Part 3
Hari pernikahan yang di sepakati akhirnya tiba, kedua keluarga sibuk melakukan persiapan segala kebutuhan mulai dari seragam hingga menu makanan bahkan dekorasi pun sudah terpasang.
Di dalam kamar Masyitah tak hentinya mengumpat, ingin kabur tapi mau kemana ? Dia tak punya kenalan atau teman yang bisa di ajak kerja sama.
Murni mengetuk pintu kamar anaknya, di belakangnya ada dua orang perempuan yang dia sewa khusus melakukan perawatan pada Masyitah.
" Ita buka pintu mama mau masuk."
Masyitah diam tak mau menjawab, berulang kali Murni memanggil tapi tak ada jawaban. Dia mulai curiga menempelkan telinganya ke pintu tak ada suara apapun.
" Jangan-jangan anak ini kabur aduuuh."
" Itaa bukaa, atau mama dobrak pintunya."
Masyitah akhirnya berjalan dan membuka pintu.
" Kenapa lagi mah, aku lagi pusingg." Sungutnya dan berbalik.
Murni masuk dua perempuan di belakangnya juga ikut masuk, dan menunggu perintah Murni.
" Ita, mereka ini dari salon kecantikan mama panggil kesini mau melakukan perawatan untuk kamu. Jadi kamu jangan aneh-aneh ya."
" Terserah mama, protes juga percuma." Jawabnya ketus.
" Besok hari spesialmu, kamu harus tampil cantik paripurna." Balas Murni sambil tersenyum.
"Silahkan mbak lakukan tugasnya, kalau dia menolak panggil saya di luar."
Kedua perempuan itu pun mengangguk, sedangkan Masyitah menatap jengah ibunya yang berlalu pergi.
" Ayo dek kita mulai perawatannya."
Seharian penuh Masyitah menjalani perawatan, bahkan untuk makan pun dia hanya di suapi ibunya.
Dimulai dari luluran, meni pedi hingga dia tertidur karena pijatan lembut dua perempuan itu. Berhari-hari Masyitah mengurung diri, kadang menangis membuat tubuhnya terasa lelah.
Semua rangkaian perawatan sudah selesai, tapi Masyitah masih nyenyak dalam mimpinya akhirnya salah seorang perempuan membangunkan Masyitah.
" Dek bangun, perawatannya sudah selesai."
Masyitah membuka matanya dan tersenyum malu karena sadar rupanya dia tertidur.
" Hehe maaf mbak saya tertidur, habisnya pijatan mbak enak."
Keduanya balas tersenyum mendengar pengakuan Masyitah.
" Baiklah, kami permisi dulu dek sampai ketemu besok."
" Hah, kenapa besok ?"
" Iya besok kami yang akan meriasmu untuk acara akad nikah."
Masyitah hanya mengangguk, dan kedua perempuan itupun keluar dari kamar.
Masyitah kembali tersadar akan kenyataan bahwa besok adalah hari terakhirnya sebagai seorang gadis.
" Sungguh malang nasibku, bukannya menikmati masa muda malah harus menikah muda." Gumamnya.
Murni menyambut kedua perempuan itu saat keluar dari kamar Masyitah.
" Bagaimana mbak, sudah selesai ?"
" Iya, kami pamit dulu dan akan kembali besok pagi."
" Iya terima kasih." Murni mengantar keduanya keluar hingga ke teras.
Setelah periasnya pulang, Murni masuk ke dalam dan langsung menuju kamar anaknya.
Dia membuka pintu, tampak Masyitah berbaring hanya menggunakan selembar handuk.
Murni masuk menutup kembali pintu, kemudian menghampiri Masyitah dan duduk di atas ranjang .
" Ita, malam ini mama tidur di sini ya."
" Kenapa ?"
Reaksi Masyitah sedikit membuatnya tertegun.
" Besok kamu sudah menjadi istri orang, dan tanggung jawab kami pun berpindah pada suamimu."
" Oh karena ingin melepas tanggung jawab makanya kalian memaksaku menikah ?"
Jawaban Masyitah berhasil menusuk tepat ke jantung ibunya.
" Aku mau tidur sendiri, mama kan punya kamar juga."
" Hmm." Murni tak lagi melanjutkan kata-katanya, dia bangkit dan meninggalkan kamar Masyitah dengan perasaan sedih.
Sebagai ibu dia cukup memaklumi sikap anaknya, reaksi Masyitah adalah bentuk kekecewaan atas keputusan sepihak suaminya.
Pagi harinya tepat jam lima, setelah shalat subuh sesuai perjanjian dua orang perias itupun datang.
Murni membangunkan anaknya di kamar.
" Ita bangun, tukang riasnya sudah datang."
Dengan malas Masyitah bangun dan membuka matanya, dia duduk dan mengumpulkan kesadaran baru kemudian berjalan masuk ke kamar mandi.
Baru saja Masyitah akan menutup pintu, salah seorang perempuan itu mendekat.
" Ada apa mbak ?"
" Pakai sabun ini dek, dan sebelum mandi campurkan cairan ini ke dalam bak airnya."
Dia menyerahkan dua botol kepada Masyitah, dan Masyitah mengambil botol tersebut dari tangan perempuan itu kemudian masuk dan menutup rapat pintu kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Masyitah mengamati kedua botol tersebut.
" Mau mandi saja harus ribet seperti ini, pakai segala macam cairan biar apa coba ?"
Gerutunya namun tetap melakukan permintaan perias itu memasukkan setengah isi botol ke dalam bak mandi.
Setelah beberapa menit di dalam, Masyitah keluar memakai handuk menutupi tubuhnya.
Dia mengambil pakaian dalamnya dan masuk kembali ke kamar mandi, kemudian keluar dan berdiri di depan cermin.
" Sudah siap dek, bisa kita mulai sekarang ?"
Masyitah mengangguk dan duduk di kursi depan meja riasnya, kedua perempuan itupun memulai pekerjaan mereka.
Hampir tiga jam Masyitah di rias, dan akhirnya selesai dengan hasil yang memuaskan.
Murni mengetuk pintu, lalu masuk dan berdiri di belakang Masyitah. Dia memandang wajah anaknya lewat pantulan cermin, dalam hati memuji hasil karya dua perias yang ada di dekatnya.
" Sudah selesai mbak ?"
" Iya bu," Jawab salah seorang perempuan itu, sedangkan temannya sibuk mengemasi peralatan riasnya memasukkan ke dalam kotak rias yang mereka bawa.
Tamu undangan sudah berdatangan, di luar sudah ramai orang berkumpul.
Rombongan pengantin pria pun datang, membawa berbagai macam hantaran seperti buah, berbagai macam pernak-pernik dan masih banyak lagi jenisnya.
Mendengar suara sorak tamu undangan yang menyambut rombongan pengantin pria, Masyitah meremas jari-jarinya menahan rasa gugup sekaligus rasa cemasnya.
Perasaannya bercampur menjadi satu, antara sedih, marah, benci, dan juga cemas.
Rombongan keluarga Fadli sudah ada di dalam, penghulu pun juga sudah hadir, maka semua rangkaian acara pun di mulai.
Haji Burhan meminta untuk menikahkan langsung anaknya, acara berlangsung begitu hikmad tamu undangan seakan ikut larut dalam suasana saat Fadli mengucapkan ijab qabul.
Sementara di kamar, saat mendengar ijab qabul yang berlangsung Masyitah menitikkan air mata pupus sudah harapan dan cita-citanya.
" Selamat tinggal masa remaja, selamat tinggal kebahagiaan, dan selamat datang kehancuran."
Gumamnya sambil berderai air mata.
Murni yang mendampingi anaknya pun tak kuasa menahan tangisnya, sesungguhnya dia tak tega melihat Masyitah. Di hari pernikahannya bukannya bahagia tapi justru merasakan kesedihan yang mendalam.
Murni mengambil beberapa lembar tissue dan menyerahkan pada Masyitah, tanpa menoleh Masyitah menerima tissue dari tangan ibunya perlahan menghapus air matanya yang menetes.
Tak lama pintu di ketuk, tubuh Masyitah menegang dan menoleh pada ibunya.
Murni mengelus lembut punggung anaknya memberi ketenangan, kedua kalinya pintu di ketuk dan Murni pun menyahuti dari dalam.
" Silahkan masuk."
Pintu pun terbuka lebar, tampak Fadli berdiri dengan gagah di dampingi ayahnya dan ayah mertuanya.
Perlahan mereka masuk, tatapan lembut Fadli terus tertuju pada Masyitah yang duduk di ranjang sambil menunduk. Dia tak tahu orang di tatapnya menyimpan kebencian untuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments