"Masih belum mau bangun?! Ini sudah mau pulang lagi sekolahannya, Qian!" omel ibundanya yang sontak membangunkan Qian yang tadinya masih separuh terjaga. Dia segara melompat turun dari ranjangnya. Dan tanpa tedeng aling-aling lagi segera menuju kamar mandinya.
"Kenapa Mama baru bangunin, sih?" teriaknya dari kamar mandi.
"Kamu kebiasaan nggak pernah bisa disiplin. Kamu beda sama mas Alzam. Dia pagi-pagi sudah bangun, nggak ngerepotin bunda lagi. Waktu Bunda liat dia udah rapi. Kamu itu udah besar Qian, gimana Mama bisa percaya kamu kuliah di luar kalo kamu nggak disiplin kayak gini ...," omel sang ibundanya sepanjang pagi ini, sedangkan pengasuhnya langsung merapihkan kamar si pemuda. Lelah mengomel ia pun segera meninggalkan kamar tersebut.
Tepat saat Qian baru selesai dari mandi kilatnya. Pengasuhnya kembali menelisik Qian yang mandi mungkin bahkan kurang dari 5 menit.
"Kamu mandi kayak kucing tau nggak. Asal nyentuh aja itu air. Kamu sabunan nggak, sih?" curiga sang pengasuh yang terus menatapnya dengan tatapan aneh.
"Pakek, Bund," jawab Qian malas seraya memakaikan seragamnya buru-buru.
"Liat tuh mas Alzam. Jadi salah satu mahasiswa kedokteran terbaik sekarang. Dia nggak pernah berhenti bikin Mama dan Bunda bangga. Sedangkan kamu tiap hari bikin ngelus dada sama kelakuan kamu! Kalo nggak tawuran ya balapan, kalo nggak ya anak gadis orang kamu bikin nangis,"
Memang pernah beberapa kali seorang gadis ke rumah menemui Qian dan merengek akan cinta Qian yang memutuskan hubungan mereka secara sepihak karena Qian yang bosan. Atau sudah Qian tolak secara terang-terangan, membuat mereka pulang dalam keadaan menangis dan patah hati.
"Mas Alzam mah di bikin waktu sari pati nya Mama sama ayah sama-sama masih bagus. Kalo aku kan di bikin gara-gara gabut aja," sanggah Qian seraya merapihkan pakaiannya.
Sontak itu membuat sang pengasuh menahan tawanya sambil terus merapihkan kamar si anak asuhnya.
"Lagian cewek gila yang sering nangis-nangis ke rumah itu cuman keysa doank, kan. Paling juga di beresin sama Una. selesai urusan," bantah Qian lagi
Qian langsung meraih tasnya dan melangkah keluar kamarnya menuju meja makan yang mana di sana sudah ada sang kakak yang sudah siap dengan pakaian kerja jas putih dokternya. Ya, kakaknya baru mulai magang di rumah sakit mereka saat ini. Dia baru lulus kedokteran dan baru mulai bekerja hari ini
Dan tentu saja ada sang ibu yang super sibuk dan tengah sibuk dengan handphone nya. Qian menatapnya sekilas lalu lanjut dengan sarapannya tanpa menyapa sang ibu.
"Minggu depan aku ada praktek gitu di Bogor bareng teman-teman, Mah. Sekitar 1 minggu aku di sana," ungkap Alzam seperti berpamitan.
"Hmmm... Hati-hati, ya," jawabnya masih dengan tatapan yang tak lepas dari handphone nya. Qian menatapnya dengan tatapan dingin.
"Nanti uang saku kamu Mama transfer, ya," lanjutnya lalu segera meraih tasnya di kursi sampingnya dan bersiap akan pergi. Sebelum pergi dia menatap Qian sekilas dengan tatapan dingin.
"Buat kamu, belum ada uang saku sampai masa hukuman kamu habis. Ambil saja uang bensin sama Bunda Retno," ujarnya kini menatap Qian. Qian cuek tidak perduli.
Sang Ibu pun tampak sudah biasa dengan sikap acuh sang putra bungsu. Dia segera pergi dan meninggalkan mereka.
Alzam menatap Qian sekilas lalu ia pun bersiap akan berangkat kuliah lagi meninggalkan Qian sarapan sendirian.
Hukuman Qian di awali dengan pertengkaran kecilnya bersama Alzam. Saat mereka memperebutkan sesuatu dan berakhir dengan perusakan benda tersebut karena Qian yang kesal melihat sang Mama lebih memilih membela kakaknya dari pada dia. Kini jadilah Qian yang harus di hukum dengan alasan bertanggung jawab atas perusakan tersebut.
Mengingat kejadian tersebut membuat Qian semakin kesal. Dia membuang roti bakarnya dengan kasar di meja makan dan langsung berangkat bersamaan dengan kedatangan pengasuhnya yang baru datang untuk menyerahkan uang bensinnya.
"Ini yang bensinnya. Dan ini ... Uang saku untukmu." Qian memicingkan matanya kepada sang pengasuh tak paham. Seolah paham dengan apa yang di maksud.
"Ini uang Bunda. Tapi ingat, jangan bertengkar lagi sama Mas Alzam ya," ujarnya lembut seraya menyentuh bahu Qian.
Qian menyunggingkan senyum seraya menyalami tangan sang pengasuh dan menciumnya lembut.
Sejak dia kehilangan putra dan suaminya karena kecelakaan, kepada Qian dan Alzam lah kasihnya bermuara. Rasa dukanya tak terasa lagi saat dia bersama dengan Qian dan Alzam. Terutama Qian yang humoris. Qian memang saat di luar di kenal cuek dan galak. Tapi, saat bersama pengasuhnya dia bisa berubah menjadi lembut dan humoris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments