–10 Mei 3024–
Di kota Hawkingson, sebuah kota yang terletak di negeri Lightio, yang juga merupakan pusat pemerintahan dari negeri tersebut, terlihat dua orang prajurit datang tergesa-gesa menuju ke sebuah ruangan.
Setelah kedua prajurit itu masuk ke dalam ruangan tersebut, nampak seorang pria sedang duduk dengan mengangkat kedua kakinya pada sebuah meja yang berada di depannya.
“Tuan Hefaistos, para prajurit yang kita kirim ke wilayah utara tidak dapat menembus penghalangnya,” ucap salah satu prajurit.
“Hmph… Sepertinya sangat sulit untuk dapat menembusnya… Memang ilmu sihir dari Artemis sangat merepotkan,” respon pria yang terlihat sedang bersantai itu.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang tuan?” Tanya salah satu prajurit.
“Aku ingin kalian menghubungi adikku Lucierence untuk membujuk istriku itu agar bisa berdamai,” jawab pria itu.
“Baik tuan…” Ucap kedua prajurit itu, mengerti dengan perintah pimpinannya tersebut.
“Tapi… Jika kali tidak berhasil lagi, maka aku sendiri yang akan turun tangan,” kata pria itu.
***
Beberapa saat kemudian, berpindah ke kota Workyen, salah kota yang merupakan kota terbesar serta pusat ekonomi yang berada di negeri Lightio. Kota tersebut juga merupakan kota rumah dari clan Silkbar, clan penyihir terkuat dan pimpinan dari negeri bagian tempat kota itu berada.
Terlihat seorang pria keluar dari sebuah bangunan dengan diikuti oleh beberapa prajurit di belakangnya.
“Apa semuanya sudah dipersiapkan?” Tanya pria itu pada prajurit yang mengikutinya.
“Semuanya sudah dipersiapkan tuan Lucierence… Anda tinggal menunggu kendaraan kita kemari untuk berangkat,” jawab salah satu prajurit.
“Kalau begitu, aku mau berpamitan terlebih dahulu kepada keluargaku,” balas pria bernama Lucierence itu.
Baru saja beberapa langkah pria itu berjalan hendak menuju ke suatu tempat, tiba-tiba saja dia terhenti setelah melihat seorang wanita dan seorang pemuda datang menghampirinya.
“Oh… Ternyata kalian sudah disini. Aku baru saja mau datang menemui kalian,” ucap pria itu.
“Jadi kau mau menemui kakak Artemis disana?” Tanya wanita yang baru datang tersebut.
“Iya, ini perintah dari kakak Hefaistos… Tapi, aku tidak yakin bahwa kakak Artemis akan menyetujui perdamaian ini,” kata pria itu.
“Entah kenapa mereka harus berpisah… Aku bahkan sudah lupa dengan nama anak-anak mereka yang dibawa oleh kak Artemis dulu,” lanjutnya.
“Aku juga sudah lupa,” ucap wanita itu juga.
Pria bernama Lucierence itu kemudian menatap seorang pemuda yang datang bersama wanita itu.
“Hei Flogaz, ada apa dengan wajahmu?” Tanya Lucierence, melihat wajah cemberut dari pemuda itu.
“Ayah… Biarkan aku ikut denganmu,” jawab pemuda itu.
“Lain kali saja… Lagipula kau akan segera kembali ke Xemico secepatnya.”
“Yah sudahlah…” Mendengar kata dari ayah tersebut, ekspresi dari pemuda bernama Flogaz itu nampak menjadi lebih cemberut dari sebelumnya.
“Oh yah… Dimana Rayvor, kakakmu berada? Kenapa dia tidak datang kemari?” Tanya Lucierence lagi sambil melihat-lihat ke sekitaran.
“Entahlah… Mungkin saja dia sedang berlatih,” jawab Flogaz.
“Iya, aku juga tidak melihatnya sedari tadi,” sambung wanita yang bersama mereka.
Beberapa saat kemudian sebuah rombongan kendaraan datang menghampiri mereka yang berada di tempat itu.
“Kalau begitu, aku pergi dulu… Titipkan salamku pada Rayvor bahwa aku akan pergi beberapa hari,” kata pria itu.
“Baiklah,” respon wanita itu.
Pria bernama Lucierence bersama dengan beberapa prajurit yang bersamanya naik ke dalam kendaraan-kendaraan tersebut dan kemudian pergi beranjak dari tempat itu.
**
Beberapa saat kemudian, di dalam kendaraan Lucierence terlihat berbincang dengan para prajurit.
“Kenapa kita tidak melewati rute darat ataupun udara saja?” Tanya Lucierence.
“Sesuai informasi yang kami dapat, para anggota clan-clan utara sering berjaga diperbatasan darat. Jika kita menempuh rute-rute tersebut, aku khawatir jika mereka akan menyerang kita,” kata salah satu prajurit.
“Hanya daerah sekitar kawasan danau raksasa yang minim penjagaan mereka,” lanjut prajurit tersebut.
“Baik, aku mengerti… Lagipula kita datang untuk berdamai bukan untuk menyerang mereka,” respon pria itu.
**
Kemudian di salah satu bagian belakang kendaraan tempat barang-barang diletakkan, nampak seorang pemuda berambut hitam aksen pirang dengan panjang sebahu pada bagian belakangnya keluar dari salah satu kotak barang.
Pemuda itu sepertinya sedang mengendap-endap dengan bersembunyi di dalam kotak tersebut untuk mengikuti mereka menuju wilayah utara.
“Walaupun harus seperti ini, tapi akhirnya aku berhasil ikut dengan mereka,” ucap pemuda itu.
Dia kemudian mengambil buah apel yang berada di dalam kotak dan langsung memakannya.
“Aku sudah tidak sabar lagi untuk kesana…”
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, kendaraan-kendaraan tersebut akhirnya sampai di pinggiran sebuah danau yang telah terparkir sebuah kapal disana.
Lucierence bersama dengan para prajurit lalu turun dari kendaraan mereka. Beberapa prajurit kemudian langsung mengangkat barang-barang yang dibawah oleh mereka menuju kapal yang berada di pinggir danau tersebut.
**
Setelah semuanya selesai dan telah berada di atas, kapal tersebut kemudian berjalan melakukan pelayarannya.
“Kenapa juga nama danau ini harus bernama Raioton? Kenapa tidak Workyen saja?” Gumam pria bernama Lucierence itu sendirian.
“Itu karena kalian telah kalah atas sengketa danau ini dengan negeri Fuegonia.” Mendadak pemuda yang sebelumnya bersembunyi di dalam kotak barang datang menghampiri Lucierence dan menjawab pertanyaannya.
“Rayvor…! Kenapa kau berada disini?” Pria itu sontak terkejut melihat pemuda tersebut berada di atas kapal.
“Untuk apa lagi… Jelas saja aku ingin ikut dengan kalian,” jawab pemuda itu.
“Haah… Kalau sudah begini aku tidak bisa menyuruhmu balik… Atau, apakah kau mau berenang sampai ke daratan kembali sendiri?”
“Tidak terima kasih, lebih baik kau yang kembali… Dan aku saja yang memimpin perjalanan ini,”
“Dasar bocah ini… Baiklah, nikmati saja perjalananmu. Aku mau menghubungi ibumu bahwa kau diam-diam mengikutiku.” Lucierence kemudian pergi meninggalkan pemuda itu sendirian.
Pemuda bernama Rayvor itu lalu menuju ke bagian paling depan kapal dan naik ke sebuah pegangan pinggiran kapal. Salah satu tangannya kemudian memegang sebuah tiang didekatnya.
“Wuu… Huu…” Teriak pemuda itu dengan senangnya setelah berhasil mengikuti mereka.
***
Di tempat lain tampak seorang gadis cantik dengan mata berwana hijau yang indah sedang duduk di pinggiran sebuah tebing yang menghadap langsung ke sebuah danau. Dengan angin yang bertiup mengibaskan rambut hitam panjangnya membuat gadis tersebut nampak lebih anggun berada di tempat itu.
Tak berapa lama, seseorang dari bawah tebing datang mendekat. Nampak seorang pemuda dengan rambut berwarna abu-abu gelap dan mata yang mirip dengan warna mata dari gadis yang berdiri pinggiran tebing itu.
“Zchaira… Ternyata sedari ku berada di tempat ini rupanya,” kata pemuda itu.
Gadis yang berdiri di atas tebing tersebut sontak menoleh ke bawah setelah mendengar panggilan dari pemuda itu padanya.
“Kakak… Ada apa?” Tanya gadis.
“Ibu mencarimu dari tadi. Dia khawatir jika kau hilang,” jawab pemuda itu.
“Baiklah, aku kesana sekarang.”
Dengan lincahnya, gadis tersebut melompati satu per satu bebatuan menuruni tebing yang sangat tinggi itu.
“Ekh…” Namun, tiba-tiba karena sebuah karena bebatuan yang tidak kokoh, gadis sontak kehilangan keseimbangannya dan jatuh meluncur ke bawah dengan cepat.
Dengan sigap, pemuda yang berada di bawah langsung melompat dan menangkap gadis itu tepat pada waktunya.
“Terima kasih, kakak…”
“Dasar bodoh… Untuk apa kau melompat-lompat seperti itu… Buat apa jalan itu,” ucap pemuda itu dengan nada tinggi sambil menunjuk sebuah jalan menurun yang lebih baik dilewati oleh gadis itu tanpa harus melompati bebatuan tebing.
“Ayo, lebih baik kita berangkat sekarang… Ibu pasti sudah mengkhawatirkanmu.” Pemuda itu kemudian menurunkan gadis tersebut dan berjalan lebih dulu darinya.
“Baiklah…” Ucap gadis itu.
***
Setelah berjalan cukup lama sampai matahari pun terbenam, mereka akhirnya sampai di sebuah pedesaan dengan pemukiman semi-permanen yang berada di tengah hutan. Gadis dan pemuda itu kemudian berjalan memasuki salah satu rumah yang berada di desa tersebut.
“Zchaira… Darimana saja kau?” Nampak seorang perempuan muda datang menghampiri gadis itu dan langsung memegang kedua pundaknya.
“Dia sedang melamun di pinggiran tebing tadi,” ucap si pemuda.
“Benarkah itu?” Tanya wanita itu.
“Iya ibu,” jawab gadis bernama Zchaira pada perempuan, yang ternyata merupakan ibunya tersebut.
“Kenapa kau berada di tempat itu? Apa yang sedang kau lakukan disana?” Tanya perempuan itu lagi.
“Ibu… Aku hanya penasaran saja tentang bagaimana dunia luar, kenapa kita tidak boleh keluar dari daerah ini?”
Mendengar jawaban dari gadis tersebut, wanita yang dipanggilnya dengan sebutan ibu itu sontak menjadi terkejut.
“Zchaira… Sudah ibu bilang bahwa dunia luar itu sangat berbahaya. Ibu bahkan menentang keputusan dari para pimpinan negeri Lightio demi melindungi kalian berdua serta orang-orang kita dari ancaman ras keturunan campuran.”
“Tapi, ibu… Mau sampai kapan kita menutup diri seperti ini. Bukankah ras-ras campuran itu bahkan sudah tidak lagi memperbudak kaum kita selama ratusan tahun?” Gadis bernama Zchaira itu pun sontak menjadi kesal karena mendengar penjelasan yang kurang meyakinkan dari ibunya tersebut.
Saking kesalnya, gadis itu pun berlari keluar meninggalkan ibu dan saudaranya tersebut.
“Zchaira!”
“Ibu, biar aku saja.” Kata saudara laki-laki dari Zchaira, langsung menghentikan ibunya yang mau mengejar gadis tersebut.
Pemuda itu pun sontak keluar untuk mengejar saudaranya tersebut.
***
Pada malam hari, terlihat Zchaira sedang duduk bersama dengan para warga mengelilingi sebuah api unggun yang besar.
Tak berapa lama kemudian, saudara dari Zchaira datang menghampirinya dan duduk disamping gadis itu.
“Hei, apakah kau masih kesal?” tanya pemuda itu.
“Tidak juga… Aku hanya penasaran saja tentang dunia luar itu seperti apa keadaannya,” jawab Zchaira.
“Aku juga penasaran dunia luar itu seperti apa… Katanya selain benua ini, diseberang sana terdapat benua lain yang memiliki budaya berbeda dengan negeri ini.”
“Bahkan, ada benua yang memiliki pengetahuan dan teknologi paling maju diantara benua-benua yang lain.”
“Aku juga tahu itu, para manusia dari benua itu sering menculik para ras campuran kan?” Kata Zchaira.
“Iya benar.”
Kemudian terlihat tetua dari desa tersebut datang menghampiri para warga yang sedang duduk di sekeliling api unggun itu.
Tetua itu lalu mengangkat kedua tangannya di depan api unggun dan memainkan jarinya. Sontak asap yang keluar dari api unggun tersebut menjadi lebih tebal.
“Sepertinya cerita itu lagi,” kata Zchaira.
“Dahulu kala… Sebelum negeri ini terbentuk, para manusia hidup di atas tekanan dari para ras berkulit pucat, bertaring dan memiliki ekor layaknya seekor ular.” Asap yang tebal tersebut sontak berubah-ubah bentuk sesuai dengan cerita dari tetua itu.
“Mereka membuat kaum kita hidup sengsara. Diperbudak, disiksa dan dibantai.”
“Namun, ras baik hati berambut putih dari utara memberikan kekuatan mereka pada kaum kita terdahulu untuk bisa melawan ras-ras jahat itu.”
“Kaum-kaum kita akhirnya bisa mengusir para ras jahat itu dari tanah ini. Menjadi aman dan damai.”
“Aku bahkan belum pernah melihat langsung ras rambut putih itu. Apakah mereka masih ada sampai sekarang?” Kata Zchaira.
“Entahlah…” Kata saudaranya.
“Namun… Setelah berabad-abad lamanya, mereka akhirnya dapat menghasut pimpinan negeri ini dengan dalih menjalin sebuah aliansi.”
Zchaira dan saudaranya, serta para warga yang mendengar cerita dari tetua itu sontak menjadi tegang, karena sebelumnya mereka belum pernah mendengar tetua tersebut melanjutkan ceritanya.
“Cepat atau lambat, kehidupan kita damai kita akan terusik jika kita membiarkan hal tersebut.”
***
Di lain tempat, nampak kapal dari Lucierence telah berlabuh. Terlihat telah mendirikan tenda-tenda untuk bermalam di pinggiran danau tersebut.
“Ayah, kau bilang daerah ini ditutupi oleh sebuah penghalang… Aku tidak melihat sebuah penghalang di sekitar sini?” Tanya pemuda bernama Rayvor itu sambil melihat-lihat ke sekitaran tempat tersebut.
Mendengar pertanyaan dari anaknya tersebut, pria itu kemudian mengambil sebuah batu dan langsung melemparkannya lurus ke depan.
“Akh…!” Tampak batu yang dilemparkannya itu memantul dan mengenai kepala dari pemuda tersebut.
“Penghalang itu tidak bisa dilihat jika kita tidak menyentuhnya,” ucap Lucierence.
“Siapa orang yang menciptakan penghalang ini? Pasti dia setara dengan paman Hefaistos,” Tanya pemuda itu.
“Dia adalah bibimu, salah satu World Venerate negeri ini,” jawab Lucierence.
Pria itu kemudian berjalan mendekati penghalang yang tak kasat tersebut.
“Ayah, mau kemana?”
“Aku mau menyapa bibimu. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya.”
“Penetrans sillabare…” Lucierence kemudian memancarkan energi sihirnya dan perlahan-lahan berjalan menembus penghalang tersebut.
Seketika pria itu terbang dengan kecepatan tinggi meninggalkan tempat tersebut.
“Mantra penembus… Aku pernah mempelajarinya di akademi sebelumnya,” gumam pemuda itu.
Dia kemudian melihat ke arah prajurit Lightio. Setelah dirasanya bahwa prajurit-prajurit tersebut tidak memperhatikannya, pemuda itu seketika pergi menjauhi mereka.
**
Tak berapa lama, pemuda itu berhenti di suatu tempat dan mendekati penghalang tersebut.
“Penetrans sillabare…” Dia pun mengaktifkan kekuatan sihir seperti yang dilakukan oleh ayahnya sebelumnya dan perlahan-lahan berjalan menembus penghalang tersebut.
“Akh…!” Namun, seketika pemuda itu terlempar karena tidak mampu menahan tekanan dari penghalang tersebut.
“Sial…” Keluhnya.
“Penetrans sillabare…”
“Akh…!” Dalam percobaan yang kedua kalinya, dia tetap tidak bisa menembus penghalang tersebut.
***
Beralih pada Lucierence yang hampir sampai di pedesaan. Setelah melihat tempat tersebut di depan matanya, pria itu kemudian turun dan berjalan menuju desa itu.
“Lucierence… Ada apa kau kemari?” Tiba-tiba seseorang berbicara, yang sontak membuat pria seketika menghentikan langkahnya.
“Apa mungkin Hefaistos yang menyuruhmu kemari?” Terlihat ibu dari Zchaira muncul dari kegelapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments