Bab 4 Janji Perpisahan

Itu adalah pesta terbaik sepanjang hidup Patricia, lebih berkesan dari pesta pertamanya saat merayakan ulang tahun. Semua orang begitu baik dan pengertian, terlebih Estes dengan segala petualangannya yang membuat Patricia bersemangat.

Saking bersemangatnya ia sampai lupa pada Sonu, saat sadar Sonu sudah tidak ada disana. Mencoba mencari akhirnya ia menemukan Sonu di rumah, duduk sendiri didepan perapian.

"Kenapa kau pulang tanpa memberitahuku?" tanyanya.

"Apa gunanya?" balas Sonu ketus.

"Ada apa denganmu? kau marah padaku?" tanya Patricia lagi kini dengan nada yang lebih tinggi.

"Tidak," jawab Sonu singkat tapi sambil berjalan keluar.

Tentu itu adalah sikap merajuk yang Patricia sadari, segera ia mengikuti langkah Sonu pergi keluar.

"Jika tidak kenapa kau menghindari ku? bahkan sekarang kau tidak mau melihatku!" ujarnya kesal.

Sonu berbalik, menatap Patricia untuk membuktikan bahwa ia bersikap normal tapi raut wajahnya yang kesal tak dapat disembunyikan.

"Maafkan aku, apa pun salah ku," ujar Patricia pelan.

"Kau tidak salah."

"Ayolah Sonu... berhenti bersikap seperti anak kecil!" pinta Patricia yang mulai jengkel.

"Kenapa kau selalu memaksa? aku bilang aku tidak marah dan kau tidak salah!" teriak Sonu mulai naik pitam.

Saat itulah Estes yang sedang mencari Patricia melihat dari kejauhan bagaimana kedua orang itu beradu mulut, entah mengapa melihat hal itu membuatnya senang hingga akhirnya ia memutuskan untuk berdiri di sana menonton.

"Jelas sekali kau marah! kau berteriak padaku!" ucap Patricia sama kerasnya.

"Hentikan semua ini! kau membuatku muak dengan keingintahuan mu yang konyol!" ujar Sonu kembali berjalan meningalkan tempat itu.

"Kau mau kemana lagi?" tanya Patricia meraih tangan itu.

"Lepaskan!" bentak Sonu sambil mendorong.

Bruk

"Aw!" pekik Patricia sambil meringis.

Melihat bagaimana Sonu mendorong Patricia hingga terjatuh membuat Estes marah, dengan cepat ia berlari menghampiri mereka.

"Patricia! kau tidak apa-apa?" tanyanya sambil cepat memeriksa keadaan Patricia, sementara Sonu bengong menatap ketidaksengajaannya.

"Tidak.." sahut Patricia sambil menepuk tangannya yang kotor.

"Kau... beraninya kau!" teriak Estes meraih kerah baju Sonu.

"Dasar brengsek! berani sekali kau berbuat seperti itu kepada seorang gadis!" teriaknya lagi menyadarkan Sonu.

"Aku tidak sengaja melakukannya," sahut Sonu.

"Tidak sengaja katamu? jelas-jelas kau mendorongnya! pria seperti kalian memang tidak punya harga diri, pengecut!."

"Hei hati-hati jika bicara!" ujar Sonu yang tak terima akan penghinaan itu.

"Kenapa? kau tidak terima? memang seperti itulah kalian, sekumpulan orang bar-bar."

"Kau pikir kau lebih baik? sadarlah.. kau juga tidak lebih dari anjing penjaga yang suka menjilati tuannya," balas Sonu.

Itu adalah kata tertajam yang menyakitkan, Estes sudah tak bisa menahan diri hingga akhirnya satu pukulan mendarat tepat di pipi kiri Sonu.

"Aaaa... hentikan! apa yang kalian lakukan?" teriak Patricia cemas.

Tapi kedua pemuda itu tak mau mendengarnya, mereka pun terlibat dalam satu perkelahian tangan kosong. Sonu memberikan pukulan dan tendangan yang biasa ia berikan untuk makhluk berdarah dingin, sementara Estes juga tak mau kalah. Ia mempraktikkan bagaimana selama ini ia diajarkan bertarung oleh pemimpinnya di istana.

Kekuatan mereka seimbang, meski beberapa kali terlihat Estes kesulitan mengimbangi kecepatan Sonu. Tentu saja dengan pengalaman dan lawan yang selama ini meraka kalahkan menjadi tolak ukur kekuatan masing-masing, Sonu sudah terbiasa menghadapi berbagai medan dan musuh dengan berbagai kelebihan yang membuatnya unggul.

Diakhir pertarungan itu Estes tersungkur ke tanah dan Sonu siap memberikan satu serangan terakhir, tapi.

Syuuut

Jleb

Sonu menghindar tepat waktu, satu anak panah melayang hampir mengenai tubuhnya dan mendarat ke tanah. Mereka menengok kesamping dan menemukan Pernah berdiri tegak dengan busur yang masih terangkat.

"Aku bilang berhenti," ujarnya tegas.

Mereka terdiam untuk beberapa menit, tapi kemudian Patricia berjalan menghampiri Estes untuk melihat separah apa luka yang dia terima.

"Kenapa kau melakukan ini? kau sudah melukainya!" bentak Patricia dengan mata melotot yang di tujukan kepada Sonu.

Itu sangat menyakiti hatinya, sadar bahwa dia telah kalah Sonu pun memilih untuk pergi meninggalkan tempat itu.

"Kau baik-baik saja?" tanya Patricia melembut.

"Ya, aku tidak apa-apa," sahutnya.

"Maaf, tidak seharusnya dia bersikap seperti itu," ujar Patricia menyesal.

"Sudahlah, perkelahian antar pemuda adalah hal yang wajar," ujar Estes menyembunyikan senyum kemenangannya.

"Ayo bangun, aku akan membersihkan lukamu." ujar Patricia sambil membantu Estes bangkit.

...----------------...

Semua barangnya sudah lengkap, kini dengan mengenakan jubah hitamnya Sonu pergi keluar untuk menemui Benjamin. Ia tahu kakek tua itu selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan dan bekerja, karena itu ia bangun lebih pagi.

"Kau mau pergi?" tanya Benjamin melihat Sonu keluar.

"Ya, sebenarnya aku ingin pergi diam-diam. Tapi aku ingat janjiku padamu," sahutnya.

"Kau tidak pergi karena kalah dari Estes kan?" tanya Benjamin lagi yang membuatnya melongo, rupanya malam itu Benjamin juga melihat perkelahian mereka.

"Tentu saja tidak, ini karena Patricia ingin menjadi ksatria. Kehidupan ku terlalu berbahaya bagi seorang gadis, lagi pula aku tak tahan dengan sifatnya yang cerewet," jawabnya.

"Itu bagus, aku sudah kehilangan seorang menantu dan putri kesayangan ku. Aku tidak mau kehilangan cucuku yang menjadi keluarga ku satu-satunya," ujar Benjamin yang membuat Sonu duduk di sampingnya.

Benjamin menghela nafas panjang, mengingat bagaimana berita duka melumpuhkan semua indranya.

"Beberapa minggu yang lalu Patricia kembali ke sini, dengan raut wajah sedih dan kehilangan cahaya. Ia mengatakan orangtuanya dihabisi oleh monster," ujar Benjamin.

"Itukah alasan mengapa dia ingin menjadi ksatria?" tanya Sonu.

"Orangtua adalah segalanya bagi Patricia, menurut mu bagaimana bisa seorang gadis hidup dengan ingatan mengerikan?" balasnya.

"Aku mengerti."

"Cucuku lahir di sini, dia adalah anak yang aktif dan suka petualangan. Dia gadis baik yang sering membantu orang dan menolong teman, lalu ayahnya pindah ke desa lain untuk berdagang. Mereka pun pergi dan tidak pernah kembali," ujarnya penuh sarat yang dalam.

Sonu sangat mengerti perasaan Benjamin, ia juga mengerti posisi Patricia yang membuatnya justru lebih tidak ingin lagi bertemu dengannya. Takut gadis itu akan terus berusaha dan nekat masuk ke dalam dunianya.

"Semenjak kematian orangtuanya Patricia sangat pemurung, tapi berkatmu kini dia kembali ceria. Terimakasih telah datang dalam hidupnya," ucap Benjamin.

"Aku tidak melakukan apa pun, dia sendiri yang menemukan keceriaan kembali dengan caranya," sahutnya.

Benjamin mengangguk setuju, tapi tetap saja jika Sonu tidak ada belum tentu Patricia dapat lepas dari dukanya. Matahari akan terbit, memberitahu Sonu untuk segera angkat kaki jika tidak ingin Patricia menemukannya.

"Selamat tinggal," ujarnya mengulurkan tangan.

"Tidak, jangan katakan itu. Sampai bertemu lagi," sahut Benjamin.

Sonu tersenyum dan langkah pun ia ambil, untuk yang terakhir kalinya ia menatap ke sebuah jendela dimana itu adalah kamar Patricia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!