Pulang sekolah Qian tidak lantas pulang ke rumahnya. Dia pergi bersama teman-temannya ke suatu tempat. Tempat di mana itu sudah seperti tempat berkumpul mereka. Qian memang sering ke sana hanya sekedar mengusir rasa suntuknya di rumah.
"El ngajakin balapan malam minggu ini. Lo gimana? Bisa gabung?" tanya Reo duduk dengan segelas minuman kalengnya.
"Si Alzam ulang tahun. Kalo bisa gue datang tapi jangan berharap banget. Si nenek sihir itu semakin kesini semakin berulah. Udah sebulan uang saku gue nggak di kasihnya. Tapi dia bikin pesta ulang tahun mewah buat kesayangannya. Muak gue lama-lama sama mereka," ujar Qian seraya memejamkan matanya bersandar pada sandaran sofa di ruangan tersebut.
Yang lain hanya tertawa mendengar penuturan Qian. Seolah mengejek penderitaan sahabatnya itu.
"Kayaknya dia masih dendam sama gue soal wike. Kalian hati-hati aja ngadepin dia," ingat Qian khawatir jika Mikael akan berbuat sesuatu yang buruk saat dia tidak ada nanti.
Karena biasanya jika dia ada Mikael selalu bisa diatasi, tapi tidak saat dia tidak ada. Dia takut Mikael akan membuat masalah saat dia tidak ada di tempat.
***
Qian pulang saat hari sudah mendekati malam. Tentu hal itu sering Qian lakukan dan seperti biasa ibunya akan marah-marah tanpa menanyakan alasannya terlebih dahulu.
"Masih ingat pulang?" sarkas Maya saat baru melihat kepulangan putranya yang santai tanpa beban.
"Aku habis nemuin papa tadi. Mintak duit jajan sama dia. Ketemu sama tante Mikha, makin cantik karena lagi hamil," balas Qian yang sengaja membakar api cemburu ibunya.
"Bagus. Berarti Mama nggak usah kasih kamu uang saku lagi," tukas Maya tenang.
"Nggak usah. Mama kan lagi butuh banyak uang buat bikin acara ulang tahun besok. Jangan lupa, badutnya juga diundang, yah," ujar Qian dengan senyuman menyebalkan sebelum meninggalkan ibunya.
Qian dengan langkah separuh berlari menuju ke lantai atas kamarnya meninggalkan Maya yang masih terpaku di posisinya. Ini salah satu alasan Maya tak menyukai Qian. Dia selalu memihak ayahnya dan istri mudanya.
***
Maya menyusul Qian ke kamarnya. Dia tak mendapati putranya itu di kamar. Tak lama terdengar percikan air dari kamar mandi. Dia tersenyum. Qian tengah mandi di kamar mandi.
Seberandalan apapun Qian sangat menjaga kebersihan dirinya. Dia juga lebih rapih dari Alzam kalau soal penampilan. Kamar nya yang berwarna hitam dan bertema gotik tapi sangat rapih. Melihat style Qian membuat Maya melihat mantan suaminya kembali.
Bertengkar dengan Qian membuat dia merasa tengah bertengkar dengan suaminya. Bukan. Mantan suami. Mungkin bertengkar dengan Qian juga salah satu cara dia mengobati rindunya kepada sang mantan suaminya. Hubungan yang rumit membuat harus menyelesaikan hubungan tak direstui itu. Beda keyakinan, menjadi kendala mereka sedari awal. Nekad menikah membuat masalah diantara mereka tak kunjung meredam. Bahkan menjadi semakin rumit. Akhirnya mereka putuskan untuk berpisah walau cinta di hati keduanya masih sangat kuat.
Tidak lama Qian keluar dari kamar mandi. Qian menatap heran kepada ibunya yang tiba-tiba ada di kamarnya.
"Kapan dia akan pindah?" tanya Maya langsung ke tujuan kedatangannya.
Qian tak langsung menjawab. Senakal apapun dia, tapi pada kenyataannya Qian sangat peka. Dia tau ibunya tengah bersedih.
"Minggu depan," jawab Qian lirih. Maya menunduk pelan menahan sesak di dadanya.
"Itu lebih baik, kan?" sambung Qian pelan dan menatap ibunya sekilas.
Maya tersenyum miris. Dan sesaat dia tak dapat menahan air matanya lagi. Tak ingin Qian mengetahuinya walau pada kenyataannya Qian tau itu. Maya pergi meninggalkan Qian di kamarnya.
Dia berjalan cepat menuju kamarnya. Seketika tangisnya pun pecah tak tertahankan di kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments