulutnya mengepulkan asap karena hawa dingin.
“ Ya tuan, bisa dibilang begitu ”
“ Sungguh sebuah keberuntungan “ beberapa pria tersenyum lega, seperti menemukan sebuah harapan.
Gadis cantik tadi memiringkan kepalanya sedikit melihat ke arah belakang, matanya menuju dua orang yang di tandu kayu yang sepertinya sedang kesakitan.
“ Sepertinya temanmu ada yang sakit tuan? Biar aku periksa… “ Gadis itu melangkah menuju orang yang terbaring di atas kayu, dia adalah Dude, yang di selimuti lembaran bulu kusam yang telah di samak.
Semua yang di dalam ruangan menyingkir seolah memberikan jalan. Si gadis berlutut memeriksa, ia membuka selimut yang menutupi bagian kaki laki-laki yang terbaring.
Gadis itu sedikit menyeringit dan agak mundur. Kaki pria itu sudah busuk dan berwarna ungu agak kehitaman, dia hanya mengerang kesakitan, lemah tidak dapat berkata.
“ Sepertinya kakinya sudah tidak berguna, kami akan memotongnya, tapi apa kau bisa menyelamatkan nyawanya? ” di sisi kiri Dude, seorang pria berjanggut agak panjang dengan mantel tebal dari bulu beruang, mencoba menanyakan keselamatan kawannya.
Sejenak si gadis melihat lebih dekat kondisi kaki laki-laki yang terbaring tadi, belum menjawab pertanyaan pria berjanggut.
“ Jangan di potong dulu, coba aku beri dia ramuan barangkali bisa pulih “ Gadis putih bersih itu berdiri lalu menuju rak yang dipenuhi obat-obatan dan beberapa dedaunan.
Kemudian si gadis mengangkat sedikit kepala Dude, lalu memberi sebuah cairan berwarna gelap ke mulutnya, dan di teteskan ramuan yang lain ke bagian kaki yang membusuk, kemudian membalutnya dengan kain putih.
Setelah dia memeriksa pria yang kedua, Harlmon si pirang berbadan besar, yang mengalami kedinginan di luar batas normalnya ( hipotermia ), hingga badannya hampir semua membiru. Si gadis memintanya untuk di papah dan di bawa ke dekat perapian. Lalu pria itu diberi minum air hangat yang masih mengepul sedikit.
“ Tuan, Tolong lepaskan semua bajunya dan pakaikan ini untuk sementara“ Gadis itu memberi setumpuk kain tebal yang diambil dari lemari kayu sebagai baju ganti dan selimut kepada laki-laki yang ada disana.
Setelah selesai memeriksa yang sakit, si gadis kembali ke meja tempat makanan tersedia. Ia mengambil sebuah teko besar lalu dituang ke beberapa gelas yang ia jejerkan.
Air panas yang masih berasap sangat membantu menghangatkan tubuh, kemudian ia memberikan kepada pria yang berada disitu, karena sepertinya mereka juga belum minum air hangat untuk beberapa hari.
“ Siapa namamu?” tanya Gardden, pria berjanggut gumpal, dengan rambut coklat pekat dan kumis yang sama coklat dengan rambutnya, matanya agak besar dan hidung mancung.
“ Merlin “ jawab singkat gadis cantik itu sembari kembali mengambil gelas yang tersisa dua.
“ Nona Merlin, jika tidak keberatan, bolehkah kami meminta sedikit makananmu? Sudah hampir sepekan perut kami belum terisi makanan. Kami sangat menghargai jika kau bersedia menolong”
Spontan Merlin si gadis menoleh heran kearah Gardden.
“ Sepekan? Bagaimana kalian bisa bertahan selama itu tanpa makanan?”
Merlin sedikit kaget dengan pernyataan pria itu.
“ Kami sudah terbiasa menahan lapar, tapi ini yang paling lama “ tegas Gardden.
“ Kuat sekali perut kalian. Em, kebetulan aku memiliki beberapa makanan tapi tidak banyak, hanya persediannku untuk sebulan, karena cuaca seperti ini aku malas untuk berjalan ke pusat kota membeli makanan, jadi biasanya aku membeli banyak untuk persediaan.
Kalau kalian ingin makan masakanku yang sudah matang, silakan saja tapi cuma sedikit, karena aku membuatnya untuk sendiri , sebentar aku akan memasak untuk kalian, tidak apa kan menunggu?“
“ Ah ya nona, kami bisa menunggu..maaf merepotkan” Gardden kemudian duduk di kursi dekat meja.
“ Kau baik sekali nona..” timpal Bugerd sembari mengambil sepotong roti yang ia celup ke sup kental di atas meja. Kemudian beberapa orang ikut melangkah ke meja untuk mengambil beberapa makanan, tapi beberapa lainnya menunggu Merlin memasak untuk mereka.
Merlin mengambil beberapa keranjang kentang, gandum dan roti panjang. Dia juga mengambil dari rak beberapa makanan kaleng.
“ Terimakasih banyak..” Sahut Garden tersenyum.
Setelah diolah beberapa saat, dari bahan makanan tadi lumayan menjadi banyak. Mereka memakannya secara bergantian, karena wadah yang dimiliki Merlin tidak sebanyak orang yang berada dirumahnya saat ini.
Para pria itu makan seperti anak kecil, rakus dan buru-buru. Karena rasa lapar yang tidak bisa dibendung lagi. Merlin tersenyum melihat para pria bertingkah seperti anak kecil, ada pria yang mengambil makanan dari teman sebelahnya, lalu ditepis tangan pencuri yang menjulur itu.
Ada pula pria yang makan sambil mendekatkan asap makanan ke wajahnya agar terasa hangat. Dan yang paling tenang diantara mereka adalah si pria berjubah hitam, yang wajahnya lumayan tampan diatara yang lain, wajahnya tegas dan berwibawa, ceguk matanya tegas, berhidung mancung dan sempurna, ia adalah jendral Luzen, yang tak banyak bicara, ia makan dengan serius dan tenang. Sesekali Merlin melirik kearahnya…dingin dan berwibawa.
‘Sepertinya mereka bukan orang jahat, mereka sangat sopan kepadaku. Wajah mereka terlihat sangat lelah’. gumam Merlin di batinnya.
Setelah perut mereka terisi, wajah-wajah pucat para pria itu berubah semu kemerahan, sepertinya darah mengalir normal kembali ke tubuh mereka, karena kehangatan rumah, makanan, juga kebaikan Merlin si tuan rumah.
Mereka sangat berterimakasih pada Merlin.
“ Sepertinya kau belum memberitahu namamu tuan? “ Merlin sambil membereskan wadah bekas makan, menatap dan bertanya pada jendral Luzen yang tengah duduk memangku sebuah pedang besi.
Pria itu mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk menggosok gosokan kain kecil di pedangnya yang mengkilat.
“ Kau bisa memanggilku Luzen” Jawab singkat pria berwibawa itu, yang memiliki mata hitam dan rambut kecoklatan agak panjang sebahu.
“ Jendral Luzen!” Sahut salah satu pria berjanggut pirang kecoklatan bernama Dumor menimpali.
“ Tidak lagi Mor..” dengan suara lemah namun berat, pria yang di panggil Jendral tadi mengelak sambil masih menggosokkan kain di pedangnya.
“ Hei..Sampai kapanpun kau tetap jendral kami..dan aku akan terus memanggilmu jendral, dasar bodoh! ” Pria berjanggut tadi seolah kesal dengan jawaban jendralnya.
“ Hei nona, jangan percaya apa yang barusan dia bilang. Walaupun terlihat bodoh dan sangar, tapi dia itu seorang jendral besar , dia seperti beruang…dia..”
Plak!!..
Seorang pria lain memukul kepala Dumor dari belakang dengan telapak tangannya. Spontan pria itu menoleh kearahnya kaget.
“ Kau yang bodoh!!, jendral tidak mau mengingat masa lalu lagi, apa kau tidak mengerti?! harusnya kau tau dari wajahnya yang suram itu..”
“ Hey, siapa yang kau bilang bodoh!! dasar kepala kerbau!!”
Mereka berdua seperti anak-anak yang berkelahi…
Si Jendral hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan anak buahnya yang konyol.
Merlin hanya senyum tak mengerti dengan obrolan mereka, yang Merlin mengerti saat itu bahwa laki-laki yang berwibawa dan dingin itu adalah jendral mereka.
“ Maaf tuan, sebenarnya kalian mau kemana? Sepertinya kalian melakukan perjalanan yang jauh dan melelahkan?” tanya Merlin kembali.
“ Yah..perjalanan kami bukan cuma melelahkan nona, tapi mengerikan..” Jawab seorang yang berambut putih di dekat Merlin sambil meneguk air hangat ke mulutnya.
“ Untuk sementara ini kami belum punya tujuan “ Gardden menjelaskan.
“ Kalian belum tau mau kemana?” Merlin mengerutkan kening keheranan. Gardden hanya mengangguk.
“ Apa nona tidak keberatan kalau kami bermalam disini hanya untuk memulihkan tenaga kami?, setelah itu kami akan meneruskan perjalanan” pinta Gardden.
“ Emm, baiklah, kalian boleh tinggal beberapa hari sampai temanmu pulih tuan. Tapi karena rumahku sempit, kalau kalian ingin mencari tempat untuk tinggal sementara mungkin aku bisa tunjukan tempat yang lebih besar besok”
“ Benarkah? Dimana itu nona?” Pria berambut putih bertanya.
“ Yah, itu tak jauh dari pusat kota, akan ku tunjukan besok. Tapi tempat itu…” Merlin menunduk, wajahnya berubah. Pria yang ada disana hanya mengerutkan dahi.
“ Ada apa nona?”
“ Tempat itu sudah berantakan, terbengkalai, tempat itu seperti desa yang mati, tidak ada siapapun yang tinggal disana. Apa kalian mau tinggal sementara ditempat seperti itu?”
“ Tidak masalah nona, mungkin kami bisa perbaiki” salah satu dari mereka menjawab.
“Yah, desa itu pastinya sudah jadi debu, terbakar, hangus, kacau, berantakan, karena desa itu adalah… tempat tinggalku sebelumnya…bersama keluargaku..” Tersirat kesedihan di wajah Merlin, para pria hanya saling melempar pandangan.
“ Ah ya…kalau begitu mari kita bereskan tempat tidur untuk kalian..” Suara Merlin spontan berubah seolah mengalihkan pembicaraan, dia menepukkan kedua telapak tangannya, berdiri dan segera menyiapkan alas untuk tidur, sepertinya Merlin tidak ingin melanjutkan kesedihannya. Mereka hanya terdiam keheranan, lalu berdiri membatu Merlin.
Sebenarnya banyak yang ingin ditaanyakan para pria itu, tapi sepertinya pertanyaan mereka mungkin akan disimpan dan tidak dipertanyakan malam itu.
...**********...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Puang Faisal
Lanjut
2022-11-24
0
anggita
mampir ng👍 like ae.,
2022-10-29
0