“Silakan duduk, Bapak, Ibu,” ujar Clara sopan.
Psikiater muda nan cantik itu segera mendudukkan dirinya pada kursi kebesaran miliknya.
“Maaf sebelumnya saya ingin bertanya apa yang membuat Nona Lyra sampai memiliki trauma?”
Renata menarik nafas panjang, perempuan itu terlebih dahulu menatap sang suami sebelum akhirnya menceritakan apa yang Lyra alami. Clara pun mendengarkan dengan seksama.
Hampir satu jam lamanya, setelah Renata menceritakan apa yang menimpa putrinya dan Clara memberitahukan metode pemulihan yang akan ia gunakan untuk membantu proses penyembuhan Lyra kedua orang tua Lyra itu berpamitan untuk meninggalkan ruang Clara. Clara sendiri pun tidak ikut kembali menghampiri Lyra, psikiater cantik itu akan memilih untuk kembali menghampiri Lyra besok pagi.
Renata dan Affandi disambut oleh seorang suster setibanya ia di ruang inap putrinya itu.
“Sudah tidur, Sus?” tanya Renata.
“Sudah, Buk,” jawab suster sopan.
Renata menganggukkan kepalanya, “Terima kasih ya, Sus, sudah bantuin jagain putri saya.”
“Sama-sama, Ibuk. Kalau begitu saya permisi,” final suster itu kemudian berlalu pergi.
Rena menghampiri putrinya diikuti Affandi. Wanita setengah baya itu menatap dalam Lyra sebelum akhirnya mendaratkan kecupan pada kening putrinya itu.
“Selamat tidur, sayang,” gumam Renata lembut.
...***...
“Jangan!”
“Jangan sentuh gue!”
“Jangan apa-apain gue!”
“Tolong!”
“Siapapun tolong!”
“Jangan gue mohon jangan!”
Lyra terus bergumam ketakutan. Keringat bercucuran dan lehernya terus bergerak gelisah ke kiri dan ke kanan.
Mendengar suara putrinya, Renata yang tertidur di sofa segera bangun dan menghampiri Lyra.
Hati Renata sakit melihat putrinya yang begitu ketakutan. Ia tidak bisa membayangkan seperti apa kejadian malam itu.
“Lyra sayang, bangun nak,” ujar Renata lembut namun Lyra tidak kunjung membuka mata. Gadis itu masih setia terpejam dengan air mata mengalir serta keringat bercucuran.
“Lyra sayang, ini mama heyyy, ayo bangun!” Renata terus berusaha untuk membangunkan sang putri namun sang putri masih setia pada alam mimpinya.
“Sayang, kenapa?” Affandi pun turut terbangun dari tidurnya mendengar suara Lyra yang beradu dengan putrinya.
“Lyra mimpi buruk, Pa,” jelas Renata.
Affandi segera menghampiri putrinya dan turut membantu putrinya itu untuk bangun sampai akhirnya Lyra berhasil membuka mata.
“Mama,” cicit Lyra.
“Iya sayang, ini mama,” kata Renata lembut. Wanita setengah baya itu kemudian membantu putrinya untuk bangkit dari posisinya sementara Affandi inisiatif untuk mengambilkan minum untuk putrinya.
“Minum dulu sayang,” ujar Renata.
Lyra menurut saja saat mamanya itu memberikan ia minum.
“Gapapa, ada mama sama papa di sini,” ujar Renata lembut sembari mengelap keringat dan air mata yang membanjir wajah putrinya menggunakan telapak tangannya.
“Lyra takut, Ma, Pa,” adu Lyra.
“Takut kenapa sayang? di sini nggak ada siapa-siapa selain mama sama papa,” ujar Renata.
“Mama temenin Lyra tidur, ya?” Renata kembali bersuara yang kemudian dijawab anggukan oleh Lyra.
Dengan bantuan Renata, Lyra menggeser tubuhnya kemudian kembali berbaring diikuti Renata di sampingnya. Ibu dan anak itupun akhirnya tidur di atas ranjang yang sama.
Beberapa menit kemudian, melihat putrinya sudah mulai tenang, Affandi akhirnya menghela nafas lega. Ia kembali kemudian membantu merapikan selimut istri dan anaknya sebelum akhirnya ia kembali menuju sofa untuk mengistirahatkan diri.
Keesokan paginya, seorang dokter wanita tiba di ruangan Lyra untuk memeriksa keadaan perempuan itu.
“Selamat pagi,” sapa dokter itu hangat.
“Selamat pagi, Dok,” jawab Renata yang sedang mengupas apel.
“Dokter cek dulu ya keadaannya,” ujar dokter itu meminta ijin sebelum akhirnya mulai memeriksa keadaan Lyra.
“Hari ini mulai makan bubur, ya?” ujar dokter setelah selesai memeriksa Lyra.
“Eneg, Dok,” jawab Lyra.
“Itu diakibatkan karena asam lambung kamu naik cantik. Harus tetep dipaksa makan walupun sedikit, ya?”
Lyra tidak menjawab, ia hanya terdiam.
“Baiklah kalau begitu saya permisi, nanti psikiater Clara akan datang ke sini,” kata dokter itu.
“Iya, Dok, terima kasih, ya,” ujar Renata.
“Sama-sama, Ibuk,” final dokter itu kemudian berlalu meninggalkan Lyra bersama sang mama.
...***...
“Lyra udah dua hari nggak masuk sekolah kenapa, ya?” ujar salah seorang gadis dengan seragam SMA yang membaluti tubuhnya.
“Iya, hpnya juga nggak aktif semenjak pesta kemarin,” seorang gadis pun menimpali.
“Pulang sekolah nanti kita cabut ke rumahnya, yuk!” ajak gadis yang lainnya.
“Boleh.”
Ketiga gadis itu kemudian melanjutkan menyantap makanannya yang tersisa. Di tengah-tengah kegiatannya menikmati makan siang, seorang lelaki tampan tiba-tiba menghampiri meja ketiga gadis yang membicarakan Lyra.
“Manda, Rara, Keysa, lo bertiga pada tau nggak Lyra kenapa dua hari nggak ada kabar?”
“Kita bertiga nggak tahu, makannya pulang sekolah nanti kita mau ke rumahnya,” balas gadis dengan name tag Amanda.
“Nggak biasanya dia kayak gini, ponselnya juga nggak aktif bikin khawatir aja,” ujar lelaki itu.
“Nanti lo ikut aja kita bertiga ke rumahnya Lyra,” seru gadis dengan name tag Rara.
“Boleh deh, nanti lo kabarin gue aja ya kalau mau berangkat,” kata lelaki itu.
“Syapp!” jawab Rara.
“Ya udah deh, kalian lanjutin makannya gue balik ke kelas dulu,” final lelaki itu kemudian meninggalkan Amanda, Rara dan Keysia yang merupakan besti Lyra.
Dia adalah Rangga—ketua OSIS juga salah satu most wanted di SMA Wiradaksa. Rangga sendiri adalah kekasih Lyra sejak awal mereka memasuki SMA Wiradaksa.
Kaki jenjang Rangga terus melangkah menyusuri koridor yang lumayan ramai dihuni siswa maupun siswi yang sedang berbincang. Namun, di tengah-tengah perjalanannya menuju ke kelasnya, netra Rangga tidak sengaja melihat Affandi yang baru saja keluar dari ruangan kepala sekolah. Segera, Rangga berlari menghampiri papa Lyra.
“Om Affandi!” seru Rangga memanggil papa dari kekasihnya itu.
Merasa disebut namanya, Affandi pun menghentikan langkahnya. Didapatinya Rangga yang sekarang berlari ke arahnya.
“Rangga,” ujar Affandi saat Rangga telah berdiri tepat di hadapannya.
“Om Fandi kenapa ke sekolah?” tanya Rangga.
“Om baru saja ketemu sama kepala sekolah kamu,” jawab Affandi.
“Ada apa ya, Om? apa ini berkaitan dengan Lyra yang sudah dua hari tidak masuk sekolah?”
“Iya, tadi Om minta ijin sama kepala sekolah kalau dalam kurun waktu satu bulan mungkin Lyra tidak akan bisa masuk sekolah dan mengikuti pelajaran seperti biasa.”
“Tapi kenapa, Om? apa Lyra sedang sakit?”
“Lyra tidak apa-apa kamu tidak perlu cemas. Hanya saja untuk satu bulan ke depan ini Lyra akan ikut Om ke tempat omanya karena omanya lagi sakit,” alibi Affandi.
“Syukurlah kalau Lyra tidak apa-apa. Semoga Oma cepat sehat lagi, ya, Om,” ujar Rangga.
“Iya, makasih ya. Kalau gitu, Om pergi dulu.”
“Iya, Om, hati-hati,” kata Rangga yang kemudian dijawab anggukan oleh Affandi sebelum akhirnya lelaki itu berlalu pergi.
Rangga pun kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Lelaki itu kembali menuju kelas karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
...***...
Thank you udah mampir ♡
Jangan lupa dilike, vote, komen dan share ke teman-teman kalian agar ramai yang baca dan aku jadi makin semangat buat updatenya yaa ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞Putri𖣤᭄𒈒⃟ʟʙ⏤͟͟͞͞R
yang melakukan itu siapa ya? kok belum muncul?
kasian lyra dan rangga
2022-10-05
1
bagonjong
kasian lyra
2022-10-04
0
Ningrum
ksihan lyra
2022-10-04
0