Dua bulan yang lalu
Tepat dimana Rabiah, Rahul dan Rahil mengadakan syukuran atas kelulusan mereka hari ini. Banyak keluarga dan kerabat yang datang dalam acara tersebut, termasuk teman-teman Yusuf dan Yasmin. Begitupun Ameer dan keluarga yang juga ikut hadir.
"Selamat yah adik-adikku, akhirnya kalian akan memasuki jenjang kuliah. Udah ada rencana nggak nih mau kuliah dimana?" tanya Ameer menghampiri Rahul, Rabiah dan Rahil yang sedang duduk bersama.
"Iya bang, terima kasih. Kalau aku sih rencananya mau kuliah disini saja, aku nggak sanggup jauh dari Ummi," ujar Rahul.
"Huu.. dasar manja kamu," ejek Rahil.
"Biarin, daripada kamu, mau tetap kuliah disini karena takut jauh dari aku," cibir Rahul.
"Eh.. Siapa bilang, jangan percaya bang, aku rencana kuliah di luar negeri kok," kilah Rahil kepada Ameer.
Ameer hanya menggeleng pelan melihat Rahul dan Rahil, saudara kembar yang kalau jauh saling merindu tapi saat dekat saling mencibir. Mata Ameer kemudian beralih kepada Rabiah yang sejak tadi ikut terenyum melihat perdebatan dua saudara kembarnya.
"Kalau kamu dek? Mau kuliah dimana?" tanya Ameer kepada Rabiah, membuat Rabiah seketika menoleh ke arah Ameer, untuk sesaat tatapan mereka saling bertemu satu sama lain, namun Rabiah yang tersadar langsung menundukkan pandangannya.
"Kalau aku sama dengan kak Rahul, mau kuliah disini saja," jawab Rabiah masih menunduk, dan Ameer hanya mengangguk.
Mereka mulai berbagi cerita berama, sesekali mereka bercanda dan tertawa. Rabiah yang mulai merasa tidak nyaman karena merasa hanya dia anak perempuan disitu, memutuskan untuk kembali ke kamarnya sejenak untuk melaksanakan sholat Dzuhur.
Setelah menunaikan kewajibannya, Rabiah hendak menemui sang Ibu di dapur, namun langkahnya terhenti saat ia mendengar ada yang menyebut namanya saat berbicara dengan ibunya. Sebenarnya, ia tidak ingin menguping, namun saat hendak pergi, Rabiah kembali mendengar perkataan teman ibunya yang berkata ingin melamarnya untuk putranya. Hal itu membuat Rabiah terpaksa harus memperjelas pendengarannya agar tidak salah paham.
“Jika memang Rabiah belum memiliki calon, apa bisa putraku melamarnya? Aku sangat memimpikan wanita sholehah seperti Rabiah bisa menjadi menantuku,” tutur Maryam yang merupakan teman Yasmin di organisasi Farmasi yang diikutinya.
“Apakah putra yang mbak Maksud adalah Kamil?” tanya Yasmin yang memang sudah mengenal Kamil karena sering ikut menghadiri kegiatan organisasi Farmasi yang sama dengan Yasmin.
“Iya Yas, apa kamu setuju?” tanya Maryam.
“Kalau aku sih setuju-setuju saja, tapi bagaimanapun semua keputusan kembali kepada Rabiah, karena ia baru saja lulus SMA dan usianya belum genap 18 tahun,” ujar Yasmin.
Rabiah tentu sangat terkejut dan gelisah, ia tidak menyangka, di usianya yang baru 18 tahun, sudah ada yang ingin melamarnya.
Rabiah lantas berbalik dan pergi, nama yang saat ini terlintas dipikirannya adalah Ameer. Saat ini, ia bertekad menemui dan menyampaikan kegelisahannya pada Ameer, Rabiah ingin mengetahui bagaimana perasaan Ameer padanya, agar ia bisa jadikan pertimbangan untuk mengambil keputusan saat nanti keluarga teman Umminya benar-benar datang melamarnya.
Namun, Rabiah sudah kesana kemari mencari, bahkan ia sudah mencari di tempat Rahul dan Rahil namun Ameer juga tidak ada disana. Hingga saat Rabiah keluar rumah, ia bertemu Anna dan Wildan yang baru saja keluar dari mobilnya.
“Tante dan om darimana? Kok keluar dari mobil?” tanya Rabiah.
“Oh tante baru saja pulang mengantar Ameer ke bandara,” jawab Anna.
“Bandara? Memangnya kak Ameer mau kemana tante?” tanya Rabiah dengan wajah yang mulai pucat.
“Dia ke Singapura nak, dia akan melanjutkan kuliahnya disana, oh iya tadi dia titip salam sama kamu dan dua saudara kembarmu, katanya dia minta maaf karena tidak sempat pamit,” terang Anna.
“Oh iya tante.”
Anna mengusap lengan Rabiah lalu masuk ke dalam rumah bersama Wildan, meninggalkan Rabiah yang mematung di tempatnya.
Rasanya kali ini Rabiah ingin menangis, hatinya terasa sakit saat mengetahui Ameer pergi begitu saja. “Padahal aku hanya ingin mengetahui perasaanmu, tapi kepergianmu ini sepertinya sudah cukup menjadi jawabanmu atas bagaimana perasaanmu padaku,” batin Rabiah sambil menunduk dan mengusap air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.
Beberapa minggu kemudian
Entah kenapa beberapa hari ini, Ameer selalu merasa gelisah. Pikirannya selalu mengarah kepada Rabiah. Tak ingin cintanya ternoda karena selalu memikirkan wanita yang belum halal untuknya, Ameer memutuskan untuk segera kembali ke Indonesia dan melamar Rabiah.
Dan disinilah Ameer sekarang, di kediaman Yusuf. Ameer sengaja tidak mengabarkan kepada siapapun rencananya, termasuk kedua orang tuanya. Ameer hanya ingin memberitahukan kepada keluarganya jika Rabiah menerimanya.
“Eh bang Ameer, aku kira abang lagi di Singapura?” ujar Rahul. Bukan basa-basi melainkan saat ini Rahul memang sedang bingung dengan kedatangan Ameer yang tiba-tiba menurutnya.
“Iya, aku lagi cuti sebulan, apa Biah ada?” tanya Ameer sambil melirik ke seluruh sudut ruang tamu, berharap orang yang ia cari ada disana.
“Biah tadi lagi pergi fitting baju pengantin bareng Ummi,” jawab Rahul santai namun berhasil membuat Ameer tersedak.
“Maksud kamu fitting baju pengantin?” tanya Ameer ingin memastikan, berharap apa yang di pikirannya saat ini tidak benar.
“Iya bang, fitting baju pengantin, 2 minggu lagi kan Biah nikah,” tukas Rahul.
Degh
Ameer tidak mampu berkata-kata lagi, rasanya pikiran dan tubuhnya saat ini tidak bisa bekerja sama. Pikirannya ingin tegar, namun tubuhnya justru menunjukkan respon sebaliknya.
Tak ingin memperlihatkan keterkejutannya, Ameer segera pamit untuk pulang. Namun, bukan rumahnya yang menjadi tujuan Ameer saat ini. Ameer justru mengarahkan motornya pergi menuju sebuah pantai yang sepi.
“Ku pikir aku terlalu cepat datang melamarnya karena usianya yang baru 18 tahun, ternyata aku terlambat,” lirih Ameer tersenyum kecut sembari melemparkan batu ke arah laut di hadapannya.
Inilah akhir dari sebuah harapan yang selama ini Ameer adukan pada Sang Pemilik Hati Katakanlah saat ini Ameer sedang patah hati, gadis yang selama ini ia cintai dalam diam justru akan menikah dengan orang lain. Rasa sesak dan sakit dalam dadanya seolah ingin ia keluarkan namun ia sendiri tidak mampu mengeluarkannya. Dirinya yang terlalu terkejut mendapat kabar menyakitkan membuatnya tidak tahu harus memberikan respon seperti apa.
“Hufth, berakhir sudah harapanku, mungkin kita memang belum jodoh Biah, semoga kamu bahagia.”
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
ennita
maaf baru bisa mampir lagi kak🙏
2022-11-26
1
Achi
Ameer 😭😭😭😭😭 Insyaallah jika jodoh tidak akan kemana.
2022-11-09
2
Mommy QieS
Mengsedih 😭😭
2022-11-06
1