"Selamat siang, Nona Renjana!" sapa Kepala yayasan saat Renjana mendatangi ruangannya terlebih dahulu.
"Ah, siang. Bagaimana kabar anda, Bu Farida?" tanya Renjana ramah.
"Seperti yang anda lihat, saya sangat baik. Bagaimana dengan Nona dan keluarga?"
"Ah, kami juga baik."
"Ah, syukurlah! Silahkan duduk Nona!" Bu Farida mempersilahkan Renjana duduk di sofa yang tersedia di ruangan itu.
"Saya kemarin sudah mengabarkan pada murid dan jajaran dewan guru akan kedatangan pemilik Yayasan. Tapi untuk pertemuan, kami menunggu keputusan Nona terlebih dahulu. Kalau Pak Bagas, biasanya acaranya akan dibagi jadi empat sesi. Pertama berkumpul di aula SMA Cahaya Insan Cerdas terlebih dahulu, kemudian menyusul ke SMP, SD, dan TK serta Play group. Untuk TK dan Play group, yang dikumpulkan adalah wali siswa yang mendampingi, karena untuk ukuran anak-anak jelas mereka belum mengerti," jelas Bu Farida.
"Ah, kalau begitu saya seperti biasanya kedatangan saya ke sini, Bu. Saya hanya ingin berkeliling sendirian. Bisa, kan?" Renjana memang sering berkunjung ke sini, namun ia memilih mendatangi tempat satu-persatu sendirian. Bukan berbicara langsung di depan ribuan siswa seperti Papi atau Maminya.
"Baiklah, kalau seperti itu."
"Oh ya, tahun ini, berapa murid beasiswa yang berhasil masuk ke sini?" tanya Renjana.
"Untuk SMA ada 10 murid, 7 di antaranya beasiswa jalur kurang mampu dan sisanya prestasi. SMP 15 orang, semuanya jalur kurang mampu. Sementara untuk SD ada 25 orang. Jadi totalnya ada 50 orang."
Renjana mengangguk. "Baik. Untuk asrama, bagi murid beasiswa, kalian pastikan mereka aman kan? Saya tidak ingin mendengar, kalau ada kasus bullying antara murid mampu dan beasiswa!"
"Iya. Untuk masalah itu, bahkan pengawas asrama pun dipilihkan langsung oleh Pak Bagas, jadi kerjanya tidak diragukan lagi. Dan juga, asrama itu memiliki CCTV, jadi kegiatan di sana bisa diawasi dengan ketat."
"Bagus kalau begitu." Ketika menyangkut keadaan murid Cahaya Insan Cerdas, aura kepemimpinan dan ketegasan yang menurun dari sang ayah akan terpancar dari dalam diri Renjana.
Ponsel milik Bu Farida tiba-tiba berdenting. Wanita itu meminta izin terlebih dahulu untuk mengecek ponselnya, yang dibalas anggukan oleh Renjana.
"Sekertaris Bagas baru saja mengirimi saya pesan. Nona Renjana disuruh untuk memperkenalkan diri pada jajaran Dewan Guru. Karena selama Nona berkunjung ke sini, Nona tak pernah memperkenalkan diri pada mereka secara langsung."
Renjana mendengus dalam hati. Padahal menurutnya hal seperti itu tak perlu. Bukannya dia tak ingin mengenal guru-guru di sini. Malah sebaliknya, dia tidak ingin dikenalkan secara formal seperti itu. Biarlah mereka mengetahui dengan sendirinya, tak perlu sesi perkenalan. Sejujurnya, Renjana begitu tak suka dengan pertemuan formal semacam itu.
"Baiklah. Kalau begitu, tolong kumpulkan jajaran guru di ruang rapat," ujar Renjana setuju.
Bu Farida mengangguk. Ia kemudian kembali membuka ponselnya, memerintahkan agar para kepala sekolah dan guru-guru segera ke ruang rapat.
"Kalau begitu, mari ikut saya, Nona!" Bu Farida kemudian mempersilahkan Renjana untuk berjalan terlebih dahulu.
"Bu Farida, jangan terlalu formal dengan saya. Karena umur saya jauh lebih muda, itu membuat saya tidak nyaman."
Bu Farida menautkan alis bingung akan ucapan Renjana. "Maksud Nona, bagaimana?"
"Bu Farida silahkan berjalan di samping saya. Lagipula, Ibu adalah guru saya waktu SMA dulu. Saya merasa tidak sopan jika berjalan di depan Ibu."
Bu Farida tersenyum. Renjana, gadis cantik dan si bungsu keluarga Basuwardi itu tak pernah berubah. Dia, masih sama baik hatinya saat menjadi muridnya dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Lia
lanjut thor....
2022-10-05
0