...Happy reading 💕...
...Hope you enjoyed.....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Bukan aku tak mau mengadu.. Aku hanya tak ingin kehilangan senyumanmu.."
^^^Ivanya Basudewi^^^
*****
Setelah Vanya dan Nenek Indah selesai makan malam, mereka memutuskan untuk menonton film televisi.
"Vanya?"
Vanya menoleh pada sang nenek yang sedang duduk di pojok sofa.
"Iya nek?"
"Sini" Ucap nenek Indah seraya menepuk-nepuk pahanya, meminta Vanya agar tidur di pangkuannya.
Gadis kecil itu pun segera beringsut lalu merebahkan kepalanya di pangkuan sang nenek.
"Kamu kok kaya murung gitu? Mikirin apa?" Nenek indah bertanya seraya mengelus kepala Vanya dengan lembut.
Vanya menggelengkan kepalanya lalu berkata "Ga papa nek, Vanya cuma mikirin soal PR matematika yang Vanya ga bisa jawab. Susah banget soalnya, padahal kan cuma tinggal 2 pertanyaan lagi. Mana besok harus udah di kumpulin."
"Nenek kira kamu mikirin apa. Kamu ga mau nanya sama nenek?"
"Hishhh.. Emangnya nenek bisa?"
"Loh.. Kamu ngeremehin nenek? Gini-gini nenek tu masih pinter tau."
"Iya-iya, percaya yang mantan guru"
Nenek Indah menyentil hidung Vanya pelan
"Husss.. Bukan mantan, tapi pensiunan."
Vanya mencebikkan bibirnya
"Yaudah sih nek, sama aja kan.. sama-sama udah ga ngajar lagi"
Nenek Indah pun seketika tertawa renyah.
"Jadi gimana? Mau nenek ajarin ga?"
"Ga usah nek, biar besok Vanya tanya sama bu guru aja" Ucap Vanya seraya sedikit meremat tangannya karena sudah berbohong pada sang nenek.
"Maafin Vanya udah bohong sama nenek" ucap Vanya dalam hati.
Ya, karena sejatinya, semua PR miliknya sudah selesai dia kerjakan. Dia terpaksa berbohong karena tidak ingin neneknya mengetahu perihal dia yang memikirkan hal yang tadi dia dengar.
"Yaudah klo gitu tdur sana, udah jam 9. Besok kamu sekolah"
Vanya melirik jam dinding sekilas, lalu segera beranjak dari tidurnya.
"Yaudah, Vanya tidur duluan.. Selamat malam nenek" Ucap Vanya lalu mencium pipi nenek Indah dan segera beralalu menuju kamarnya.
"Selamat malam sayang" balas nenek Indah sedikit berteriak.
Seperginya Vanya, nenek Indah menatap televisi dengan tatapan kosongnya. Banyak pikiran yang berkecamuk di kepalanya, hingga dia pun bernjak dari duduknya menuju kamar.
Setelah masuk ke dalam kamar, dia meraih foto Vanya yang terpajang di atas nakas. Dia mengelus foto itu dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.
"Hah... Malang sekali nasib mu nak.. Maafin nenek ga bisa jagain kamu sampe kamu sukses.. Maafin nenek karna nenek udah mempertahankan kamu buat hidup di dunia ini. Maafin nenek"
Puas dengan pemikirannya, Nenek Indah segera mengusap air matanya dan segera membaringkan tubuhnya di atas kasur. Menunggu hari esok yang akan tiba..
*****
Ke esokan paginya..
Terlihat Vanya yang memakai sepatunya dengan tergesa-gesa. Dia lalu menghampiri neneknya yang sedang mengoleskan selai pada roti yang di pegangnya di meja makan.
"Nek, Vanya berangkat dulu ya. Udah telat ini, sebentar lagi upacara" ucap Vanya lalu mencium pipi nenek Indah sekilas dan segera berlalu dengan tergesa-gesa.
"Eh, eh, eh.. Ini, bawa rotinya" teriak nenek Indah.
Vanya pun kembali menghampiri nenek Indah dan meraih roti itu dengan cepat lalu kembali berlari untuk berangkat sekolah.
"Dadah nenek" ucap Vanya yang sudah mengeluarkan sepedanya.
"Hati-hati, jangan ngebut-ngebut" balas Nenek Indah berteriak.
"Siap ratuuuuuuuuu" teriak Vanya seraya mulai mengayuh sepedanya.
Nenek Indah hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya karena gemas dengan kelakukan cucu kesayangannya itu.
"Dasar, anak itu selalu ada aja tingkahnya"
*****
Saat Vanya akan memasuki kawasan sekolah, dia menghembuskan nafasnya dengan sedikit berat.
"Semangat Vanya, kamu bisa" Ucapnya seraya mulai memasuki kawasan sekolah.
Gadis kecil itu pun memarkirkan sepedanya di tempat parkir sepeda yang memang sudah di sediakan oleh pihak sekolah. Dia segera berlari menuju kelasnya agar tidak terlambat.
Saat memasuki kelas, dia sedikit menghela nafas lega lalu mulai mendekati mejanya untuk menyimpan tas yang dia bawa.
Namun, baru saja dia merasa lega, dia kembali
"Hey anak pembawa sial, mana PR kamu. sini aku mau liat"Saat Vanya akan memasuki kawasan sekolah, dia menghembuskan nafasnya dengan sedikit berat.
Itu adalah Dea, teman sekelasnya yang sering membullynya.
Vanya pun menoleh, dia melihat Dea yang datang bersama Aca dan Sisi. Mereka adalah teman satu gengnya Dea.
“mana bukunya?” Dea bertanya sekali lagi.
Vanya pun mau tidak mau mengeluarkan buku PR nya dan menyerahkannya kepada Dea.
“Gitu dong dari tadi” ucap Dea seraya mengambil buku itu dengan kasar.
“Udah sana lo pergi upacara, kalo di tanyain sama guru, bilang aja kita bertiga lagi sakit” ucap sisi.
Vanya pun hanya bisa mengangguk pasrah lalu bergegas untuk mengikuti upacara.
Ya, begitulah kehidupan Vanya di sekolah. Masa-masa senangnya berakhir ketika Dea pindah ke sekolahnya saat memasuki bangku kelas 4 sekolah dasar.
Vanya yang notabene nya adalah anak pintar, sering menjadi bahan sasaran Dea untuk memberikan contekan kepadanya. Bukannya tidak bisa melawan, hanya saja Vanya tidak ingin terlibat masalah yang bisa saja suatu saat nanti menyangkut pautkan sang nenek. Oleh sebab itu Vanya hanya bisa mengalah dan pasrah.
Tidak hanya di sekolah. Sejak dia masih berusia 8 tahun pun, Vanya sering menjadi bahan olokan teman-temannya karena mamanya yang tidak pernah ada untuknya.
Namun sekali lagi, Vanya tetap lah vanya. Gadis kecil yang akan menyembunyikan semuanya agar sang nenek tidak terlibat dalam hal itu. Sehingga membuat gadis itu terpuruk hingga berfikir jauh dari semestinya. Belum lagi ketika dia mendengar apa yang di katakan oleh mamanya, membuat gadis itu menjadi terpuruk semakin dalam.
Setelah melewati hari beratnya di sekolah, Vanya kembali ke rumah dengan senyum yang berusaha dia sematkan di bibirnya.
“Selamat siang kanjeng Ratuuuuu” ucap Vanya seraya memasuki rumahnya.
"Selamat siang kesayangannya nenek.." balas nenek Indah seraya memeluk Vanya dengan erat.
"Sana cepet mandi, terus makan sama nenek. Nenek udah masakin makanan kesukaan kamu" ucap nenek Indah lagi.
"Nenek memang yang terbaik" ucap Vanya lalu bergegas untuk membersihkan diri.
Setelah selesai membersihkan diri, Vanya bergegas menghampiri neneknya yang sudah menunggu di meja makan.
"Nih makan yang banyak" ucap nenek Indah seraya menyerahkan piring yang sudah berisi nasi juga lauk pauknya.
Vanya pun menerima piring yang diberikan oleh neneknya.
Dia menatap sang nenek sejenak lalu tersenyum tulus
"Makasih nenek" ucap Vanya.
Nenek Indah pun membalas senyuman Vanya
"Sama-sama sayang.. Udah cepet makan" ucap Nenek Indah.
Vanya segera melahap makanannya dengan khidmat.
Namun berbeda dengan nenek Indah, dia melahap makanannya dengan berat, seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Tapi dia berusaha menutupi hal itu, dia tidak ingin cucunya melihat apa yang sedang dia rasakan sekarang.
...-TBC-...
Thanks for reading..
Jangan lupa kritik dan saran..
Salam sayang dari sensi 💕
Bye bye..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments