Part 4
Acara pernikahan Masyitah begitu meriah, sepasang pengantin berjalan menuju pelaminan ribuan pasang mata memandang kagum kearah Masyitah dan Fadli.
Gaun pengantin berwarna rose gold yang di pakai Masyitah membuatnya terlihat begitu anggun, sedangkan Fadli memakai tuxedo silver senada dengan gaun istrinya dan terlihat sangat serasi.
Iringan musik dan lantunan lagu serta dekorasi yang begitu mewah, membuat suasana lebih romantis.
Pasangan pengantin sudah ada di pelaminan, mereka duduk di kursi senyuman Fadli terus mengembang, begitu pun kedua orang tua mereka namun berbanding terbalik dengan Masyitah sedikit pun tak terlihat senyum dari bibirnya.
" Dasaarr egois, puas kan sekarang."
Murni melirik Masyitah di sampingnya, diam-diam dia menyenggol kaki Masyitah yang tertutup gaun berharap anaknya menoleh, tapi Masyitah tak bergeming.
" Hmm, anak ini benar-benar tidak peka di kasih kode."
Untuk kedua kalinya Murni menyenggol Anaknya, tapi lagi-lagi tak di hiraukan Masyitah.
Haji Burhan menoleh pada istrinya yang sedari tadi gelisah.
" Kenapa mah, dari tadi gelisah goyang kanan kiri." Bisiknya pada istrinya
" Lihat muka anakmu, kusut kayak belum di setrika tidak ada senyumnya." Murni balas berbisik pada suaminya.
" Biarkan saja."
Murni semakin kesal mendengar jawaban suaminya, dan akhirnya karena sudah tidak tahan dia memanggil pelan Masyitah lalu berpura-pura menyodorkan kipas sambil berbisik.
" Senyum Ita, jangan bikin malu banyak tamu."
Tapi Masyitah tak menunjukkan reaksi apa-apa, wajahnya tetap datar tanpa senyum.
" Ini kan pesta kalian, nikmatilah sesuka kalian."
Masyitah mengumpat dalam hati, berbeda halnya dengan Fadli, senyum tak pernah lepas dari bibirnya wajahnya terpancar kebahagiaan baginya hari ini adalah hari yang sangat istimewa untuknya.
Acara terus berlangsung, para tamu menikmati hidangan yang di siapkan, Malah ada yang memanfaatkan acara ini sebagai momen reuni bertemu dengan keluarga dan sahabat yang sudah lama tidak bertemu.
Semua rangkaian acara telah selesai, tamu undangan memberi ucapan selamat dan satu persatu pulang meninggalkan kediaman keluarga Haji Burhan.
Masyitah berjalan masuk meninggalkan suaminya di kursi pelaminan, sesaat mereka membisu namun berapa detik kemudian Murni menepuk pundak menantunya.
" Fadli susul istrimu ke dalam."
Tanpa menunggu lama Fadli pun berjalan dengan langkah cepat menyusul istrinya, Murni menoleh pada suaminya wajah Haji Burhan merah padam menahan emosi.
" Anak itu benar-benar bikin malu, apa dia tidak menganggap ada mertuanya yang masih duduk di sini." Gumam Murni.
" Eh maaf ya pak haji, mungkin Ita kebelet pipis makanya buru-buru masuk hehe."
" Ah tidak masalah, biasa terjadi." Ridha menimpali ucapan Murni.
" Mari, kita duduk di dalam tamu undangan juga sudah pulang." Murni mencairkan suasana yang sedikit canggung akibat ulah Masyitah.
" Eh maaf, sepertinya kami juga harus pulang karena di rumah masih banyak keluarga yang menunggu." Dengan sopan Ridha menolak, dan sekaligus berpamitan pada besannya.
Haji Salim pun merangkul istrinya, berjalan kearah parkiran di temani besan mereka.
Sementara di dalam kamar, Masyitah masuk dan membanting pintu namun di tahan oleh Fadli yang sudah ada di belakangnya.
Masyitah menoleh dengan wajah sinis.
" Kenapa mengikutiku kesini ?"
" Kamu kan istriku, seharusnya aku yang bertanya kenapa kamu meninggalkanku."
" Alah, mulutmu terlalu banyak tanya persis ibu-ibu kompleks."
Fadli hanya tersenyum melihat tingkah istrinya yang terlihat begitu menggemaskan.
" Hari ini kamu boleh membenciku, tapi suatu hari nanti kamu pasti akan tergila-gila padaku."
" Jangan ge er kamu, kamu pikir aku akan menyukaimu."
" Dia bisa membaca pikiranku ? Jangan-jangan dia peramal." Fadli bingung, Masyitah bisa tahu apa isi hatinya.
" Iya aku memang peramal, makanya jangan mendekat, aku bisa mengutukmu jadi hantu."
" Hahahaha ternyata kamu juga pandai melucu." Fadli tergelak namun di balas tatapan tajam dari Masyitah.
" Kita baru menikah beberapa jam, tapi kamu sudah tahu isi hatiku itu artinya kita memang berjodoh."
" Hii terlalu percaya diri, sana keluar aku mau ganti baju."
Fadli tak bergeming dan tetap diam di tempatnya, rasanya lucu jika menjahili Masyitah yang sangat galak.
Masyitah tak habis akal, dia mengambil pakaian dari dalam lemari lalu masuk kedalam kamar mandi, sialnya gaun pengantin yang dia pakai terlalu besar dan mengembang hingga dia kesulitan masuk.
Senyum Fadli mengembang karena merasa menang istrinya memang konyol.
" Dasar keras kepala, tapi aku suka."
Masyitah berusaha keras masuk namun gagal, bisa-bisa gaunnya rusak dan akan jadi masalah baru buatnya.
Dia mundur dan berbalik, satu-satunya cara memanggil ibunya untuk dimintai tolong melepas gaunnya.
" Kenapa kamu senyum-senyum, ada yang lucu."
Fadli menggeleng.
" Tolong panggil mamaku kesini."
" Mamaku ??" Fadli mengulang ucapan Masyitah.
" Iya mamaku, ada yang salah atau kamu menolak ?"
" Bukan, maksudku ibumu sekarang juga adalah ibuku ibu kita."
" Ah itu hanya perasaanmu saja, karena faktanya itu adalah orang tuaku."
" Dan faktanya juga kamu sekarang adalah istriku yang sah." Jawaban Fadli makjleb tak bisa di bantah.
Tak ingin lama berdebat Fadli pun mengalah, dia keluar memanggil ibu mertuanya sesuai permintaan istrinya itu.
Saat sudah di depan mertuanya, sedikit sungkan tapi harus di lakukan. Murni menatap menantunya.
" Ada apa Fad ?"
" Ita menunggu mama di kamar."
" Kenapa lagi anak itu ?"
" Kenapa dengan istrimu Fad ?"
" Mm..anu ma Ita mau ganti baju." Dengan malu-malu Fadli menjawab.
" Lalu apa hubungannya sama mama ? ada-ada saja anak itu."
Akhirnya Murni tetap menuruti keinginan anaknya, dia berjalan di ikuti Fadli dari belakang.
Sampai di kamar Murni langsung menghampiri Masyitah yang sedang duduk di ranjang sambil memegang pakaian.
" Mah, bantu Ita melepas gaun ini."
" Kenapa tidak meminta suamimu yang membantu, malah mama yang masih ngobrol di luar kamu panggil kesini."
" Mamaa, dia kan laki-laki mah mama ini aneh."
" Kamu yang aneh." Murni memijat pelipisnya, antara lugu dan bodoh itu memang beda tipis pikirnya.
" Ita, Fadli itu suamimu jadi dia bebas mau melakukan apa saja termasuk melepas bajumu."
Alis Fadli terangkat mendengar perkataan mertuanya barusan.
" Waaahh, mama mertua yang mantap."
" Ah masa bodo, pokoknya bantu aku mah gerah ini."
Akhirnya Murni mengalah, dia membantu melepas gaun Masyitah dan tentu saja Fadli di minta keluar dulu.
" Ita, berbaktilah pada suamimu, karena surga istri ada pada suaminya."
Masyitah hanya memutar bola matanya malas, bukan ini yang dia inginkan menikah di usia muda lalu menjadi budak seorang suami.
" Mama harap, ketika suatu saat mama dan papa sudah tiada, suamimulah yang menggantikan peran kami melindungi dan menjagamu."
" Jangan bicara seperti itu, aku tak mau mendengarnya dan sampai kapan pun tidak ada yang bisa menggantikan posisi mama dan papa."
Mata Masyitah berkaca-kaca, perkataan ibunya seperti sebuah ucapan selamat tinggal dan Masyitah benci mendengarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments