Ada sesuatu yang merayap di lehernya, sesuatu yang hangat dan cukup lembut.
Gep
Hhhhhhh Hhhhhhh Hhhhhhh
Mata merahnya menatap sepasang mata coklat milik Patricia, tanganya kokoh memegang lengan Patricia yang mulai basah karena tetesan air dari handuk.
"Kau menyakiti ku," ujar Patricia masih sedikit kaget sebab Sonu tiba-tiba bangun dan meraih tangannya.
"Maafkan aku..." ucapnya melepaskan genggaman.
"Dimana ini?" tanyanya sambil mencoba mengatur nafas.
"Rumah kakek ku, aku menemukan mu di bawah tebing dengan kondisi terluka parah jadi aku membawamu kemari," jelasnya.
Uh.. Pekik Sonu saat mencoba bangkit, perban di perutnya mengetat karena otot perut yang mengencang. Rasanya cukup nyeri hingga membuatnya meringis, tapi setelah ia berhasil duduk rasa nyerinya berkurang.
"Kau masih belum stabil, aku akan membawakan mu sup itu akan membuatmu lebih baik," ujar Patricia segera keluar dari kamar itu.
Sambil mengambilkan semangkuk sup ia juga memberitahu Benjamin bahwa Sonu telah sadar, segera Benjamin pun pergi menemui Sonu untuk melihat bagaimana keadaannya.
"Aku senang kau akhirnya sadar, ada banyak pertanyaan yang harus kau jawab. Tapi untuk saat ini pulihkan dulu tenagamu dan aku harap kau tidak menghilang begitu saja," ujar Benjamin sambil berjalan menghampiri Sonu.
"Kenapa aku harus lari dari orang yang telah menyelamatkan hidupku?" tanya Sonu dengan sedikit senyum.
"Beberapa orang memiliki rahasia yang membuat mereka menghilang seperti asap."
"Aku tidak akan pergi kemana pun sampai kau mengijinkannya," janji Sonu.
"Aku senang mendengarnya," balas Benjamin.
"Kau bisa memanggilku Benjamin, anggap saja sebagai rumah mu sendiri," lanjutnya.
"Terimakasih," balas Sonu sungguh-sungguh.
Karena masih memiliki pekerjaan Benjamin pun pergi, bertepatan dengan datangnya Patricia ke kamar itu untuk memberikan semangkuk sup.
Meski Sonu mendapatkan luka berat tapi berkat ketelatenan Patricia ia bisa sembuh dengan cepat, esok harinya ia bisa bangun dari tempat tidur dan pergi jalan-jalan keluar.
Ia ikut bergabung bersama Patricia dan Benjamin yang sedang membelah kayu bakar, lalu ia pun menceritakan apa yang telah terjadi kepadanya sampai bisa berakhir di bawah jurang dengan luka berat.
Sonu adalah seorang ksatria bayaran yang selalu mengambil misi dari serikat petualangan, ia sudah terbiasa melawan monster dan menghadapi kematian. Tapi ini adalah kasus yang berbeda, ia tahu resiko dari pekerjaannya adalah marabahaya juga dendam.
Tapi seumur hidupnya yang ia bunuh hanya monster yang merugikan manusia untuk itu musuh yang ingin balas dendam padanya harusnya ras lain, tapi malam itu yang memburunya justru sekelompok manusia dengan ilmu pedang yang mumpuni.
"Aku sendiri tidak tahu siapa mereka, yang jelas mereka menginginkan nyawaku," ujar Sonu diakhir ceritanya.
"Mungkin kau hanya membunuh monster tapi seorang ksatria tidak hanya berurusan dengan monster, mungkin kau pernah menyakiti seseorang namun kau melupakannya dan dia tidak," komentar Benjamin.
Sonu hanya mengangguk-anggukan kepala, sementara Patricia terlihat begitu tertarik pada cerita Sonu.
"Yah mau bagaimana pun kini kau sudah tiba di desa kami, aku menyambut mu dengan tangan terbuka jadi silahkan nikmati apa yang bisa kami berikan," ucap Benjamin.
"Terimakasih, terimakasih atas pertolongan kalian dan telah mengijinkan ku tinggal."
"Tidak masalah," balas Benjamin yang kemudian pergi untuk menyimpan kayu bakar.
"Yah setidaknya mungkin kau bisa membantu beberapa pekerjaan ku," sahut Patricia setelah kepergian Benjamin.
"Jadi nona, apa yang bisa ku bantu?" tanya Sonu dengan senyum ramah.
"Mungkin kau bisa carikan kami makan malam, di hutan ini daging kijangnya terkenal enak."
"Sesuai dengan permintaan mu," balas Sonu sambil sedikit menundukkan kepala yang membuat Patricia tersenyum geli.
Sonu segera mengambil peralatannya seperti belati juga meminjam busur milik Benjamin, bersama Patricia mereka pergi ke dalam hutan.
Sepanjang jalan itu sambil mencari hewan buruan Patricia banyak bertanya tentang hidup Sonu, seperti bagaimana ia bekerja atau dimana keluarganya. Dengan senang hati Sonu menjawab setiap pertanyaan itu, tapi rupanya itu tidaklah cukup. Patricia terus bertanya banyak tentang kehidupan ksatria bayaran yang membuat Sonu akhirnya merasa sedikit jengkel.
"Sepertinya kau sangat tertarik padaku," ujarnya.
"Lebih tepatnya pada kehidupanmu sebagai ksatria bayaran," sahutnya.
"Kau ingin jadi ksatria?" tanya Sonu.
Dengan tegas Patricia menganggukan kepala yang artinya bahwa itu benar.
"Apa yang membuatmu tertarik? diagungkan bak pahlawan? memainkan pedang seolah itu keren? percayalah nona itu hanya cara kami menghibur diri setelah berhasil selamat dari kematian," tanya Sonu dengan senyum mengejek.
"Membunuh monster!" jawab Patricia tegas.
Untuk pertama kalinya Sonu melihat api dimata seorang gadis yang membawa bunga ditangan, saat angin berhembus mengibarkan rambut panjang Patricia ia melihat sosok ksatria yang tangguh dan pemberani. Begitu menawan hingga membuat kakinya gemetar dan siap berlutut untuk bersimpuh.
"Kalau begitu kau harus belajar memegang senjata," ujarnya pelan.
Patricia tersenyum girang saat Sonu memberikan busur itu kepadanya, dengan menempatkan satu anak panah tepat ditengahnya ia segera menarik busur itu dan mencari target.
"Kau bisa memanah apel diatas sana," ujar Sonu mengarahkan Patricia.
Memberi arahan agar Patricia meluncurkan panahnya tepat sasaran, saat hitungan ketiga dimana ia merasa siap panah itu pun melesat membelah udara dan.
Jleb
Tepat mengenai sasaran.
"Kau melihatnya? aku berhasil memanah apel itu!" sorak Patricia dengan senangnya.
Tentu karena ini adalah kali pertama Patricia memegang senjata dan berhasil menggunkannya dengan baik, bahkan Sonu juga dibuat cukup kaget karena keberhasilan itu.
"Harusnya kau panah dahannya agar apel itu jatuh dan bisa kita makan," sahut Sonu menyembunyikan kekagumannya.
"Setidaknya aku mengenai sasaran," balas Patricia kesal.
Sonu hanya tersenyum dan kembali berjalan untuk mencari hewan buruan, kali ini meski Patricia memohon untuk mencobanya Sonu tidak memberikan. Hari sudah semakin senja dan jika ia membiarkan Patricia bermain dengan busur maka mereka tidak akan berhasil mendapatkan hewan buruan sebelum waktu makan malam tiba.
Mereka berhasil membawa pulang seekor rusa berisi untuk makan malam, Benjamin cukup senang akan hasil buruan itu dan segera memasaknya untuk mereka makan.
"Apa kau bekerja sendiri?" tanya Patricia setelah mereka selesai makan malam.
"Tergantung, jika aku butuh teman maka aku pasti membawa teman."
"Apa kau terdaftar perorangan?" tanya Patricia lagi.
"Tidak, aku memiliki satu teman dan kami tergabung menjadi satu kelompok."
"Lalu bagaimana bayarannya jika kau terdaftar dalam kelompok?."
"Tentu saja aku mendapatkan bayaran sesuai hasil kerjaku, aku hanya mendaftar sebagai kelompok karena beberapa pekerjaan mengharuskan ku membawa teman dan cukup sulit mencari patner yang cocok."
"Begitu ya, dimana temanmu sekarang? apa dia juga sedang ada pekerjaan?."
"Sebaiknya kau tidak perlu tahu tentangnya," sahut Sonu yang mulai lelah dengan segala pertanyaan Patricia.
"Kenapa?" tanya Patricia heran.
"Karena dia cukup berbahaya untuk seorang gadis desa," jawab Sonu.
Patricia hendak bertanya lagi tapi Sonu keburu kabur ke dalam kamar, memutuskan untuk istirahat dari semua pertayaan yang cukup memberi tekanan pada otaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments