bab 2

Bab 2

"Shanum!" bentak wanita paruh baya yang merupakan adik dari ibu Shanum.

"I-iya, Bi," jawab Shanum dengan suara bergetar diakibatkan kedinginan karena siraman hujan sepanjang perjalanan.

"Mana hasil hari ini? Hai. Cepat!" Kembali Bi Tanti menghardik.

Shanum menyodorkan keranjang yang berisi bunga ke arah Bi Tanti. Dia sedikit ragu memberikannya. Karena hari ini sedikit bunga yang laku. Dia berjualan dari pagi hingga sore hari di depan toko roti.

"Hanya segini?" Bi Tanti menjambak rambut  Shanum.

Erangan kesakitan yang keluar dari bibir yang membiru itu tidak dipedulikan oleh Bi Tanti. Dia akan marah dan selalu memukuli Shanum jika Shanum pulang tidak membawa uang yang banyak.

"Besok kau, aku antar ke tempat baru. Jualannya dari sore sampai jam sepuluh malam," titah Bi Tanti.

Begitulah dia, menjadikan Shanum sebagai alat untuk menghasilkan uang. Setelah dia merasa puas mengomeli keponakannya itu, barulah dia membolehkan Shanum membersihkan badannya yang sudah menggigil kedinginan.

***

Lirik lagu Virzha berjudul Aku Lelakimu menghanyutkan setiap pengunjung cafe yang datang malam itu. Mereka seakan dapat merasakan setiap bait yang keluar melalui suara merdu Azzam. Tak sedikit pengunjung yang mengangkat tangan lalu menggerakkan seirama dengan alunan musik. Sorotan lampu kamera ponsel menambah pencahayaan panggung yang temaram.

Gemuruh tepuk tangan pengunjung menjadi pertanda berakhirnya live musik malam ini. Satu persatu pengunjung meninggalkan cafe dan meletakkan beberapa lembar uang dengan nominal yang berbeda-beda tas gitar milik Azzam.

Diliriknya pengingat waktu di ponsel, ternyata telah pukul dua dini hari. Pantas saja mata terasa perih. Azzam membereskan perlengkapan mengamennya malam ini, tanpa terasa sudah pukul tiga dini hari. Cafe outdoor itu pun telah sepi, hanya beberapa karyawan yang sedang merapikan kursi dan meja.

"Gue numpang tidur di sini, ya?" teriak Azzam sambil mengambil bantal kursi lalu merebahkan badannya pada sofa yang berada ini indoor cafe.

"Seperti orang miskin aja, Lu," sahut Junod yang merupakan sahabat Azzam sekaligus pemilik cafe. 

Junod masuk ke dalam cafe sambil membawa tumpukkan kursi dan tidak tertinggal omelannya sepanjang dan secepat kereta api listrik.

"Brisik, Lu, Junaidi." Azam menarik bantal kursi satu lagi untuk menutup telinga dia pun memiringkan badannya menghadap sandaran sofa.

"Eh, ******, Lu, ya. Udah numpang tidur di tempat gue." Junod meracau dan melempak kain lap ke arah Azzam.

"Dasar ******, nih, anak. Udah molor aja dia. Bantuin ngapa." Kembali Junod menggerutu.

"Brisik, Lu, ya?" Azzam menjatuhkan bantal kursi yang menutup wajahnya dan bangkit.

Dari pada mendengar omelan Junod yang entah kapan berhentinya, Azzam pun membantu beberapa karyawan memasukkan meja dan kursi. 

"Ini baru Azzam cowok paling ganteng di cafe ini. Tapi, sayang. Masih jomlo." Junod pun tertawa dengan ciri khas tawa seorang wanita jadi-jadian. 

"Manusia jadi-jadian kalau udah ngomong, nyakitin, ya," timpal Azzam bermaksud menggoda Junod.

Junod marah kalau dikatakan manusia jadi-jadian. Jika sudah begitu Azzam yang tertawa ngakak melihat sahabat dar zamani mereka kuliah itu.

"Lu, laki kagak. Perempuan juga kagak. Jadi pas, dong, kalau gue manggil lu, manusia jadi-jadian," sahut Azzam di antara tawanya.

Junod bertambah kesal dan dia menyumpahi Azzam agar cepat ketemu jodohnya dan nikah. "Tahun depan masa kadaluarsa, Lu. Buruan nikah!" 

"Emang ada perempuan mau uang receh?" sahut Azzam. 

Mereka sudah selesai membereskan bangku dan kursi. Karyawan Junod juga sudah pada pulang. Tinggal Azzam yang sedang menghitung pendapatan mengamennya malam ini.

"Lu cari cewek buta, aja! Dia kagak tau, tu, Lu ngasih uang berapa," ucap Junod asal dan itu membuat dia mendapat sedikit pukulan di pantat teposnya. 

Azzam tertawa, di sela tawanya dia membenarkan ucapan Junod, bahwa orang buta tidak bisa membedakan warna uang.

"Lagian, Lu aneh. Perusahaan babe lu banyak. Milih jadi pengamen, di cafe kecil model beginian lagi." Sambung Junod dengan logat khas-nya.

"Lu tau apa, sih, Junaidi?" 

"Eh, eh, jaga tu mulut, ya! Gue ***** baru tau rasa, Lu."

"Amit-amit." Azzam menepuk-nepuk beberapa lembar uang kertas ke keningnya.

***

Pukul delapan pagi Azzam terbangun saat hangatnya sinar matahari pagi berhasil menembus ke dalam ruangan melalui celah-celah ventilasi. Di atas meja di sebelah sofa di mana Azzam berbaring sudah terletak anak kunci. Ini biasa dilakukan oleh Junod jika Azzam tidur di cafe. Junod akan meninggalkan salah satu anak kunci pintu cafe.

Azzam menarik jaket yang targantung di sandaran sofa, memakainya dengan cepat lalu dia menyandang gitar kesayangannya. Gitar akustik tua yang dia beli dengan uangnya sendiri hasil kerja kerasnya menjadi tukang parkir. Kala itu Azzam masih bersekolah di salah satu SMP ternama.

Motor tipe dua tak berwarna merah, Azzam tunggangi menembus hiruk pikuk jalan raya. Hingga motor itu mengarah ke sebuah rumah mewah yang berdiri kokoh di tengah rumah-rumah mewah lainnya. Penjaga rumah dengan cekatan membuka pintu pagar saat mendengar deru mesin motor milik Azzam.

Azzam tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada pria yang telah sepuluh tahun bekerja bersama orang tuanya. Pria berusia empat puluh enam tahun itu, akrab dipanggil Mang Ujang. Mang ujang merupakan salah satu teman ngobrol Azzam saat dia di rumah.

Setelah motor diparkirkan di garasi di antara enam mobil mewah. Azzam masuk ke rumah melalui pintu samping yang langsung menembus ke kolam renang. Saat itu terlihat Zalea anak dari Kak Zahra--kakak kandung Azzam sedang bermain sepeda. Dia lagi candunya bermain sepeda karena baru seminggu ini dia bisa bersepeda tanpa roda bantu.

"Om Azzam!" teriak Zalea. Dia menegakkan sepedanya dan berlari ke arah Azzam. 

Azzam menyambut dengan tangan terkembang, memeluk dan langsung saja menggendongnya. 

"Baru pulang, Zam?" tanya Kak Zahra saat Azzam melewatinya. "Lea dari kemarin nanyain kamu, tu." Sambung Kak Zahra. 

Azzam mencium pipi bulat Zalea. "Rindu, ya, sama, Om?"

Zalea mengangguk dan semakin mempererat pelukannya.

"Ingat pulang juga kamu?" 

Azzam menoleh ke arah sumber suara yang sangat berat dan berwibawah tersebut. Azzam tidak perlu menjawab. Toh, percuma saja menjawab yang akhirnya akan dicap sebagai pembangkang.

"Setiap hari kerjanya main-main. Nggak punya masa depan." Ucapan Pa Irud--ayah Azzam bukan sekali ini saja dia dengar.

"Bagaimana pertemuannya tadi malam, Pa?"

"Kamu mana mengerti," ketus Pa Irud.

Azzam menurunkan Zalea dari gendongannya. Dia menyuruh Zalea kembali bermain. 

"Aku ke kamar dulu, ya, Kak," ucap Azzam kepada Kak Zahra dan mengacuhkan Pa Irud yang berdiri tegak pinggang di ambang pintu.

Ketika menuju kamar di lantai dua, Azzam berpapasan dengan Azmi. "Baru pulang, Lu?"

"Yes," jawab Azzam singkat. "Gue ke kamar dulu, ya. Ngantuk."

"Sip." Azmi mengacungkan jempolnya.

Di saat Azzam ingin melanjutkan tidurnya, terdengar suara pintu kamar diketuk. Kak Zahra datang membawakan sarapan untuk Azzam. Sepiring nasi goreng kampung dengan telur mata sapi separuh matang. Tidak ketinggalan secangkir kopi hitam. Azzam juga penikmat kopi hitam.

"Kenapa repot gini, Kak," seru Azzam.

"Nggak, kok. Soalnya susah banget ketemu adek kakak yang satu ini." Kak Zahra tersenyum menggoda lelaki berambut sedikit gondrong itu.

Tanpa basa basi, Azzam menyantap nasi goreng kesukaannya. Sedangkan Kak Zahra sibuk merapikan pakaian Azzam yang berserakan. Kak Zahra memang sangat menyayangi Azzam. Mungkin karena Azzam selalu tersisih setelah Azmi lahir. 

"Kak," panggil Azzam di antara suapannya.

Kak Zahra menyahut tanpa menoleh. 

"Kakak masih ingat gadis kecil di desa waktu mama berobat dulu?" 

Mendengar pertanyaan Azzam, Kak Zahra menghentikan aktivitasnya dan memandang Azzam seakan sedang mencari informasi lebih. 

Terpopuler

Comments

bobo

bobo

critay nyesek bkin mewek .biasay ank yg sering d ungul2kan endingy mgecewakan.justru yg di sia siakan mlah org yg pling menyayangi kita

2022-12-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!