Bab 4

Bab 4

Pagi hari jam sarapan di kediaman Irud Hardiyanta, di meja makan sudah duduk Kak Zahra dan suami, begitu juga dengan Zalea. Tidak ketinggalan orang tua mereka. Saat itu Azzam dan Azmi datang bersamaan. Azzam tetap dengan gaya santainya. Menggunakan celana jeans hitam dipadukan dengan kemeja yang lengannya digulung hingga ke siku, menambah ketampanan yang dimiliki oleh Azzam.

"Pulang jam berapa tadi malam, Zam?" tanya Mama Mela setelah Azzam dan Azmi duduk.

"Jam tiga udah sampai rumah," jawab Azzam sambil mengambil menyuap makanan ke mulutnya.

Mendengar jawaban Azzam, sontak Azmi yang sedang meneguk air putih, menjadi tersedak.

"Kamu kenapa?" tanya Papa Irud kepada Azmi.

Azmi mengelak dan mengatakan tidak ada apa-apa, dia hanya tersedak biasa. Azmi juga memberikan argumen saat Mama Mela mengatakan dia mendengar suara mobil pukul 5 subuh. "Mungkin itu tetangga."

Azzam menyunggingkan senyum di bibirnya sambil sedikit menggeleng. Ekspresi tersebut ditangkap oleh Kak Zahra. Kak Zahra menendang pelan kaki Azzam yang duduk tepat di hadapannya. Dengan suara tidak keluar, hanya mengandalkan gerak bibir, Kak Zahra menanyakan siapa yang pulang subuh.

Azzam menjawab bahwa yang pulang subuh itu Azmi. 

Azzam ingin berpamitan kepada orang tuanya bahwa dia akan pergi keluar kota. Akan tetapi, belum selesai Azzam berucap, mereka buru-buru hendak pergi ke kantor.

"Mau ke mana kamu?" tanya Kak Zahra saat dia menyiapkan bekal makan Zalea.

"Menjemput masa lalu," seloroh Azzam dan dia tertawa terbahak-bahak mendengar jawabannya sendiri. "Kalau dalam satu minggu aku nggak balik, mungkin aku udah mati digorok suaminya." Sambung Azzam.

Kak Zahra juga tidak mau kalah, dia membumbui ucapan Azzam dengan candaan yang lebih nyeleneh. Kak Zahra mengatakan, setelah digorok, jasad Azzam dibuang ke sungai. Ternyata Azzam belum meninggal dan diselamatkan oleh seorang kembang desa, lalu cinta itu bersemi.

Azzam kembali tertawa mendengarnya. "Kalau udah digorok, ya, aku udah meninggoy, lah."

"Naik apa kamu pergi?" Kembali Kak Zahra bertanya.

"Motor kesayangan," sahut Azzam.

Seperti emak-emak kebanyakan, Kak Zahra langsung mengomel setelah mengetahui bahwa Azzam akan keluar kota menggunakan motor. Dia akan menempuh kurang lebih 10 jam perjalanan.

"Naik mobil, aja, Zam!" Kali ini Bang Boby ikut bicara.

"Nggak suka, Bang. Enakan naik motor," elak Azzam.

"Terserah kamu! Pokoknya, dimana kamu berhenti, kirim pesan!" titah Kak Zahra. Kak Zahra perhatiannya melebihi Mama Mela.

"Siap boskuh!" sahut Azzam sambil mengangkat tangan seperti orang sedang hormat.

Kini tinggal Azzam sendiri di ruang makan, yang lain sudah berangkat mengerjakan aktivitas masing-masing. Azzam masih saja mengunyah makanan yang masih tersisa.

"Mubazir ini, mah, kalau disain " ucap Azzam lalu dia menambah sepotong ayam di atas nasi goreng miliknya.

***

Bermodalkan google map dan hanya membawa pakaian seadanya di tas ransel, Azzam berangkat ke kota itu. Bukan Mama Mela yang mengatakan hati-hati, melainkan Bude Darmi. Bude Darmi juga menyiapkan bekal untuk Azzam saat dia istirahat di jalan.

"Ini kopi hitam, Mas Azzam, kan nggak bisa jauh dari kopi hitam." Sebuah termos air panas berukuran 1 L dia masukan ke dalam tas ransel. 

"Aku pamit, ya, Bude." Azzam mencium tangan Bude Darmi dengan takzim.

Mata Bude Darmi memerah berkaca-kaca.

"Aku bukan pergi jihad, Bude. Jangan nangis gitu!" canda Azzam sambil menoleh pinggang Bude Darmi.

Dari kecil, Azzam memang suka menjalin Bude Darmi seperti itu. Melihat Bude Darmi melekuk-lekukkan badannya karena kegelian, Azzam tertawa. Itu juga masih dia lakukan sampai saat ini.

***

[Ha? 10 juta? Tambah, dong, masih perawan belum pernah disentuh laki-laki.]

[20?]

[Hmmm, 50 kalau mau. O.k? Kalau O.k, ku atur semuanya.]

[O.k, lah. Deal, ya? Awas bohong, ku laporkan ke polisi]

[Siap, Mami.]

Bi Tanti sedang menelepon dengan seorang mucikari yang bekerja mencari wanita-wanita pesanan bos-bos besar yang menghabiskan malam di club malam miliknya. 

[Jangan sampai gagal! Ini yang memesan pemilik Zami Grup]

[Zami Grup pemilik swalayan di seluruh kota itu?]

Mendengar nama Zami Grup, Bi Tanti tercengang. Dia tidak akan menyia-nyia kan kesempatan ini, sebentar lagi lima puluh juta di tangan. Bik Tanti ingin membuat orang itu tergila-gila pada kecantikan Shanum. Sehingga dia akan royal dan memberikan apa saja agar mendapatkan tubuh gadis buta itu.

"Waktunya kamu balas budi, anak buta," gumam Bi Tanti setelah menutup panggilan telepon.

Bik Tanti tersenyum licik. Dia sudah membayangkan uang banyak. Tidak peduli ada masa depan yang akan hancur.

"Shanum!" teriak Bi Tanti dari dalam kamarnya.

"Iya, Bi." Terdengar suara sahutan dari arah dapur.

Shanum yang sedang menanak nasi bergegas menuju kamar Bi Tanti. Untuk menanak nasi menggunakan penanak elektronik, Shanum sudah bisa melakukannya. Bahkan sekedar menggoreng telur, itu bukan masalah lagi. Semua itu bisa dia lakukan karena sudah terbiasa. Asal posisi benda-benda tersebut jangan dirubah.

"Ada apa, Bi?" tanya Shanum dari luar kamar.

"Masuk!" titah Bi Tanti.

Shanum mulai menggerakkan tangannya mencari handle pintu. 

"Lama banget. Sini cepat!" bentak Bi Tanti. Belum pernah dia berbicara manis kepada Shanum. "Usia kamu berapa?"

Dengan terbatah-batah, Shanum mengatakan bahwa usianya sekarang sudah 25 tahun. Bi Tanti kembali membuat Shanum berkecil hati. Dia mengatakan bahwa selama itu dia hidup apa ada hal yang berguna yang telah dia lakukan. Shanum hanya tertunduk.

"Kau akan berguna bagiku sekarang," gumam Bi Tanti sambil tertawa kemenangan.

"Maksud, Bibi?" Shanum heran lebih tepatnya dia sedikit takut. Firasatnya mengatakan ada hal buruk yang akan terjadi padanya.

"Sudah diam! Jangan banyak tanya!" Bi Tanti diam sejenak. "Hari ini kau tidak usah bekerja. Istirahat saja di rumah!"

"Kenapa, Bi? Bukannya saya harus berjualan setiap hari?" bantah Shanum.

"Jangan banyak tanya! Sudah, pergi ke kamar kamu!" Bi Tanti menarik kasar tangan Shanum agar dia segera keluar kamar.

Bi Tanti memandangi jarinya satu per satu, sebentar lagi jari yang selama ini polos akan berisi cincin emas. Dia pun bersenandung riang.

Sementara Shanum juga tersenyum mendengar Bibi Tanti bahagia. Dia tidak mengetahui bahaya sedang menunggu di depan mata. Namun, perasaannya semakin tidak enak. Hatinya berdebar-debar. Dadanya terasa sesak. Hal yang sama dia rasakan seperti sebelum kecelakaan yang menimpa dia dan ibunya terjadi.

"Ibu, apa yang akan terjadi? Tolong lindungi Shanum, Bu!" ucap Shanum lirih. 

Semakin kuat, rasa itu semakin kuat. Shanum keluar kamar menuju kamar mandi. Dibasuhnya wajah menggunakan air wudhu. Mungkin dengan melaksanakan Salat Sunat hatinya akan sedikit lebih tenang.

Dalam salatnya, terlintas dua lelaki yang mengajaknya bermain di pantai sambil mencari umang-umang.

Terpopuler

Comments

bobo

bobo

smg shanum trselamatkan y thor

2022-12-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!