Bab 3

Nalendra terkejut ketika Dareen tiba-tiba duduk di pangkuannya. Jantungnya berdetak tak karuan apalagi setelah menyadari Rania menatapnya.

"Ah, i- tu ...,"

"Haturnuhun," ucap Rania tersenyum.

Nalendra bersyukur kulitnya sawo matang, setidaknya itu mungkin bisa menutupi wajahnya yang memerah karena Rania tersenyum padanya. Dia mengusap kepala Dareen lembut, menyembunyikan rasa gugupnya.

"Sudah sore, kami pamit ya Rania," kata Bu Adni berpamitan. Beliau memeluk Rania untuk menguatkannya.

"Terimakasih, Bu." Bu Adni mengangguk.

Rania dan orangtuanya juga mertuanya mengantarkan rekan-rekan Ergha sampai parkiran. Nalendra dan teman-temannya masih mengobrol di luar rumah orangtua Rania ditemani Dareen yang sepertinya nyaman sekali duduk di pangkuannya sampai waktu magrib tiba, mereka berjamaah di mesjid terdekat dan pamit pulang.

Ini adalah malam pertama Rania tanpa Ergha di sampingnya. Dia tidak mampu membendung tangisnya ketika melihat Dareen tertidur pulas di sampingnya. Cara tidur Dareen begitu mirip dengan Ergha, Rania membelai wajah anak semata wayangnya dengan lembut.

"Jadilah anak yang shaleh, yang kuat agar Bunda juga bisa kuat melewati semuanya tanpa ayahmu. Insya Allah kita bisa melewati semuanya, Allah sungguh Maha Baik, Maha Perencana yang baik. Allah punya rencana yang sangat indah buat kita berdua, Dareen. Bunda sayang Dareen." Rania mencium kening Dareen lembut tanpa membangunkannya.

Hari yang panjang dan sangat menguras emosi tidak membuat Rania terlelap, bahkan dia tidak bisa tidur. Nafasnya sungguh berat. Jam sudah menunjukan pukul dua dini hari, tetapi Rania tetap belum bisa memejamkan matanya. Pikirannya sangat kalut, air mata terus merembes ke pipinya.

Akhirnya, dia memutuskan untuk bangun mengambil air wudhu dan shalat malam. Dia ingin mengadu pada Rabb-Nya, berharap Rabb-Nya akan menguatkan dan menenangkan hatinya yang kalut.

Waktu sungguh berjalan amat lambat, itulah yang Rania rasakan sekarang. Menunggu waktu subuh sambil membaca Alquran.

"Buunnaaaa." Dareen sepertinya melompat dari tempat tidur dan langsung memeluk dari belakang Rania yang sedang duduk di sajadahnya .

"Sudah bangun?" tanyanya membelai pipi Dareen dari samping.

"Bunda, ayah ko ga pulang?" tanyanya membuat Rania agak gelagapan. Namun, dia berusaha tenang.

"Ayah sudah pulang, Sayang. Allah telah memanggil ayah karena merindukannya." Entah Dareen mengerti atau tidak apa yang baru saja Rania katakan.

"Jadi kapan ayah kapan akan pulangnya?" tanyanya lagi.

"Apa Dareen rindu ayah?" Rania balik bertanya pada putra kesayangannya.

"Iya, Aku ga sabar deh ketemu ayah," jawabnya polos.

"Ga sabar? kenapa emangnya, Sayang?" tanya Rania lembut.

"Ayah kan janji sama aku mau beliin sepeda buatku. Bunda, besok 'kan hari Sabtu, ayah libur 'kan?" tanyanya lagi.

Rania menarik nafas pelan. Rasanya sakit sekali mendengar penuturan anaknya, seperi tertusuk sesuatu yang tajam.

"Iya, nanti biar bunda atau Om Zyan aja yang beli ya," jawab Rania.

"Kenapa? apa ayah ga mau beliin aku sepeda. Bukankah ayah janji, Bunda. kalo janji kan harus ditepati, iya kan Bunda," jelasnya.

"Bukan, bukan ayah ga sayang lagi. Ayah sangat sayang sama Dareen juga bunda. Kemarin ayah sudah bilang ke bunda dan nitipin uangnya ke bunda. Jadi nanti biar bunda aja yang beli diantar Om Zyan, Ok Sayang."

"Apa ayah kerja luar ya Bunda. Ko ga bisa aku." terdengar seburat kekecewaan dalam suaranya.

"Tidak, Sayang," jawab Rania. "Eh, ko malah ngobrol. Ayo cepat masuk kamar mandi ambil wudhu, nanti shalat ke mesjid sama Abah sama Om," ucap Rania yang bingung harus menjelaskan seperti apa ke Dareen.

Sejak bayi Dareen selalu bangun sebelum subuh, itu terus berlanjut hingga sekarang. Makanya Ergha dan Rania sepakat untuk mengajarinya ikut ke mesjid shalat subuh itu pun tidak dengan paksaan. Mereka bersyukur Dareen mau belajar ikut ayahnya ke mesjid dan sangat antusias begitu mendengar adzan.

**

"Teh, Ibu sama Bapak mau pulang dulu ke Bekasi. Mau ngurus surat-surat kematian A Ergha, nanti bapak mungkin minta bantuan pak Hartono buat ke Polsek na mah. Bapak minta surat kuasa teteh. 'Kan harusnya teteh yang ngurus semua, tapi 'kan teteh harus di sini dulu," kata Pak Darmawan.

"Iya, Rania mungkin di sini sampai 7 harinya," balasnya.

"Nanti juga besok kan 3 harian dan 7 hariannya Bapak sama Ibu juga ke sini lagi sama Febri," ujarnya. dibalas anggukan oleh Rania.

Hari itu, banyak tamu yang masih berdatang untuk mengucapkan duka pada Rania.

Hari ke-3 pun tamu masih berdatangan. Keluarga Ergha yang tinggal di Bandung datang ke rumah orangtua Rania, ikut membantu persiapan tahlilan 3 harian. Orang tua Ergha akan datang di sore hari karena masih harus menyelesaikan beberapa hal.

"Bunda, ini hari apa?" tanya Dareen menghampiri Rania dan duduk di pangkuannya.

"Hari Sabtu, Sayang." Rania memeluk mencubit gemas pipinya.

"Ayah ko belum pulang juga. Apa ayah lupa mau beliin aku sepeda hari ini, 'kan ga boleh bohong ya bunda," ujarnya sedikit cemberut.

Rania memejamkan matanya, "Bagaimana caraku menjelaskannya?"

"Ayah ga lupa, Sayang. Ayah ... sudah meninggal," ucapnya pelan. "ayah sudah tidak bisa menemani kita di sini, kalau Dareen sayang ayah dan rindu sama ayah, Dareen bisa berdoa sama Allah, agar Allah memberikan kebahagiaan di sana dan Dareen juga harus bersikap baik, rajin ibadahnya agar nanti kita bisa berkumpul kembali sama ayah di akhirat di surga-Nya Allah," terang Rania, berharap Dareen mengerti dengan penjelasannya.

"Ayah apa tadi?"

"Ayah sudah meninggal, Sayang. kalau Dareen sayang dan rindu sama ayah, Dareen harus rajin ibadahnya dan berdoa sama Allah agar kita nanti bisa bersama-sama lagi di akhirat di surga Allah," terang Rania membelai rambut anak semata wayangnya dengan lembut.

"Jadi, aku beli sepedanya sama siapa dong?" tanyanya.

"Sama om Zyan aja ya, tapi belinya nanti sore. Om Zyan lagi ke kampus dulu," jawab Rania.

"Kampus?"

"Kampus itu seperti sekolah. Dareen kan belajar di sekolah, nah ... Om Zyan belajarnya di kampus namanya," jelas Rania tersenyum.

"Aku dari kemaren ga sekolah."

"Nanti Dareen ikut ke sekolah ibu aja ya. Nanti bunda bilang ke ibu." Dareen mengangguk pelan, Ibu adalah panggilan Dareen untuk neneknya.

"Assalamu'alaikum."

Rania menengok ke arah pintu mendengar suara perempuan memberi salam.

"Wa'alaikumsalam, hai," ucap Rania tersenyum begitu melihat temannya datang.

"Maaf, aku baru bisa datang. Kemarin aku pelatihan beberapa hari di Lembang, jadi ga bisa pulang," ujarnya mendekati Rania lalu duduk di sampingnya dan memeluknya.

"Ga apa-apa," jawab Rania membalas pelukannya.

"Bunda, aku kejepit," ujar Dareen.

"Oh, iya maaf, Sayang." Rania lupa Dareen masih di pangkuannya. Dareen melirik tajam ke arah gadis yang memeluk bundanya.

"Maaf," ucap gadis itu sambil tertawa kecil. Dia mencubit pipi Dareen dengan gemas.

"Ih, ga boleh cubit-cubit!" serunya. Gadis itu semakin tertawa.

"Udah," ucap Rania memegang tangan Dareen yang menangkis tangan gadis tadi ketika hendak mencubitnya lagi.

"Ini Tante Liana, dia temannya bunda." Rania mengenalkan Liana pada Dareen.

Ya, gadis itu adalah Liana. Dia bekerja di kementrian kesehatan di kabupaten. Dia juga belum menikah.

Dareen melompat dari pangkuan Rania dan pergi keluar rumah. Rania tersenyum melihat anaknya cemberut. Dareen memang kurang suka di cubit-cubit pipinya, apalagi oleh orang yang tidak dia kenal.

"Aku di telepon Amih jam 4 subuh, ngasih tau. Amih nyuruh pulang, tapi kan ga bisa," ujarnya memegang tangan Rania.

"Iya, ga apa-apa," jawab Rania.

"Gimana kabarmu?" tanyanya lagi.

"Beginilah, aku lagi ga baik-baik aja, tapi berusaha baik-baik aja buat Dareen," jawabnya, matanya sudah berkaca-kaca.

Liana mengelus punggung Rania. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi Rania, ditinggal orang terkasih selamanya.

"Dareen udah sekolah?" tanyanya.

"Sudah, dia baru masuk TK- A."

"Terus, rencana ke depannya gimana?" Liana memang selalu to the point.

"Entahlah, jujur aja aku belum memikirkannya. Semuanya terlalu mendadak, nyampe waktu aku di telepon polisi ngasih tau kejadiannya aja, aku tuh ng-blank. Rasanya ... nyampe sekarang aja, aku- aku masih berasa ini ga nyata," jelas Riana mulai meneteskan air matanya.

"Maafkan aku ... maafkan aku, aku ga pandai menghibur," ucap Liana menarik Riana ke dalam pelukannya dan menepuk-nepuk punggungnya.

"Buuunnndddaaaaa ...," panggil Dareen berlari ke arah Riana.

Riana lalu melepaskan pelukannya dari Liana dan mengusap air mata yang mengalir di pipinya.

"Bundaa, aku mau beli sepeda sama Om." Dareen menunjuk ke arah pintu.

Rania melihat di pintu, sudah berdiri seorang laki-laki berbadan tinggi, lumayan tampan, berkulit sawo matang sedang tersenyum ke arah mereka.

"Assalamu'alaikum," sapanya.

Terpopuler

Comments

Aldi

Aldi

ya Allah ,nangis aku
yang sabar y rania

2024-10-20

0

Putri Minwa

Putri Minwa

lanjut thor

2024-03-04

2

pengen punya sahabat kayak gitu..
yg selalu mendukung dn selalu ada saat terpuruk.

2022-11-01

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 1 Gadis Bermata Cokelat
5 Bab 2 Air Mata
6 Bab 3 Dareen
7 Bab 4 Sepeda Untuk Dareen
8 Bab 5 Study tour
9 Bab 6 Kapan Ayah Pulang?
10 Bab 7 Curhat Nalendra
11 Bab 8 14 tahun
12 Bab 9
13 Bab 10
14 Bab 11
15 Bab 12
16 Bab 13
17 Bab 14
18 Bab 15
19 Bab 16
20 Bab 17
21 Bab 18
22 Bab 19
23 Bab 20
24 Bab 21
25 Bab 22
26 Bab 23
27 Bab 24
28 Bab 25
29 Bab 26
30 Bab 27 Foto pertama
31 Bab 28
32 Bab 29
33 Bab 30
34 Bab 31
35 Bab 32
36 Bab 33
37 Bab 34
38 Bab 35
39 Bab 36
40 Bab 37
41 Bab 38
42 Bab 39
43 Bab 40
44 Bab 41
45 Bab 42
46 Bab 43
47 Bab 44
48 Bab 45
49 Bab 46
50 Bab 47
51 Bab 48
52 Bab 49
53 Bab 50
54 Bab 51
55 Bab 52
56 Bab 53
57 Bab 54
58 Bab 55
59 Bab 56
60 Bab 57
61 Bab 58
62 Bab 59
63 Bab 60
64 Bab 61
65 Bab 62
66 Bab 63
67 Bab 64
68 Bab 65
69 Bab 66
70 Bab 67
71 Bab 68
72 Bab 69
73 Bab 70
74 Bab 71
75 Bab 72
76 Bab 73
77 Bab 74
78 Bab 75
79 Bab 76
80 Bab 77
81 Bab 78 Tunangan dulu aja!
82 Bab 79
83 Bab 80
84 Bab 81
85 Bab 82 Mas Kawin 62 ribu
86 Bab 83
87 Bab 84 It's Real
88 Bab 85
89 Bab 86
90 Bab 87
91 Bab 88
92 Bab 89 pingitan
93 Bab 90
94 Bab 91
95 Bab 92
96 Bab 93
97 Bab 94
98 Bab 95
99 Bab 96
100 Bab 97
101 Bab 98
102 Bab 99
103 Bab 100
104 Bab 101
105 Bab 102
106 Bab 103
107 104
108 Bab 105
109 Bab 106
110 Bab 107
111 Bab 108
112 Bab 109
113 Bab 110
114 Bab 111 Tentang Liana
115 Bab 112
116 Bab 113
117 Bab 114
118 Bab 115
119 Bab 116
120 Bab 117
121 Bab 118
122 Bab 119
123 Bab 120
124 Bab 121
125 Bab 122
126 Bab 123
127 Bab 124
128 Bab 125
129 Bab 126
130 Bab 127
131 Bab 128
132 Bab 129
133 Bab 130
134 Bab 131
135 Bab 132
136 Bab 133
137 Bab 134
138 Bab 135
139 Bab 136
140 Bab 137
141 Bab 138
142 Bab 139
143 Bab 140
144 Bab 141
145 Bab 142
146 Bab 143
147 Bab 144
148 Bab 145
149 Bab 146
150 Bab 147
151 Bab 148
152 Bab 149
153 Bab 150
154 Bab 151
155 Bab 152
156 Maaf
157 Bab 153
Episodes

Updated 157 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 1 Gadis Bermata Cokelat
5
Bab 2 Air Mata
6
Bab 3 Dareen
7
Bab 4 Sepeda Untuk Dareen
8
Bab 5 Study tour
9
Bab 6 Kapan Ayah Pulang?
10
Bab 7 Curhat Nalendra
11
Bab 8 14 tahun
12
Bab 9
13
Bab 10
14
Bab 11
15
Bab 12
16
Bab 13
17
Bab 14
18
Bab 15
19
Bab 16
20
Bab 17
21
Bab 18
22
Bab 19
23
Bab 20
24
Bab 21
25
Bab 22
26
Bab 23
27
Bab 24
28
Bab 25
29
Bab 26
30
Bab 27 Foto pertama
31
Bab 28
32
Bab 29
33
Bab 30
34
Bab 31
35
Bab 32
36
Bab 33
37
Bab 34
38
Bab 35
39
Bab 36
40
Bab 37
41
Bab 38
42
Bab 39
43
Bab 40
44
Bab 41
45
Bab 42
46
Bab 43
47
Bab 44
48
Bab 45
49
Bab 46
50
Bab 47
51
Bab 48
52
Bab 49
53
Bab 50
54
Bab 51
55
Bab 52
56
Bab 53
57
Bab 54
58
Bab 55
59
Bab 56
60
Bab 57
61
Bab 58
62
Bab 59
63
Bab 60
64
Bab 61
65
Bab 62
66
Bab 63
67
Bab 64
68
Bab 65
69
Bab 66
70
Bab 67
71
Bab 68
72
Bab 69
73
Bab 70
74
Bab 71
75
Bab 72
76
Bab 73
77
Bab 74
78
Bab 75
79
Bab 76
80
Bab 77
81
Bab 78 Tunangan dulu aja!
82
Bab 79
83
Bab 80
84
Bab 81
85
Bab 82 Mas Kawin 62 ribu
86
Bab 83
87
Bab 84 It's Real
88
Bab 85
89
Bab 86
90
Bab 87
91
Bab 88
92
Bab 89 pingitan
93
Bab 90
94
Bab 91
95
Bab 92
96
Bab 93
97
Bab 94
98
Bab 95
99
Bab 96
100
Bab 97
101
Bab 98
102
Bab 99
103
Bab 100
104
Bab 101
105
Bab 102
106
Bab 103
107
104
108
Bab 105
109
Bab 106
110
Bab 107
111
Bab 108
112
Bab 109
113
Bab 110
114
Bab 111 Tentang Liana
115
Bab 112
116
Bab 113
117
Bab 114
118
Bab 115
119
Bab 116
120
Bab 117
121
Bab 118
122
Bab 119
123
Bab 120
124
Bab 121
125
Bab 122
126
Bab 123
127
Bab 124
128
Bab 125
129
Bab 126
130
Bab 127
131
Bab 128
132
Bab 129
133
Bab 130
134
Bab 131
135
Bab 132
136
Bab 133
137
Bab 134
138
Bab 135
139
Bab 136
140
Bab 137
141
Bab 138
142
Bab 139
143
Bab 140
144
Bab 141
145
Bab 142
146
Bab 143
147
Bab 144
148
Bab 145
149
Bab 146
150
Bab 147
151
Bab 148
152
Bab 149
153
Bab 150
154
Bab 151
155
Bab 152
156
Maaf
157
Bab 153

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!