Bab 2

"Kenapa dia ga nolak?" gumam Nalendra dengan wajah cemberut melihat Rania keluar dari kamar diikuti David.

"Na, Amih ke kantin dulu ya, lapar," kata Bu Ratna, mamanya Liana. "sakalian shalat," lanjutnya.

Liana hanya mengangguk pelan. Sekarang tinggallah Liana dengan teman-temannya.

"Na, sodaramu tadi ko ga nolak pas disuruh sekalian nganterin Rania, Rania juga ga nolak," tanya Imam penasaran.

"Ya ga akan mungkin nolaklah. 'Kan ada Amih, tar dimarahi kalo ga nurut," kelakar Liana sambih tertawa.

"Kayanya sodaramu suka Rania," celetuk Imam.

"Emang ..., tapi ditolak," jawabnya tertawa.

Mereka mengobrol panjang lebar tentang semua yang bisa mereka obrolkan mulai dari pelajaran, guru, makanan kantin sekolah hingga gosip yang sedang beredar di sekolah pun mereka obrolkan.

Waktu memang tidak terasa jika sudah asik mengobrol dengan teman. Mereka menghabiskan waktu kunjungan sampai pukul 7 malam.

"Pulang yuk," ajak Willy sambil melihat jam yang melingkar di tangannya. "dah malem nih."

Malam itu Nalendra pulang dengan membawa banyak pertanyaan di benaknya, semuanya tentang Rania. Namun, dia juga merasa bahagia karena mendapati jika Rania beberapa kali mencuri lirikan padanya.

"Apa dia menaruh hati padaku?" itulah salah satu pertanyaan yang dia pikirkan, tetapi membuatnya tersenyum bahagia.

tok, tok, tok ...

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan panjangnya. Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangan dan memperbaiki posisi duduknya untuk menyembunyikan apa yang baru saja dia lakukan.

"Maaf, Pak. Ibu anda menghubungi saya, beliau bertanya kenapa Anda tidak bisa dihubungi," ungkap Aziz, asisten pribadinya.

"Oh," jawab Nalendra sangat singkat.

"Kalau begitu saya permisi, Pak," pamit Aziz.

"Ehm, tunggu ... tolong atur kembali sisa jadwalku hari ini dan besok. Aku ada urusan urgent," titahnya.

"Baik, Pak," jawab Aziz lalu meninggalkan Nalendra sendirian.

Aziz menghela nafas begitu menutup pintu ruangan atasannya. "Nambah kerjaan lagi!" gerutunya.

Nalendra langsung meninggalkan perusahaannya. Dia tidak mau membuang waktunya, Ingin segera mengetahui kabar wanita pujaannya kini.

"Semoga ga macet," harapnya begitu masuk ke dalam mobil dan melajukannya.

Jalanan Jakarta memang tidak bisa diajak berkompromi, beberapa kali dia terjebak jalanan yang padat merayap sebelum memasuki tol dalam kota. Sudah memasuki tol pun terkadang harus menahan emosi menghadapi kemacetan.

Setelah keluar salah satu tol di Bandung dia pun menghubungi temannya.

"Di mana? aku baru keluar tol," tanyanya langsung tanpa basa-basi.

"Kita dah di rumahnya, langsung sini aja," Kata temannya di seberang telepon.

Nalendra langsung mematikan sambungan teleponnya. "Semoga ga macet," gumamnya.

Setengah jam kemudian dia telah sampai di depan sebuah rumah yang telah dipasangi tenda. Dia mengedarkan pandangan mencari seseorang yang dia kenal.

"Itu mereka," ucapnya dalam hati.

"Assalamu'alaikum, hai Bro," salamnya pada teman-temannya yang sedang duduk berkumpul.

"Aku masuk dulu," lanjutnya setelah bersalaman dengan teman-temannya.

Dia berjalan masuk ke rumah bertenda tadi, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Begitu memasuki rumah terlihat banyak orang yang sedang melayat, di hadapannya nampak Jenazah yang telah terbungkus kain kafan dan tertutup kain samping batik berwarna cokelat sampai ke leher, sedang bagian kepala masih belum terbungkus dan ditutup oleh kain transparan berwarna putih.

Matanya kini tertuju pada wanita di samping jenazah yang sedang mengobrol dengan beberapa orang pelayat. Dia segera menghampirinya, Hatinya sungguh sakit melihat wanita tadi berusaha tersenyum pada semua orang yang menghampirinya, tetapi matanya berusaha menahan air mata yang siap menerjang pertahannya.

"Assalamu'alaikum," sapa Nalendra pada wanita tadi setelah memastikan para pelayat yang semula mengobrol dengan wanita itu pergi.

"Wa'alaikumsalam," balas wanita tadi dengan tersenyum yang dipaksakan.

"Terimakasih sudah datang," lanjutnya lagi sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada sebagai pengganti bersalaman.

Nalendra hanya mengangguk lalu duduk tidak jauh dari wanita tadi dan mulai membaca surat Yassin di ponselnya. Ingin rasanya dia memeluk wanita itu,menanykan bagaimana perasaannya walaupun dia tahu pasti hatinya sedang sakit karena ditinggal orang terkasihnya.

Nalendra dan teman-temannya ikut pergi ke pemakaman setelah menyalati jenazah di mesjid. Mereka masih merasa tidak menyangka jika temannya sudah pulang terlebih dahulu dipanggil Sang Maha Pencipta.

Setelah para pelayat mulai pulang, kini mereka tengah duduk bersama di dalam rumah yang berduka bersama istri dari sahabat mereka yang tidak lain adalah Rania si gadis bermata cokelat didampingi orangtuanya, mertuanya juga beberapa keluarga dan rekan kerja Ergha.

Rania mulai menceritakan dari saat dia ditelepon pihak berwajib yang memberitahunya jika suaminya mengalami kecelakaan.

"Saat itu aku sedang menemani Dareen tidur. Beberapa kali ponselku berdering, aku tidak mengangkatnya karena no nya tidak aku kenal dan sudah pukul 8. Aku hanya takut itu orang iseng yang menelepon secara acak," ucapnya memulai bercerita.

"Kemudian ada telepon dari ponselnya Ergha, aku ga pernah membayangkan jika yang menelepon itu bukanlah dia tapi Pak polisi ngasih tau jika Ergha kecelakaan dan sedang menuju RS di Bekasi." air matanya mengalir di pipinya yang memerah, sesekali terlihat bahunya sedikit berguncang menahan air mata agar tidak terlalu banyak yang keluar.

"Saat mendengarnya entah kenapa tiba-tiba jadi sunyi sampai Dareen menepuk-nepuk tanganku memanggilku. Baru aku sadar dan mencoba menelepon balik Ergha. Setelah aku mendengar ulang, aku menghubungi adenya Ergha dan memintanya menjemputmu. A-aku tidak mungkin bisa ke sana sendirian," terangnya.

Cukup lama Rania terdiam tidak melanjutkan ceritanya kembali. Semua yang berada di sana pun tidak ada yang bersuara, mereka mencoba memberi waktu bagi Rania mengatur kembali pikirannya yang kalut.

Tidak sedetik pun Nalendra mengalihkan pandangannya. Dia memandang wajah wanita bermata cokelat itu, beberapa kali dilihatnya dia menyeka air mata yang keluar dari matanya yang terlihat membengkak karena menangis.

Nalendra menarik nafas pelan mencoba mengatur nafasnya kembali, menahan air mata yang hendak jatuh dan keinginan untuk memeluknya.

"Ketika kami tiba di sana di UGD, Mereka sudah menutup tubuhnya. Di-a Di-a sudah ga ada." Rania kembali tersedu.

"Iya, begitu kami tiba Ergha sudah tidak ada. Dia masih ada ketika mereka membawanya ke Rumah Sakit dan sempat mendapat pertolongan. Namun, rupanya Allah lebih merindukannya hingga memanggilnya sebelum kami tiba," sambung pak Darmawan ayah Ergha sambil memegang tangan istri tercintanya berusaha menguatkan diri terutama istrinya karena kehilangan anak laki-laki satu-satunya.

"Kami pun berembuk dengan Rania menentukan di mana Ergha akan di makamkan. Rania meminta agar Ergha di makamkan di makan keluarganya, tentu saja kami harus berembuk juga dengan keluarga Rania di sini. Alhamdulillah, Ayah Rania dan Om nya tiba dua jam kemudian dan kami pun sepakat memakamkannya di sini," lanjutnya.

"Kami sangat terkejut begitu membaca pesan dari Ergha di grup kantor. Saya pikir Ergha sedang bercanda, tapi kemudian ada yang menghubungi kami dari ponsel Ergha memberitahu semuanya," kata Bu Adni, salah satu atasan Ergha di kantor.

"Itu adik saya, saya menyuruhnya memberi kabar duka ke kantor juga ke teman-temannya," jawab Rania.

"Kemarin tuh kami cerita-cerita, dia bercerita jika anaknya minta sepeda baru padahal sepeda yg ada di rumah aja masih bagus dan katanya belum berani mencopot roda bantunya," ungkap Bu Adni. "jujur saja, saya masih belum sepenuhnya percaya dia telah tiada."

Rania tersenyum, dia ingat jika Ergha berencana membelikan sepeda baru untun Dareen di hari libur nanti. Rania menghela nafas, sesak sekali rasanya.

"Bunda ...." Semua orang berbalik ke arah asal suara anak kecil tersebut.

"Dareen ...," jawab Rania memanggil anaknya, segera dia menyeka Bekas air mata dan tersenyum. Dia tidak mau Dareen melihatnya dalam keadaan yang menyedihkan.

Rania sedikit merentangkan tangannya ketika Dareen menghampirinya, mereka berpelukan. Pelukan hangat dari seorang anak kecil yang mampu menguatkan Rania melewati ujian kehidupan.

Dareen adalah anak satu-satunya Rania dan Ergha. Dia baru berusia empat tahun. Wajahnya mirip sekali dengan Ergha.

"Dareen sayang Bunda," ucapnya. Rania tak sanggup menahan tangisnya dan menciumi wajah Dareen.

Semua yang ada di sana berusaha menahan tangis haru melihat pemandangan di depan mata mereka. Terharu melihat seorang anak yang harus kehilangan ayahnya diusia balita dan sekarang sedang menghibur Sang Bunda.

Dareen menunjukan mainan keretanya pada Rania.

"Dikasih om," ucapnya.

"Oh, dibeliin om Zyan. Udah bilang makasi?" tanya Rania melihat kereta kecil di genggaman anak semata wayangnya.

Dareen menggelengkan kepalanya lalu berdiri dan berjalan menghampiri lalu duduk di pangkuan seorang pria umur 30an.

Nalendra terkejut ketika Dareen tiba-tiba duduk di pangkuannya. Jantungnya berdetak tak karuan apalagi setelah menyadari Rania menatapnya.

"Ah, i- tu ...,"

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

semangat untuk mu thor

2024-03-04

1

Ita rahmawati

Ita rahmawati

bagus

2023-02-12

1

TK

TK

👍

2022-11-15

2

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 1 Gadis Bermata Cokelat
5 Bab 2 Air Mata
6 Bab 3 Dareen
7 Bab 4 Sepeda Untuk Dareen
8 Bab 5 Study tour
9 Bab 6 Kapan Ayah Pulang?
10 Bab 7 Curhat Nalendra
11 Bab 8 14 tahun
12 Bab 9
13 Bab 10
14 Bab 11
15 Bab 12
16 Bab 13
17 Bab 14
18 Bab 15
19 Bab 16
20 Bab 17
21 Bab 18
22 Bab 19
23 Bab 20
24 Bab 21
25 Bab 22
26 Bab 23
27 Bab 24
28 Bab 25
29 Bab 26
30 Bab 27 Foto pertama
31 Bab 28
32 Bab 29
33 Bab 30
34 Bab 31
35 Bab 32
36 Bab 33
37 Bab 34
38 Bab 35
39 Bab 36
40 Bab 37
41 Bab 38
42 Bab 39
43 Bab 40
44 Bab 41
45 Bab 42
46 Bab 43
47 Bab 44
48 Bab 45
49 Bab 46
50 Bab 47
51 Bab 48
52 Bab 49
53 Bab 50
54 Bab 51
55 Bab 52
56 Bab 53
57 Bab 54
58 Bab 55
59 Bab 56
60 Bab 57
61 Bab 58
62 Bab 59
63 Bab 60
64 Bab 61
65 Bab 62
66 Bab 63
67 Bab 64
68 Bab 65
69 Bab 66
70 Bab 67
71 Bab 68
72 Bab 69
73 Bab 70
74 Bab 71
75 Bab 72
76 Bab 73
77 Bab 74
78 Bab 75
79 Bab 76
80 Bab 77
81 Bab 78 Tunangan dulu aja!
82 Bab 79
83 Bab 80
84 Bab 81
85 Bab 82 Mas Kawin 62 ribu
86 Bab 83
87 Bab 84 It's Real
88 Bab 85
89 Bab 86
90 Bab 87
91 Bab 88
92 Bab 89 pingitan
93 Bab 90
94 Bab 91
95 Bab 92
96 Bab 93
97 Bab 94
98 Bab 95
99 Bab 96
100 Bab 97
101 Bab 98
102 Bab 99
103 Bab 100
104 Bab 101
105 Bab 102
106 Bab 103
107 104
108 Bab 105
109 Bab 106
110 Bab 107
111 Bab 108
112 Bab 109
113 Bab 110
114 Bab 111 Tentang Liana
115 Bab 112
116 Bab 113
117 Bab 114
118 Bab 115
119 Bab 116
120 Bab 117
121 Bab 118
122 Bab 119
123 Bab 120
124 Bab 121
125 Bab 122
126 Bab 123
127 Bab 124
128 Bab 125
129 Bab 126
130 Bab 127
131 Bab 128
132 Bab 129
133 Bab 130
134 Bab 131
135 Bab 132
136 Bab 133
137 Bab 134
138 Bab 135
139 Bab 136
140 Bab 137
141 Bab 138
142 Bab 139
143 Bab 140
144 Bab 141
145 Bab 142
146 Bab 143
147 Bab 144
148 Bab 145
149 Bab 146
150 Bab 147
151 Bab 148
152 Bab 149
153 Bab 150
154 Bab 151
155 Bab 152
156 Maaf
157 Bab 153
Episodes

Updated 157 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 1 Gadis Bermata Cokelat
5
Bab 2 Air Mata
6
Bab 3 Dareen
7
Bab 4 Sepeda Untuk Dareen
8
Bab 5 Study tour
9
Bab 6 Kapan Ayah Pulang?
10
Bab 7 Curhat Nalendra
11
Bab 8 14 tahun
12
Bab 9
13
Bab 10
14
Bab 11
15
Bab 12
16
Bab 13
17
Bab 14
18
Bab 15
19
Bab 16
20
Bab 17
21
Bab 18
22
Bab 19
23
Bab 20
24
Bab 21
25
Bab 22
26
Bab 23
27
Bab 24
28
Bab 25
29
Bab 26
30
Bab 27 Foto pertama
31
Bab 28
32
Bab 29
33
Bab 30
34
Bab 31
35
Bab 32
36
Bab 33
37
Bab 34
38
Bab 35
39
Bab 36
40
Bab 37
41
Bab 38
42
Bab 39
43
Bab 40
44
Bab 41
45
Bab 42
46
Bab 43
47
Bab 44
48
Bab 45
49
Bab 46
50
Bab 47
51
Bab 48
52
Bab 49
53
Bab 50
54
Bab 51
55
Bab 52
56
Bab 53
57
Bab 54
58
Bab 55
59
Bab 56
60
Bab 57
61
Bab 58
62
Bab 59
63
Bab 60
64
Bab 61
65
Bab 62
66
Bab 63
67
Bab 64
68
Bab 65
69
Bab 66
70
Bab 67
71
Bab 68
72
Bab 69
73
Bab 70
74
Bab 71
75
Bab 72
76
Bab 73
77
Bab 74
78
Bab 75
79
Bab 76
80
Bab 77
81
Bab 78 Tunangan dulu aja!
82
Bab 79
83
Bab 80
84
Bab 81
85
Bab 82 Mas Kawin 62 ribu
86
Bab 83
87
Bab 84 It's Real
88
Bab 85
89
Bab 86
90
Bab 87
91
Bab 88
92
Bab 89 pingitan
93
Bab 90
94
Bab 91
95
Bab 92
96
Bab 93
97
Bab 94
98
Bab 95
99
Bab 96
100
Bab 97
101
Bab 98
102
Bab 99
103
Bab 100
104
Bab 101
105
Bab 102
106
Bab 103
107
104
108
Bab 105
109
Bab 106
110
Bab 107
111
Bab 108
112
Bab 109
113
Bab 110
114
Bab 111 Tentang Liana
115
Bab 112
116
Bab 113
117
Bab 114
118
Bab 115
119
Bab 116
120
Bab 117
121
Bab 118
122
Bab 119
123
Bab 120
124
Bab 121
125
Bab 122
126
Bab 123
127
Bab 124
128
Bab 125
129
Bab 126
130
Bab 127
131
Bab 128
132
Bab 129
133
Bab 130
134
Bab 131
135
Bab 132
136
Bab 133
137
Bab 134
138
Bab 135
139
Bab 136
140
Bab 137
141
Bab 138
142
Bab 139
143
Bab 140
144
Bab 141
145
Bab 142
146
Bab 143
147
Bab 144
148
Bab 145
149
Bab 146
150
Bab 147
151
Bab 148
152
Bab 149
153
Bab 150
154
Bab 151
155
Bab 152
156
Maaf
157
Bab 153

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!