Sandra—wanita yang bersenggolan dengan Farzan di klub malam, seorang janda anak satu berumur sepuluh tahun. Putrinya bernama Chila dan memiliki kelainan pendengaran. Namun, berkat terapi serta dibantu alat pendengaran, putrinya itu mampu berkomunikasi dengan orang lain meski sedikit bicara.
“Chila, kalau tidak cepat bersiap nanti kamu terlambat,” kata Sandra saat melihat putrinya belum juga selesai mempersiapkan tas sekolah.
Sandra mendekat, kemudian membantu Chila memasukkan buku ke tas.
“Kenapa wajahmu tertekuk seperti itu? Apa ada masalah?” tanya Sandra saat melihat putrinya tak bersemangat.
Chila menggelengkan kepala, menunduk sambil fokus ke buku-bukunya.
“Hei, kenapa? Kamu tidak mau cerita ke Mama?” tanya Sandra lagi sambil memegang kedua lengan Chila.
Chila adalah satu-satunya harta berharga yang dimiliki. Suaminya meninggal saat dirinya baru saja melahirkan karena sebuah kecelakaan, sebab itu Sandra sangat menyayangi dan memastikan putrinya tak pernah kekurangan kasih sayang.
“Papa Gilang tidak pernah menemui Chila,” lirih gadis kecil itu.
Sandra terkejut mendengar ucapan Chila, kemudian tersenyum sambil mengusap lembut pipi putrinya itu.
“Papa Gilang sibuk, jadi dia belum bisa menemui Chila,” kata Sandra dengan senyum hangat di wajah.
“Mama juga sibuk,” lirih gadis kecil itu lagi.
Sandra terkejut mendengar ucapan Chila, memang benar beberapa hari ini dirinya sibuk hingga sering pulang malam.
“Maafin Mama, bukan maksud Mama tidak memperhatikan Chila karena sibuk bekerja. Nanti kalau Mama sudah selesai dengan semua pekerjaan, Mama akan turuti semua keinginan Chila. Bagaimana?” Sandra mencoba membujuk agar sang putri tidak bersedih.
Selama ini Chila memang tak pernah tahu seperti apa sosok ayah, tapi kehadiran pria bernama Gilang yang selalu menjaganya dan sang mama, membuat gadis kecil itu merasa memiliki sosok ayah. Namun, karena kesibukan Gilang, membuat Chila kembali kehilangan sosok ayah.
“Janji,” lirih Chila sambil memandang Sandra.
“Janji sayang, apa yang tidak buat kamu, hm?” Sandra mengusap pucuk kepala dengan lembut.
Chila mengangguk-angguk senang, kemudian segera memasukkan buku ke tas.
Sandra memandang sang putri, tidak menikah lagi selama bertahun-tahun lamanya dianggap sebagai sebuah keputusan yang tepat untuk Sandra. Dia hanya tak ingin jika Chila memiliki ayah tiri, atau memiliki ayah yang buruk jika dirinya salah memilih. Namun, satu hal yang tak diketahui Sandra, Chila sebenarnya mendamba sosok ayah dalam hidupnya.
**
Sore itu, Farzan baru saja selesai bekerja. Berjalan keluar dari lift menuju mobil yang terparkir di basemen. Hingga ponsel Farzan berdering, lantas merogoh saku jas dan mengeluarkan ponselnya.
"Ck ...." Farzan mencebik melihat nama yang terpampang di sana.
Grisel menghubunginya, membuat Farzan malas menjawab karena tahu akan berakhir seperti apa saat dirinya meladeni percakapan Grisel.
Namun, Farzan juga tidak bisa mengabaikan, karena Grisel tak ada hentinya menghubungi meski dirinya tak menjawab.
"Ada apa?" tanya Farzan setelah menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
"Kamu di mana, hah? Apa kamu benar-benar akan mendiamkan 'ku?" Suara Grisel meledak-ledak dari seberang panggilan. Dia kesal karena Farzan tidak pulang ke rumah berhari-hari.
Farzan sampai menjauhkan ponsel dari telinga, suara wanita itu begitu menyakitkan di indera pendengarannya.
"Katakan apa maumu? Aku malas berdebat denganmu!" Farzan sudah tidak bisa bersabar dengan wanita itu.
"Besok ada acara makan malam bersama keluargamu! Apa kamu akan datang sendiri tanpaku? Apa kata mereka, hah?" Suara Grisel masih saja terdengar memekakkan telinga.
Farzan terdiam sejenak, kemudian mendengkus kasar karena lelah.
"Aku akan pulang, tapi berhenti mengajakku berdebat!" Farzan mengakhiri panggilan dengan cepat.
**
Farzan benar-benar kembali ke rumah. Dia sebenarnya sangat malas, tapi setelah ingat jika akan ada pertemuan keluarga besarnya yang memang biasa diadakan sebulan sekali, membuat Farzan terpaksa pulang ke rumah yang ditinggalinya bersama Grisel. Dia tak ingin keluarganya tahu jika antara dirinya dan Grisel sering bertengkar, karena orangtua Farzan menaruh harapan besar padanya, apalagi Farzan adalah putra satu-satunya di keluarga itu.
"Anda pulang, Tuan. Apa mau saya siapkan makan malam?" tanya pembantu rumah begitu melihat Farzan datang, menyambut ramah pada pria yang baginya sangat baik itu.
Farzan mengulas senyum, hal yang membuatnya sedikit mau pulang adalah masih ada sambutan hangat dari wanita paruh baya yang setia mengurus rumahnya.
"Aku sudah makan malam," jawab Farzan. "Tapi, bisakah aku minta siapkan kamar tamu untuk beristirahat?" tanya Farzan kemudian.
"Oh tentu, akan saya siapkan." Wanita paruh baya itu bergegas pergi ke kamar yang diinginkan Farzan. Wanita itu tidak bertanya, karena paham betul dengan kondisi hubungan antara Farzan dan Grisel.
Farzan tersenyum kecil karena pembantu rumahnya itu selalu bekerja dengan baik, lantas menatap ke lantai atas, menghela napas berat dengan raut wajah terlihat begitu malas.
Pria itu benar-benar enggan bertemu Grisel, bukannya tak ingin karena sudah tak mencintai atau menginginkan, hanya saja malas kalau diajak bertengkar oleh wanita itu. Namun, Farzan sendiri masih mencoba bertahan, pernikahan yang dipilihnya maka dia pula yang harus menghadapi segala konsekuensi yang ada.
Farzan menaiki anak tangga, dalam hati berdoa agar Grisel tak membahas masalah dirinya berubah atau yang lainnya, yang bisa memicu pertengkaran keduanya. Dia hanya ingin tinggal dengan tenang, setidaknya tak bertengkar setiap hari.
"Aku pikir kamu tidak mau pulang!" Suara Grisel begitu lantang saat Farzan baru saja menginjakkan kaki di kamar.
Farzan melirik Grisel yang sedang duduk di meja rias membersihkan wajah, lantas memilih tak membalas ucapan Grisel dan langsung masuk ke ruang ganti untuk mengambil pakaian tidur.
Grisel membanting kapas yang sedang dipegang ke meja, lantas memutar badan dengan cepat karena Farzan mengabaikannya. Kesal karena Farzan tak semanis dulu, kemudian berdiri dan menyusul Farzan ke ruang ganti.
"Apa kamu mengabaikan 'ku lagi?" Grisel kembali terbakar amarah, wanita itu memang memiliki temperamen buruk.
"Aku tidak mengabaikan, hanya tak ingin berdebat," ucap Farzan dengan suara pelan. Ia membuka pintu lemari pakaian dan mengambil setelan piyama.
"Kamu mendiamkan 'ku Farzan Abrisam! Bukankah itu bukti jika kamu mengabaikan!" teriak Grisel kesal.
Farzan menghela napas berat, lantas menoleh dan memandang Grisel yang sudah tampak diliputi amarah.
"Aku diam karena tak ingin berdebat, apa tidak bisa tenang meski hanya beberapa menit?" tanya Farzan menatap Grisel sedikit lembut, agar amarah wanita itu mereda.
Grisel terdiam melihat tatapan Farzan, tatapan yang lama tak ditujukan padanya.
Farzan memilih keluar dari kamar itu setelah Grisel tak lagi berteriak atau marah. Meninggalkan istrinya yang masih termangu di ruang ganti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
⸙ᵍᵏ Sari Kᵝ⃟ᴸ
lama2 yah farzan jenuh lah tiap saat diajak debat, marah² pulak
2023-01-30
4
🦋𝖀𝖓𝖓𝖎𝖊 𝕰𝖛𝖎🍀
mulut mu itu tolong dikondisikan Griselle 😡
2022-12-10
0
¢ᖱ'D⃤ ̐Sri Wahyuni
ya elah Grisel jadi orang ribet bener..suami diam disangka diamkan, makanya suami pulang jangan diajak ribut Mulu🤦🏻♀️ pusing sendiri kan
2022-11-23
0