Dua

Malam hari telah tiba. Kini, keluarga Basuwardi tengah menghadap makanan di meja makan. Bersiap menyantap makan malam yang terhidang dan terlihat begitu menggiurkan.

"Kak Jefry lembur lagi?" tanya Renjana saat tak mendapati wajah Kakak tertuanya itu.

"Iya. Malam ini, dia ada pertemuan dengan klien dari Singapura," jawab sang kepala keluarga.

"Ah, Papi. Akhir-akhir ini, aku rasa Kakak terlalu sibuk sampai-sampai jarang pulang ke rumah. Apa Papi tak bisa meringankan pekerjaan anak bungsu Papi itu?" cibir Renjana.

Bukannya Marah, Bagas Basuwardi malah menampilkan tawa akan rajukan dari Putri satu-satunya keluarga Basuwardi tersebut.

"Percuma kau merengek, Mami sudah membicarakan ini dengan Papimu sebelumnya. Tapi lihatlah, dia tidak melakukan apapun. Ck!" Kini, Elena berbicara menanggapi ucapan putrinya.

"Princess, dengar! Itu keinginan Kak Jefry, bukan salah Papi." Jendra Basuwardi, putra kedua keluarga Basuwardi membela Ayahnya.

"Benar apa yang dikatakan Kak Jendra. Bahkan, kemarin aku menawarkan karena pekerjaanku tidak terlalu banyak minggu ini. Dia malah menolak." Seperti sang Kakak, Reandra Basuwardi pun tak ingin kalah membela Ayahnya.

"Ah, itu hanya alasan kalian. Sudahlah, kalian bertiga tetap saja menyebalkan!" cibir Renjana. Ia dan Maminya kalah berdebat.

"Baiklah-baiklah! Besok malam, Papi akan pastikan Kakakmu akan ikut makan malam di sini. Jadi, hilangkan raut cemberutmu itu, oke?" Kepala keluarga itu akhirnya mengalah saat melihat wajah masam putrinya. Belum lagi, dengan raut wajah penuh permusuhan yang dilayangkan sang Istri. Dua lawan tiga, tetap saja yang dua menang. Siapa yang berani menentang Ratu dan juga Putri Mahkota?

"Giliran Putri yang meminta, kau selalu mengabulkannya. Dasar pilih kasih!" Seisi meja makan tertawa mendengar ucapan Elena.

"Kau tetap saja sama sejak dulu. Selalu cemburu dengan putrimu." Bagas hanya geleng-geleng kepala karena merasa lucu melihat kelakuan istrinya.

"Sudahlah, ayo kita makan!" ajak Bagas kemudian.

"Jangan cemberut, sayang! Aku bahkan sangat banyak menghabiskan waktu denganmu dibandingkan Princess yang hanya akan berbincang denganku ketika di meja makan dan ruang keluarga. Bagaimana mungkin kau cemburu? Hum?" goda Bagas. Sedangkan tiga anaknya hanya mendengus malas. Pasangan itu memang sering saling menggoda tak tahu tempat.

Usai makan malam, belum ada yang beranjak dari tempat duduknya. "Princess, besok kau mau kan, menggantikan Papi untuk kunjungan ke Cahaya Insan Cerdas?"

Mata Renjana langsung berbinar mendengar permintaan Ayahnya. "Lihatlah, Papi! Kalau masalah berkunjung ke sana, tak usah dipertanyakan lagi apa Princess setuju atau tidak." Jendra berucap sesaat setelah melihat wajah sumringah adiknya.

"Sampai saat ini Kakak masih bingung. Kenapa kau sangat senang kalau disuruh mengunjungi Sekolah, dibanding bertemu rekan bisnis Papi." Reandra menyuarakan rasa penasarannya yang sudah lama ia pendam.

Memang, Renjana akan selalu antusias ketika disuruh mengunjungi Cahaya Insan Cerdas, yayasan pendidikan milik keluarga Basuwardi, yang dimulai dari play group hingga Senior High School.

"Ah, itu! Sebenarnya, ketika mengunjungi anak-anak itu, aku merasa seperti kembali ke masa Sekolah dulu. Bertahun-tahun aku menghabiskan waktuku di sana, membuatku terkadang merindukan masa itu," jawab Renjana.

"Maksudmu, kau merindukan masa di mana kau selalu membuat kami kelimpungan karena kelakuanmu? Begitu?" cibir Reandra.

Renjana tertawa geli. "Hmm. Aku ingat, dulu kalian sering mengancam pria yang dekat denganku. Padahal, akulah yang duluan memperlihatkan kalau aku menyukai mereka. Ckk! Kalian benar-benar pria posesif. Dan waktu kalian satu-persatu lulus, aku merasa senang karena akan terbebas meskipun terkadang rindu. Ternyata aku salah, karena melupakan kehadiran Pangeran yang kalian suruh memata-mataiku." Bibir Renjana mengerucut mengingat hal tersebut. Tiga Kakaknya, ditambah dengan Pangeran begitu posesif padanya. Ia dilarang berdekatan dengan pria lain, dengan alasan takut mereka memanfaatkan Renjana.

"Itu semua demi kebaikanmu, Princess," ujar Jendra membela diri.

"Ya, ya, ya! Sejujurnya, aku tidak terlalu kesal. Karena artinya, kalian begitu menjagaku." Tangan Bagas mendarat di puncak kepala anaknya. Mengelus dengan lembut, tak lupa senyuman manis yang ia sematkan di bibirnya.

"Jadi bagaimana, kau bersedia pergi besok?" tanya Bagas memastikan.

"Iya, Pi. Dengan Mami, kan?" Renjana beralih pada Maminya yang baru mendudukkan diri setelah tadi membantu ART mereka membawa piring kotor ke wastafel.

"Mami besok akan menemani Papi ke pernikahan anak dari rekan bisnisnya," ucap Elena.

"Baiklah. Tak masalah, aku pergi sendiri. Lagipula, aku ingin menghabiskan waktu lebih lama di sana untuk bernostalgia." Semua penghuni meja makan hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan si bungsu Basuwardi itu.

Sebelum lanjut, aku cuma mau bilang, kalau di cerita ini mungkin ada banyak tokoh yang kubuat. maklum, karena Renjana berasal dari keluarga kaya, jadi otomatis perbincangannya bukan cuma pada satu atau dua orang saja. apalagi, dia memiliki tiga kakak. jadi, mohon dimaklumi, ya!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!