“Maafkan Biah Ummi, Biah.. Biah tidak mencintainya.”
Bukannya terkejut, Yasmin justru tersenyum kemudian ia melepas pelukan Rabiah dan memegang kedua pundaknya dengan lembut.
“Sayang, dengarkan Ummi baik-baik, menikah itu tidak selamanya harus diawali dengan cinta, justru sebaliknya, melalui pernikahan cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Kamu bukannya tidak mencintainya sayang, kamu hanya BELUM mencintainya. Kelak kamu akan mengetahui betapa indahnya jatuh cinta secara perlahan kepada pasangan halalmu, jalani dan nikmati setiap detiknya, karena cinta setelah menikah adalah anugerah yang teramat sangat berharga.” Yasmin menekan kata belum untuk menegaskan maksudnya kepada Rabiah. Sementara Rabiah hanya diam mendengar nasehat ibunya.
“Jika saat ini kamu belum mencintainya, maka berusahalah mencintainya saat kalian telah halal nanti,” lanjut Yasmin sembari memperbaiki jilbab sang putri.
“Maaf ummi, Biah akan berusaha melakukan apa yang ummi bilang, tapi Biah harus jujur sesuatu kepada ummi,”
“Apa itu sayang?”
“Sebenarnya..” Rabiah terdiam cukup lama, ia tidak yakin apa mengatakannya kepada sang ibu adalah pilihan yang tepat atau salah.
Melihat ekspresi Rabiah yang begitu gelisah, Yasmin mulai menebak apa yang terjadi pada putrinya.
“Kamu kenapa Biah? Apa jangan-jangan kamu mencintai pria lain?” selidik Yasmin.
Seketika mata Rabiah membola, ia tidak menyangka bahwa ibunya mampu menebak dengan benar tentang apa yang di sembunyikan Rabiah saat ini.
Melihat ekspesi Rabiah, Yasmin semakin yakin jika tebakannya tepat sasaran. Kini jantungnya mulai berdegup kencang setelah mengetahui fakta tentang putrinya saat ini.
“Siapa dia?” tanya Yasmin setelah beberapa saat diam.
“Maafkan Biah ummi, dia.. dia kak Ameer.”
Kaki Yasmin tiba-tiba terasa lemas, ia terduduk di kursi sambil menatap Rabiah dengan sendu. Air matanya mengalir begitu saja. Kedua wanita beda usia itu kini saling terdiam dengan air matanya yang telah membasahi pipi.
“Apakah Ameer memiliki perasaan yang sama padamu? Kenapa kamu tidak pernah cerita ke ummi atau abi?” tanya Yasmin lagi.
“Biah tidak tahu Ummi, kak Ameer selalu bersikap seperti biasa saat berhadapan dengan Biah, itu sebabnya Biah tidak berani cerita karena Biah merasa cinta Biah bertepuk sebelah tangan,” jawab Rabiah lesu.
Yasmin terdiam sejenak, sungguh ia ingin membantu putrinya itu, tapi rasanya semua sudah terlambat, dalam beberapa menit lagi pernikahannya akan dilangsungkan.
“Kalau begitu lupakan cintamu padanya, dan mulailah membuka hatimu untuk Kamil, suamimu nanti. Dialah yang lebih berhak mendapatkan cintamu saat ini,” tegas Yasmin.
Rabiah kembali menunduk. “Baik Ummi.” Rabiah menghapus air matanya secara perlahan dan berusaha menetralkan hatinya.
🌷🌷🌷
Di tempat lain, seorang pria dan seorang wanita sedang berbicara empat mata di dalam mobil.
“Tenanglah, kenapa kamu terlihat gelisah seperti itu?” tanya seorang wanita cantik dengan kebaya yang sedikit ketat di tubuh rampingnya, dan rambutnya yang ia sanggul begitu indah.
“Entahlah, rasanya aku begitu gugup,” jawab pria itu dengan wajah tegangnya. Wanita itu tersenyum kepadanya, namun sesaat kemudian tertunduk lesu.
“Kenapa?” tanya pria itu.
“Tidak kenapa-kenapa kok, semoga pernikahanmu berjalan lancar,” ucap wanita itu.
“Aamiiin, kamu benar-benar tidak apa-apa kan?” tanya pria itu.
Wanita itu mengulas senyum, “tidak apa-apa,” jawabnya singkat.
Pria itu hanya menatap sendu wajah wanita yang sedang duduk di sampingnya, tangannya kemudian terulur untuk mengusap rambut wanita itu.
“Terima kasih atas pengertianmu,” ucap pria itu, dan wanita itu mengangguk.
Beberapa saat kemudian, ponsel pria itu berdering, dimana nama ‘mama’ tertera jelas di layar ponselnya.
“Aku sudah di panggil oleh mama, aku keluar dulu, jika kamu mau, menyusul lah di belakang mobilku,” ujar pria itu sebelum keluar dari mobil wanita itu.
“Hmm, baiklah,” sahut wanita itu dan tersenyum, namun senyum itu seketika hilang saat pria itu sudah keluar.
“Kamil, darimana saja kamu? Dari tadi di cariin,” ujar Maryam yang tak lain adalah ibu Kamil.
“Maaf ma, tadi Kamil ada urusan sebentar.”
“Ya udah, ayo berangkat, sebentar lagi aqadnya dimulai,” seru Abdullah, ayah Kamil yang kini sudah duduk di samping supir. Kemuduan di susul oleh Maryam, Kamil dan adik perempuannya yang duduk di belakang.
Akhirnya mobil Kamil mulai melaju meninggalkan kediaman Abdullah, tak lama setelah itu, sebuah mobil menyusul di belakang mobil Kamil.
Selama perjalanan, Abdullah tidak berhenti memberikan petuah-petuah seputar pernikahan kepada putra sulungnya itu.
“Kamil, ingatlah untuk selalu memperlakukan istrimu dengan baik, cintai dia, sayangi dia sebab dialah yang akan selalu mendampingimu saat ini hingga tua nanti di saat anak-anak kalian sudah memiliki kehidupan masing-masing,” tutur Abdullah.
“Benar nak, apalagi Rabiah, dia adalah gadis sholehah dan lembut, dia tumbuh dalam kasih sayang yang melimpah dari keluarganya, maka limpahkan pula kasih sayang padanya agar dia selalu merasa nyaman saat berada di sisimu dan selalu merindukanmu saat kamu sedang jauh,” imbuh Maryam.
“Iya pa, ma, Kamil akan berusaha menjalankan rumah tangga Kamil seperti yang papa dan mama katakan.
Kamil adalah pria yang memiliki karakter hangat dan ramah sehingga ia bisa dengan mudah menerima petuah sang ayah, dan ia yakin bahwa ia bisa menjadi sosok suami yang baik untuk wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.
“Kenapa hatiku begitu gelisah, apakah yang ku lakukan saat ini sudah benar?” batin Kamil lalu menoleh ke belakang untuk melihat mobil yang mengikutinya sejak tadi.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
AdindaRa
Cinta memang tidak selalu memiliki 😢 satu tips iklan mendarat untuk Rabiah😘
2022-11-27
1
ennita
mampir Thor...nyesek.😭
2022-11-13
3
Achi
😭😭😭 Kasian Biah, yang sabar ya.
2022-11-04
1