Bab 5

Bab 5

Senandung riang Bi Tanti saat menenteng paper bag yang isinya pakaian-pakaian mahal. Sambil mengayun-ayunkan belanjaannya dia berlenggak-lenggok di depan ibu-ibu yang sedang menemani anak mereka main sore.

"Dari borong, Tan?" tegur seorang ibu berdaster marun. 

"Iya, dong. Lihat ini barang mall. Kantongannya aja kertas tebal gini. Emangnya kalian belanja pakai kantong kresek." Bi Tanti semakin jadi membanggakan apa yang dia bawa.

Sesekali dia mengangkat tangannya dengan alasan merapikan rambut, sebenarnya dia sedang memamerkan gelang keroncong yang berbaris di pergelangan kirinya. 

"Duh, panas, ya," ucap Bu Tanti sambil melirik berharap ada ibu-ibu yang tidak peduli.

Bi Tanti menurunkan tangan, serta memonyongkan bibirnya bahwa dia sangat kesal, ternyata tidak satu pun ibu-ibu itu mempedulikan dia lagi. Dengan sedikit menghentakkan kaki, dia mulai melangkah meninggalkan ibu-ibu itu. 

Ternyata setelah Bi Tanti masuk rumah, para ibu tersebut mulai menggunjingkannya dan menerka-nerka dari mana dia bisa dapat uang untuk membeli semua itu.

"Shanum, kan, kerja," terang seseorang.

"Alah! Berapa, sih, hasil jualan bunga. Kecuali jual diri." Ibu berdaster marun kembali menyeletuk. 

"Bener juga," sahut para ibu kompak sambil memangguk-manggukan kepala. Seolah mereka tahu betul apa yang terjadi sebenarnya.

"Shanuuuuummmm, where are you?" Dengan nada lembut Bi Tanti memanggil Shanum.

Dua kali dia memanggil seperti itu, tetapi tidak juga ada sahutan. Sepertinya kekesalan itu sudah naik ke ubun-ubun. Nada lemah lembut berganti bentakkan.

"Shanum!!!" Hentakan kaki Bi Tanti terdengar di ubin.

"Dasar anak menyusahkan. Anak nggak tau diri. Kalau bukan karena amanah kakak, soryy-sorry aku jaga anak cacat begini," upat Bi Tanti.

Brakkk!!! 

Terdengar suara pintu kamar yang dibanting. 

"Anak nggak tau diri bangun! Siapa suruh tidur jam segini?!" Bi Tanti menyentak tangan Shanum sehingga dia terbangun.

Kepala Shanum tiba-tiba pusing karena terkejut dengan cara Bi Tanti membangunkannya. 

"Ada apa, BI?" tanya Shanum dengan suara parau, ciri khas orang bangun tidur.

"Ada apa, ada apa? Kerja!" teriak Bi Tanti.

"Tapi … Bukannya bibi bilang hari ini libur jualan bunga?" lirih Shanum.

"Eh! Yang nyuruh kamu jualan bunga siapa?" Jari telunjuk Bi Tanti mendorong kening Shanum. 

Shanum mendongak karena perlakuan kasar adik kandung dari ibunya tersebut.

"Ah, bikin emosi aja. Cepat mandi!" Kali ini Bi Tanti menarik tangan Shanum menyeretnya ke kamar mandi.

"Sabar Tanti, sabar!" Bi Tanti bergumam sendiri sambil menggerakkan tangan bak orang sakti sedang mentransfer tenaga dalam.

Sebuah gaun merah selutut telah terbentang di atas tempat tidur Shanum. Bi Tanti melihat gaun yang baru dia belikan sambil membayangkan Shanum mengenakannya dan orang yang menginginkan tubuh Shanum akan tergila-gila padanya.

Shanum dipaksa memakai gaun tanpa lengan tersebut. Walaupun dia tidak bisa melihat, dia bisa merasakan apa yg sedang dia kenakan.

"Shanum nggak mau pakai baju kayak gini, Bi." Shanum menyiilangkan tangannya berusaha menutupi bahu yang sedikit terbuka. "Kerja apa memakai pakaian seperti ini?" Kembali Shanum merontah. 

"Diam! Atau kamu mau saya tampar?" bentak Bi Tanti. "Pakai dan ikuti perintah saya!" ancam Bi Tanti kembali.

Shanum meraba-raba ujung pakaian yang dia kenakan. Ternyata rok di atas lutut. 

"Pakai ini!" Bi Tanti mendorong sepasang sepatu flat di kaki Shanum.

Bi Tanti tidak mau mengambil resiko dengan membelikan sepatu bertumit tinggi karena dia sadar betul keponakannya tidak pernah memakai itu. Dia tidak mau, Shanum menyusahkan dia saat di hotel.

Suara klakson mobil bertanda bahwa mereka harus segera berangkat.

"Ayok buruan!" Bi Tanti menarik tangan Shanum.

"Kita mau kemana, Bi?" rengek Shanum yang tidak dihiraukan oleh wanita berambut lurus hasil rebonding ini.

"Berisik, ah." Hanya itu yang keluar dari mulut Bi Tanti si super tega.

Shanum didorong masuk ke mobil. Bi Tanti sadar, ibu berdaster maron sedang mengintip dibalik goreden jendela. 

"Da-da Bu Suci, kami pergi dulu." Bi Tanti dengan sengaja melambaikan tangan ke arah wanita yang menjadi biang gosip di lingkungan tempat tinggalnya.

Di sebuah kamar hotel tipe Penthouse lebih mewah dari Suite. Penthouse biasanya diberikan akses ke ruang teras di atasnya. Penthouse umumnya terletak di lantai paling atas hotel dan memiliki teras terbuka yang terhubung atau ruang langit terbuka.

Seorang laki-laki berusia kurang lebih dua puluh enam tahun sedang duduk manis dengan segelas wine di tangan kanannya. Menunggu wanita yang telah dia pesan seharga lima puluh juta. 

Saat bel berbunyi dari pintu kamarnya, pria dengan kemeja lengan panjang lengkap dengan celana bahan katun berjalan ke arah pintu, bersiap menyambut tamu istimewanya.

Kenapa istimewa? Karena ini kali pertama dia akan bercinta dengan wanita buta. Tentu saja wanita tersebut tidak akan melihat apa yang dia lakukan. Dia mencari sensasi berbeda.

Gadis bergaun merah di atas lutut dengan, rambut panjangnya yang sedikit ikal pada bagian bawah, sedikit menutupi bahunya yang tertutup sedikit kain. Warna merah dari gaun itu sangat menantang dan sesuai dengan kulit putih Shanum. Begitulah Shanum, walaupun dia berpanasan, kulitnya tetap putih bersih. Entah menuruni gen siapa, orang tuanya tidak seputih itu.

Lelaki bajingan ini menelan ludahnya sendiri setelah melihat kecantikan dan keseksian tubuh Shanum dari atas hingga ujung kakinya.

"Masuk!" perintah lelaki bajingan itu. 

Bi Tanti mendorong Shanum agar berjalan, dia tidak tahu berada di mana. Hanya saja dia merasa sangat dingin. Berkali-kali dia menyilangkan tangan untuk menutupi bahunya.

"Sesuai, kan, Bos?" Suara Bi Tanti memecah keheningan ruangan.

"Tidak mengecewakan," sahut lelaki hidung belang ini.

Dia mengambil 3 bundel uang pecahan seratus ribu dari dalam tas kerjanya. "Sisa pembayaran," gumamnya dan menyodorkan uang tersebut kepada Bi Tanti.

"Kalau suka, siap dipanggil kapan saja," lontar wanita tanpa hati itu.

"Maksud Bibi apa?" Shanum tampak panik. Dia baru mengerti ternyata dia sudah dijual oleh bibinya sendiri.

"Husttt! Kamu jangan banyak protes! Kamu sudah aku beli lima puluh juta. Jadi kalau kamu melawan, aku nggak akan memberi kamu ampun."  

Bi Tanti meninggalkan kamar hotel sambil mengipas-ngipas uang tiga puluh juta di tangannya. 

"Selamat bersenang-senang tuan muda!" teriak Bi Tanti.

"Layani tuan muda yang baik, ya, keponakan bibi yang cantik," sambung Bi Tanti. 

Dan dia pun menutup pintu sambil tertawa bahagia.

Shanum meremas ujung roknya, keringat bercucuran di ruangan dingin ini. Memundurkan kakinya selangkah demi selangkah, sayangnya dia tersandar di dinding. Jantungnya berdegup tanpa aturan. Di saat begini jika ada pilihan untuk mati, dia lebih memilih mati.

Derap kaki begitu menakutkan bagi Shanum. Dia merasakan pria itu mendekat. "Siapa nama kamu?"

Bibir Shanum keluh, seperti anak kecil yang baru belajar mengucap, ingin menjawab, tetapi nafasnya tersengal ketakutan merajai dirinya.

"Baiklah. Tidak penting siapa kamu, yang penting ini." Pria itu menangkap Shanum.

Shanum teriak saat kedua tangannya menggenggam erat bahu Shanum. Teriakan minta tolong tidak berguna. Sekuat apa Shanum berteriak hanya memudahkan pria itu memasukkan minuman keras ke mulut Shanum. 

Entah berapa banyak pria tersebut berhasil mencekoki Shanum dengan wine, Shanum lunglai dan pingsan seketika di hadapan pria bajingan itu.

Terpopuler

Comments

bobo

bobo

astaqfiruloh itu azmi yg d bangga bangakan....mgerikann

2022-12-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!